Saturday, September 14, 2013

Uraian Singkat Tentang Hak Allah Azza wa Jalla Dan Makhluk-Nya





Uraian Singkat Tentang Hak Allah Azza wa Jalla Dan Makhluk-Nya


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimîn



Amma Ba’du, Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Azza wa Jalla ! Hendaklah kita sadari bahwa Allah Azza wa Jalla tidaklah menciptakan kita sia-sia, tidak akan membiarkan kita begitu saja. Allah Azza wa Jalla telah memnciptakan kita untuk suatu hikmah yang sangat tinggi dan telah memberikan syari’at yang sempurna untuk menguji kita. Allah Azza wa Jalla telah menciptakan kita dan akan mengembalikan lalu kita akan dihisab. Hendaklah kita mempersiapkan diri untuk menyongsong hari perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla yang menciptakan kita ! Hendaklah kita mempersiapkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada kita. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang yang menjumpai Allah Azza wa Jalla dengan hati yang bersih dan menjawab pertanyaan.

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memiliki hak yang wajib kita tunaikan kita, begitu jiwa, dia memiliki hak pada kita. Maka hendaklah kita memberikan hak-hak tersebut kepada yang berhak menerimanya sehingga ketika meninggal, kita meninggal dunia dalam keadaan beruntung. Janganlah kita mengabaikan hak-hak ini !

Allah Azza wa Jalla menyebutkan hak-hak-Nya dan hak-hak para hamba-Nya dalam banyak ayat al Qur’an. Diantara ayat itu yaitu firman Allah Azza wa Jalla :

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. [an Nisâ/4:36]

Dalam ayat diatas, Allah Azza wa Jalla menyebutkan beberapa hak yang sangat perlu kita perhatikan. Hak terbesar dari hak-hak yang menjadi kewajiban kita adalah hak Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan, menyempurnakan kita serta memberikan rizki kepada kita. Allah Azza wa Jalla tundukkah segala sesuatu demi kebaikan kita dan agar bisa kita manfaatkan. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. [al Jâtsiyah/45: 13]

Semua nikmat yang kita rasakan berasal dari Allah Azza wa Jalla . Karena itu, hak Allah Azza wa Jalla merupakan hak terbesar dan paling utama. Hak Allah Azza wa Jalla pada seorang hamba yaitu diibadahi artinya seorang hamba berkewajiban beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun jua. Caranya, dengan melaksanakan semua yang dicintai dan ridhai Allah dengan landasi cinta kepada Allah, tekad untuk mengagungkan-Nya, mencari pahala dari-Nya dan menghindari siksa-Nya. Janganlah kita lebih mementingkan diri kita, anak, keluarga atau harta kita daripada beribadah kepada Allah Azza wa Jalla , karena semua ini akan sirna sementara ibadah akan kekal. Allah Azza wa Jalla berfirman :

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. [al Kahfi/18:46]

Inilah hak Allah Azza wa Jalla pada hamba-Nya. Namun sangat disayangkan banyak orang yang mengabaikan hak ini. Banyak orang yang terlalu mencintai dunia, sehingga membuatnya lalai dari berbuat taat kepada Allah Azza wa Jalla . Seakan seluruh aktifitas keseharian mereka dalam rangka menggapai dunia, tanpa peduli dengan peraturan syari’at Islam. Kesibukan seperti ini pasti akan berpengaruh pada ketaatan seseorang kepada Allah, akan mengalihkan kecendrungan hatinya, dari kecendrungan ke akhirat berubah menjadi kendrungan kepada dunia.

Ikhwânî, hendaklah kita memperhatikan hak Allah Azza wa Jalla atas diri kita, hak Dzat yang telah menciptakan kita dan memberikan nikmat yang tak terhitung jumlah dan bilangannya. Hendaklah kita memprioritaskan hak Allah Azza wa Jalla ini diatas segala-Nya. Termasuk hak Allah Azza wa Jalla ini adalah hak para rasul yang diutus oleh Allah Azza wa Jalla .

Itulah hak pertama yang Allah Azza wa Jalla dalam ayat diatas. Kemudian hak kedua yang Allah Azza wa Jalla sebutkan yaitu hak kedua orang tua. Allah Azza wa Jalla menyebutkan hak ini setelah menyebutkan hak Allah Azza wa Jalla karena hak orang tua merupakan hak kerabat yang paling tinggi kedudukannya. Keduanya memiliki jasa yang tidak dimiliki oleh yang lain. Mereka telah menanggung beban fisik, jiwa dan pikiran demi kebaikan anak-anak mereka. Mereka rela begadang asalkan si anak bisa tidur nyenyak; mereka mau bersusah payah agar si anak bisa istirahat dan mereka pun terkadang rela menanggung rasa lapar asal si anak bisa kenyang. Alangkah besar jasa orang tua kita kepada kita ! Begitu tinggi kedudukan kedua orang tua dalam islam, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dimintai idzin oleh seorang pemuda untuk ikut berperang dijalan Allah Azza wa Jalla , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan tentang kedua orang tua pemuda tersebut :

أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

Apakah kedua orang tuamu masih hidup ? Pemuda itu menjawab : Ya.” Rasululah bersabda : “Berjihadlah pada keduanya”

Hadits ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan berbakti kepada kedua orang tua. Inilah juga yang mendasari perkataan para ulama yang menyatakan “jihad harus seidzin kedua orang jika mereka muslim.”

Berbakti kepada orang tua, tidak hanya sebatas ketika keduanya masih hidup di dunia , ketika masih bersama kita tapi juga bisa dilakukan ketika kedua orang sudah meninggal dunia. Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا

Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , adakah tersisa perbuatan bakti kepada orang tua yang masih bisa saya lakukan sepeninggal mereka ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Berdo’a untuk mereka, memohonkan ampunan, melaksanakan janji mereka, menyambung tali silaturahim yang hanya terhubung melalui mereka serta memuliakan teman-teman mereka.[1]

Hak ketiga yang disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya pada ayat diawal khutbah ini yaitu hak kerabat dari pihak bapak maupun dari pihak ibu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia menyambung silaturrahim. [HR Bukhâri]

Kemudian diantara hak-hak yang juga disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam ayat diatas yaitu hak-hak anak yatim. Seorang anak yang ayahnya meninggal dunia sementara dia belum baligh. Seorang anak yang mendapatkan musibah berat seperti ini tentu hatinya terluka dan jiwa mengalami goncangan. Bagaimana tidak ?! dia kehilangan orang yang senantiasa mengurusi segala kebutuhannya dan mengarahkan dia kepada kebaikan dunia dan akhirat. Islam sebagai agama yang sesuai fithrah tidak membiarkannya begitu saja. Islam memerintahkan kaum muslimin agar berbuat baik kepada anak yatim, baik dengan perkataan ataupun dengan perkataan. Sehingga diharapkan penderitaan akibat dari musibah ini menjadi semakin berkurang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan agar kaum muslimin mencukupi kebutuhan anak yatim. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا

Saya dan pemelihara anak yatim di surga seperti ini (Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam merenggangkan keduanya sedikit).[2]

Begitulah diantara perhatian Islam terhadap anak yatim

Hak-hak orang miskin, termasuk diantara hak-hak yang disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla diawal khutbah ini. Mereka yang berada digaris kemiskinan ini berhak mendapatkan bantuan dan orang yang Allah Azza wa Jalla anugerahi kekayaan berkewajiban membantu mereka. Yang miskin dilarang untuk meminta-minta sementara si kaya dilarang berprilaku bakhil.

Diantara hak-hak yang wajib kita jaga adalah hak tetangga. Jika orang yang bertetangga dengan kita itu adalah kerabat kita, maka dia memiliki dua hak yaitu hak sebagai kerabat dan hak dia sebagai tetangga. Jika tetangga itu bukan keluarga dekat kita, maka dia hanya memiliki hak tetangga. Allah berfirman :

وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ

Tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, [an Nisâ/4: 36]

Hak tetangga ini banyak disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia memuliakan tetangganya

Juga bersabda :

وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قَالُوا وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْجَارُ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Demi Allah ! dia tidak beriman. Demi Allah ! dia tidak beriman. Demi Allah ! dia tidak beriman.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya : Wahai Rasulullah, siapakah orang itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : (yaitu) orang yang tetangganya merasa tidak aman dari gangguannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai aku mengira dia akan memberikan warisan kepada tetangga [3]

Itulah beberapa hak-hak perlu kita perhatikan, hak Allah Azza wa Jalla dan hak para makhluk-Nya.

( Dinukil ad Dhiyâ’ul Lâmi’, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimîn, V/313-317)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Muhasabah Dan Muroqobah, Jalan Menuju Takwa


Oleh
Syaikh Dr. Muhammad Bakhit al-Ujairi



Kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan jamaah sekalian, marilah kita bertakwa kepada Allah Ta'ala. Barang siapa bertakwa kepada Allah Ta'ala, ia akan terjaga dari siksa dan murka-Nya.

Allah memerintahkan manusia seluruhnya untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. [an-Nisâ`/4:1].

Allah memerintahkan kaum mukminin untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. ['Ali Imran/3:102].

Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [al-Ahzab/33:1].

Takwa merupakan wasiat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang pertama hingga yang terakhir. Takwa merupakan faktor yang menjadikan manusia dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang bertakwa, maka Allah akan menjadikan bagi orang tersebut furqân. Sehingga ia akan mampu membedakan antara kebenaran dan kebathilan. Barang siapa yang bertakwa, Allah akan memberikan baginya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Orang yang bertakwa akan mendapatkan tempat yang aman di akhirat. Sungguh ia berada di tempat yang mulia di sisi Allah Ta'ala.

Hakikat takwa, ialah kita mencari perisai yang bisa melindungi diri dari adzab Allah. Yaitu dengan cara menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Apabila mampu berbuat demikian, maka kita akan menjadi orang yang bertakwa kepada Allah. Untuk itu, semestinya kita berhati-hati dalam bertindak, bersikap cermat dan berilmu tentang halal dan haram.

'Umar bin Khaththab pernah bertanya kepada Abu Musa tentang hakikat takwa. Abu Musa menjawab: ”Wahai Amirul-Mukminin, apa yang akan engkau lakukan apabila engkau sedang berjalan di tempat yang penuh duri?”

Maka 'Umar menjawab: ”Aku akan melihat kepada kakiku. Sehingga aku bisa mengetahui, apakah aku pijakkan di atas duri, ataukah di tempat yang aman”.

Inilah hakikat takwa, dengan selalu melihat setiap perbuatan kita, apakah termasuk perbuatan yang diridhai Allah Ta'ala, ataukah sebaliknya? Apabila termasuk perbuatan yang dibenci Allah, maka wajib bagi kita untuk meninggalkannya. Jangan sampai Allah melihat kita berada dalam keadaan yang tidak Dia sukai.

Oleh karena itu, marilah kita selalu berusaha agar berada dalam keadaan yang diridhai-Nya. Allah senang apabila kita termasuk orang-orang yang menjaga shalat, taat kepada aturan-Nya, berbakti kepada kedua orang tua, dan tekun menuntut ilmu. Marilah kita berusaha untuk melakukannya. Sekali-kali, janganlah kita meninggalkan kebaikan ini. Karena dengan inilah Allah ridha kepada kita.

Marilah kita selalu berusaha untuk meniggalkan perbuatan yang dibenci Allah Ta'ala. Jangan mendatangi kemaksiatan, tinggalkan perbuatan zina, mencuri, dusta, ghibah dan namimah. Dan yang paling besar dari itu semua, yaitu meninggalkan perbuatan syirik; suatu perbuatan dan pelaku kemaksiatan yang paling dibenci oleh Allah Ta'ala. Karena Allah tidak ridha disekutukan. Allah hanya ridha, apabila hamba-Nya beriman dan bertauhid kepada-Nya. Maka, marilah kita menjadi hamba-Nya yang beriman dan bertauhid kepada-Nya.

Allah sangat senang apabila kita menjadi orang-orang yang melaksanakan sunnah-sunnah Nabi-Nya. Oleh karena itu, marilah kita jauhkan diri dari perbuatan bid’ah, tinggalkan setiap larangan Allah. Adapun ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya akan menjadi penyebab kebahagiaan kita di dunia dan akhirat. Allah berfirman:

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ﴿١٣﴾وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. [al-Infithâr/82:13-14].

Al-abrâr (orang yang suka berbuat kebaikan), ia akan selalu dalam kenikmatan yang diberikan Allah di dunia maupun di akhirat. Adapun kaum fajir (orang yang suka berbuat kejahatan), maka mereka akan selalu berada dalam kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Ibnul-Qayyim berkata,”Barang siapa yang menyangka bahwa Allah akan menyamakan antara orang-orang yang berbuat taat dengan orang-orang yang suka berbuat maksiat, maka sesungguhnya ia telah berprasangka buruk terhadap Allah Ta'ala.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ

Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shâlih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? [Shâd/38:28].

Apakah Allah akan menyamakan kedudukan orang yang taat dengan ahlul maksiat? Tentu tidak! Barang siapa beriman dan bertakwa, maka ia akan mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan. Adapun orang-orang yang suka bermaksiat, maka ia akan mendapatkan kesusahan dan kesempitan. Allah berfirman.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ﴿١٢٤﴾قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا﴿١٢٥﴾قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." Berkatalah ia: "Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan." [Thâhâ/20:124-126].

Barang siapa yang berpaling dari dzikir dan ketaatan kepada Allah Ta'ala, berpaling dari ilmu yang bermanfaat, maka ia seperti orang yang buta. Dan ia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Waiyyadzu billah.

Adapun orang yang beriman kepada Allah, maka keadaannya sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [an-Nahl/16:97].

Orang-orang yang taat akan dekat dengan Allah Ta'ala. Mereka akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagian salaf berkata: "Sesungguhnya ada taman penuh kebahagiaan di dunia ini. Barang siapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan dapat memasuki surga yang ada di akhirat”. Taman dimaksud, ialah kebahagiaan yang diperoleh dengan ketaatan dan kedekatan dengan Allah Ta'ala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاوَةَ الإيمانِ : أنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأنْ يُحِبّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ للهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أنْ يَعُودَ في الكُفْرِ بَعْدَ أنْ أنْقَذَهُ الله مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أنْ يُقْذَفَ في النَّارِ

”Ada tiga keadaan; barang siapa memilikinya, maka ia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu) apabila ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada siapapun selain keduanya, apabila ia mencintai manusia tidak lain hanya karena Allah, apabila ia merasa benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke dalam api.” [Muttafaqun ‘alaihi]

Demikianlah wasiat yang dapat kami sampaikan untuk diri kami pribadi dan untuk saudara-saudara sekalian; takwa kepada Allah dan beramal shâlih. Dengan keduanya, kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kita memohon kepada Allah, semoga menjadikan kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang bertakwa, dan menutup akhir hayat kita dengan khusnul-khatimah.

Allah Ta'ala telah menyeru kita semua dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [al-Hasyr/59:18].

Allah menunjukkan kepada kita dua perkara agung. Barang siapa melaksanakan dua perkara ini, maka maka ia termasuk orang yang bertakwa.

Pertama, yaitu Muhasabah. Yakni, hendaklah setiap jiwa melihat apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok. Muhasabah sangat membantu seseorang untuk bertakwa kepada Allah. Barang siapa melakukan muhasabah, maka ia akan mengetahui ketaatan maupun kemaksiatan yang telah ia kerjakan. Sehingga, apabila ia melakukan ketaatan, hendaklah diteruskan. Dan apabila melakukan kemaksiatan, maka ia wajib untuk berhenti dan meninggalkannya.

Muhasabah juga sangat membantu seseorang untuk istiqamah di jalan Allah Ta'ala. Sehingga para salaf berkata: ”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah Taala”. Barang siapa yang dihisab oleh Allah Taala, sungguh ia akan mendapatkan siksa. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma : ”Barang siapa yang dihisab oleh Allah, maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya”.

Oleh karena itu, hendaklah kita selalu mengoreksi diri. Apabila kita terjerumus ke dalam kesalahan, segeralah bertaubat kepada-Nya. Allah sangat senang menerima taubat hamba-Nya. Allah selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat manusia yang telah berbuat kesalahan di waktu siang. Begitu pula Allah selalu membuka tangan-Nya di waktu siang untuk menerima taubat seseorang yang telah berbuat kesalahan di waktu malam.

Demikianlah, muhasabah merupakan perkara sangat penting. Oleh kerena itu, para salaf selalu bermuhasabah terhadap diri mereka sebagaimana orang yang terjun dalam perdagangan. Apakah ia mendapatkan keuntungan, atau justru mengalami kerugian. Begitu pula kita, wahai hamba-hamba Allah. Marilah koreksi diri masing-masing, bekal apa yang telah kita persiapkan untuk menghadap Allah Ta'ala?

Suatu ketika, Sulaiman ibnu 'Abdil-Mâlik pernah bertanya kepada Abu Hasyim: ”Mengapa kita merasa benci terhadap kematian dan cinta terhadap dunia?”

Maka pertanyaan ini dijawab: ”Wahai Amirul-Mukminîn, hal ini karena kita telah merusak akhirat kita dan memperbagus dunia kita. Tentulah seseorang tidak akan senang untuk pindah dari rumah yang bagus ke rumah yang telah rusak”.

Sungguh benar! Banyak di kalangan kita yang sibuk dengan dunia dan lalai berbuat taat kepada Allah. Sehingga ia pun mengetahui, tidak ada bagian sedikit pun untuk kehidupan akhirat. Dengan demikian, ia benci dan takut terhadap kematian yang pasti akan mengantarkannya ke akhirat.

Adapun orang-orang yang cinta, taat dan selalu mengerjakan perintah-perintah Allah, maka dia tidak takut terhadap kematian. Sehingga tidak mengherankan, tatkala diseru untuk berperang, para salaf yang mengatakan: ”Esok hari akan datang kematian yang kita cintai...,” hal ini karena mereka selalu beramal shalih. Dengan amal shalih itu, mereka tidak takut akan kematian dan hisab. Maka, jelaslah bagi kita, muhasabah merupakan perkara penting yang sangat membantu seseorang untuk bertakwa kepada Allah Ta'ala.

Perkara penting kedua, yang Allah tunjukkan kepada kita, yaitu muroqobah. Yakni, sifat seseorang yang merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah Ta'ala. Sebagaimana firman Allah di akhir ayat .... innallaha khabirum bimâ ta’malûn.

Tatkala seseorang merasa enggan berbuat taat, maka iapun sadar bahwa Allah melihatnya. Sehingga, ia pun akan kembali untuk segera berbuat taat kepada Allah. Tatkala seseorang berhasrat melakukan kemaksiatan, maka ia sadar bahwa Allah melihatnya. Sehingga ia pun akan berhenti dari keinginannya itu dan segera kembali kepada jalan-Nya.

Demikianlah, muroqobah merupakan hal penting yang sangat membantu seseorang untuk takwa kepada Allah Ta'ala. Oleh karena itu, Rasulullah n pernah berwasiat kepada Mu'adz bin Jabbal dengan sabdanya: ”Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada ...”.

Marilah kita bertakwa kepada Allah setiap waktu dan di setiap tempat. Ketahuilah, bahwasanya Allah selalu mengawasi setiap gerakan kita. Barang siapa telah memiliki sifat ini, sungguh sangat membantu dirinya dalam bertakwa kepada Allah Ta'ala. Kita memohon kepada Allah Ta'ala, supaya menjadikan kita orang-orang yang bertakwa kepada-Nya saat di keramaian maupun tatkala sendiri. Allahu a’lam.

(Diringkas oleh Ustadz Abu Maryam, dari khutbah Jum’at Syaikh Dr. Muhammad Bakhit al-Ujairi di Masjid Ma'had Imam Bukhâri, Solo, Jum’at, 8 Februari 2008)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

http://almanhaj.or.id/

_______

No comments:

Post a Comment