Saturday, September 14, 2013

Perusak Keislaman

Perusak Keislaman



Allah Azza wa Jalla telah memberikan karunia yang sangat berharga kepada umat ini. Diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Rasulullâh dengan membawa agama Islam merupakan nikmat agung. Allah Azza wa Jalla berfirman :

لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ

Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orangorang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benarbenar dalam kesesatan yang nyata. [Ali Imrân/3:164]

Oleh karena itu, kita wajib mensyukuri, menjaga dan memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar kita dilindungi dari segala yang bisa merusak nikmat yang sangat berharga ini. Selama kita masih diberi kesempatan hidup oleh Allah Azza wa Jalla, janganlah kita merasa bahwa nikmat ini (Islam) akan tetap ada dan terpelihara pada diri kita. Nabi Ibrâhîm Alaihissallam, meski beliau Alaihissallam telah menghancurkan berhala yang disembah oleh kaumnya kala itu, beliau Alaihissallam tetap mengkhawatirkan diri beliau. Beliau Alaihissallam berdo’a :

وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الْأَصْنَامَ

Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari penyembahan terhadap berhala-berhala [Ibrâhîm/14:35]

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar berdo’a kepada Allah Azza wa Jalla supaya kita diberi ketetapan hati di atas nikmat yang agung ini. Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membaca doa :

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُو بِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ

Wahai Dzat yang membolak-balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu

Apalagi di zaman seperti sekarang ini, saat kepedulian terhadap agama ini mengalami penurunan drastis. Sementara para penyeru kesesatan bebas berkeliaran untuk menjajakan kesesatan lewat berbagai media. Kesesatan-kesesatan yang mereka jajakan dibungkus dengan kulit indah mempesona. Sehingga tak mengherankan, karena ketidaktahuan, banyak orang yang silau dan menerima kesesatan ini sebagai sebuah kebenaran yang dijadikan sebagai pedoman. Akibatnya, yang benar dianggap suatu yang keliru dan sebaliknya, kekufuran dianggap sebuah kemajuan dan dielu-elukan. Na’udzubillâh. Nikmat Islam ini berangsur-angsur hilang dari seseorang, akhirnya dia murtad (keluar dari Islam) dan statusnya berubah menjadi kafir.

Para Ulama’ sejak zaman dahulu telah memberikan porsi perhatian lebih terhadap masalah-masalah yang bisa menyebabkan seseorang menjadi murtad (keluar dari agama Islam) ini. Mereka telah menyusun kitab kitab untuk menjelaskan permasalahan ini. Mereka juga membuat bab khusus dalam kitab-kitab fikih yang mereka sebut dengan “Bab Hukum Murtad”. Dalam bab ini, mereka menjelaskan dan memberikan perincian tentang hal-hal yang bisa membatalkan keislaman seseorang dan juga hukum orang yang melakukan pembatal-pembatal ini.

Banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang menjadi murtad. Di antaranya, ada yang berbentuk perkataan, perbuatan, keyakinan dan keragu-raguan. Perkataan-perkataan yang dilontarkan seseorang terkadang bisa menyebabkan dia menjadi kafir ketika itu juga. Begitu juga dengan tindakan yang dilakukan seseorang atau keyakinan kuat dalam hati yang dipegangi dengan erat-erat ataupun keraguan-raguan yang dipendam dalam hatinya terkadang bisa menyeret seseorang ke lembah kekufuran. Na’ûdzubillâh.

MURTAD DENGAN SEBAB PERKATAAN
Syaikh Shâlih Fauzân hafizhahullâh mengatakan, “Seseorang bisa murtad dengan sebab perkataan jika dia mengucapkan kalimat kufur atau syirik, bukan dalam keadaan terpaksa, baik serius, gurau atau bercanda. Jika ada orang yang mengucapkan kufur, maka dia dihukumi murtad, kecuali jika dia terpaksa mengucapkannya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ إِسْلَامِهِمْ

Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam. [at-Taubah/9:74]

Tentang orang-orang yang mencela Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum dengan mengatakan, “Kami tidak pernah melihat orang-orang yang sama dengan para ahli baca kita (maksudnya Rasulullâh dan para Sahabat), ”Mereka ini ucapannya bohong, lebih memikirkan perut dan paling pengecut saat berjumpa musuh, Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolokolok?” Kalian tidak usah minta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman. [at-Taubah/9:65-66]

Ketika tahu Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa salalm menerima wahyu tentang ucapan mereka, mereka bergegas menemui Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjelaskannya dan meminta maaf. Namun Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bergeming.” Selanjutnya Syaikh Shalih Fauzân hafidzahullâh menyimpulkan, “Ini menunjukkan bahwa orang yang mengucapkan kalimat-kalimat kufur bukan karena terpaksa, bisa menjadi kafir, meskipun dia menganggap sedang bermain, bergurau atau demi menghibur orang lain. Ini juga sebagai bantahan terhadap golongan Murji’ah yang berpendapat bahwa seseorang tidak bisa kafir dengan sebab perkataan semata kecuali kalau perkataan itu disertai keyakinan dalam hati.” [1]

Syaikh Bin Bâz rahimahullah memberikan contoh perkataan yang bisa menyeret seseorang ke dalam jurang kekufuran yaitu mencela Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, seperti mengatakan, “Allah Azza wa Jalla zhalim; Allah Azza wa Jalla bakhîl; Allah Azza wa Jalla faqîr; Allah Azza wa Jalla tidak mengetahui sebagian masalah, Allah Azza wa Jalla tidak mampu dalam sebagian masalah. [2]

Beliau rahimahullah juga memasukkan perkataan, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak mewajibkan kita melakukan shalat.” dalam perkataan kufur. Beliau rahimahullah mengatakan, “Orang yang mengucapkan perkataan ini telah kafir, keluar dari agama Islam, berdasarkan ijmâ’. Kecuali jika dia memang tidak tahu dan bertempat tinggal di daerah terpencil, jauh dari kaum Muslimin. Orang seperti ini harus diajari. Jika setelah diajari, dia masih seperti itu, berarti dia kafir. Sedangkan jika orang yang mengucapkan itu, orang yang berdomisili di tengah kaum Muslimin serta memahami ajaran-ajaran agama, maka ini merupakan sebuah kemurtadan. Orang ini harus diminta supaya bertaubat. Jika dia bertaubat maka alhamdulillâh, namun jika tidak maka dia kenai hukuman mati.” [3]

Termasuk perkataan yang bisa menyebabkan kekufuran yaitu berdo’a kepada selain Allah Azza wa Jalla, seperti ucapan, “Wahai Fulan! bantulah saya, selamatkanlah saya! Sembuhkanlah saya!” yang diarahkan kepada orang yang sudah meninggal atau kepada jin, setan atau kepada orang yang sedang tidak ada di lokasi permohonan. Ini termasuk ucapan kekufuran.[4]

Ucapan-ucapan kufur ini jika terpaksa diucapkan, misalnya diancam dibunuh atau akan disiksa jika tidak mengucapkannya, maka ketika itu si pengucap tidak dihukumi kafir, dengan syarat hatinya tetap teguh meyakini Islam. Sebagaimana kisah ‘Amâr bin Yâsir Radhiyallahu ‘anhu yang terpaksa mengucapkan kalimat kufur setelah dipaksa oleh orang-orang kafir dengan berbagai siksa. Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ

Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa). [an-Naml/16:106]

MURTAD DENGAN SEBAB PERBUATAN
Syaikh Bin Bâz rahimahullah memberikan contoh perbuatan-perbuatan yang bisa menyebabkan pelakunya terjerumus dalam kemurtadan yaitu :

1. Sengaja meninggalkan shalat meskipun dia tetap meyakini shalat itu wajib, menurut pendapat yang terkuat dari dua pendapat dalam masalah ini. Ini merupakan sebuah tindakan kemurtadan. Berdasarkan sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَ بَيْنَهُمْ الصَّلاَ ةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Batas antara kita dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti dia telah kafir. [HR Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasâ’i, Ibnu Mâjah dengan sanad shahîh]

Juga Sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَ ةِ

Batas antara seseorang dengan kesyirikan serta kekufuran adalah meninggalkan shalat. [HR Imam Muslim dalam shahîh beliau rahimahullah]

2. Melecehkan al-Qur’ân dengan cara diduduki, dilumuri benda najis atau diinjak. Orang yang melakukan perbuatan ini telah murtad dari Islam.

3. Melakukan ibadah thawaf di kuburan (mengelilinginya-red) dengan tujuan mendekatkan diri atau menyembah penghuni kuburan. Sedangkan thawaf dikuburan dengan tujuan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, maka ini termasuk perbuatan bid’ah yang bisa menggerogoti dien seseorang. Ini juga sebagai salah satu pintu kesyirikan. Hanya saja pelakunya tidak sampai murtad.

4. Menyembelih untuk selain Allah Azza wa Jalla, misalnya menyembelih binatang dengan tujuan beribadah kepada penghuni kubur; beribadah kepada jin dan lain sebagainya. Daging binatang yang disembelih itu hukum haram untuk dikonsumsi sedangkan orang yang melakukan ritual ini telah murtad, keluar dari Islam. [5]

Syaikh Shâlih Fauzân hafizhahullâh menegaskan bahwa orang yang menyembelih untuk berhala, patung atau sujud kepadanya, maka dia telah menjadi musyrik , meskipun dia masih shalat,puasa dan haji. Karena keislaman telah batal dengan sebab perilaku syiriknya. Na’ûdzubillâh.[6]

MURTAD DENGAN SEBAB KEYAKINAN
Keyakinan dalam kalbu seseorang bisa menyebabkan dia selamat atau sebaliknya bisa membawa petaka yang tidak berkesudahan jika dia meninggal sebelum bertaubat. Meskipun keyakinan ini tidak terucap atau belum mampu diwujudkan dalam dunia nyata. Di antara contoh keyakinan berbahaya ini adalah:

1. Berkeyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla itu fakir, zhalim memiliki sifat buruk lainnya. Meskipun ini belum terucap, orang yang memendam keyakinan ini telah keluar dari Islam menurut ijmâ’ kaum Muslimin.

2. Berkeyakinan bahwa tidak ada hari kebangkitan setelah kematian atau berkeyakinan bahwa itu hanya ilusi yang tidak ada dalam alam nyata, tidak ada surga dan neraka.

3. Berkeyakinan bahwa Rasul terakhir, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak jujur serta berkeyakinan bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan rasul terakhir. Keyakinan ini menyebabkan kekufuran meskipun orang yang meyakini hal ini tidak mengucapkannya.

4. Berkeyakinan bahwa berdoa atau beribadah kepada selain Allah Azza wa Jalla tidak apa-apa, seperti berdoa atau beribadah kepada para nabi, matahari, bintang-bintang atau lain sebagainya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah Karena Sesungguhnya Allah, dialah (Rabb) yang Hak dan Sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, Itulah yang batil, [al-Hajj/22:62]

Dan masih banyak dalil lain yang semakna. Jadi orang yang berkeyakinan bahwa seseorang boleh beribadah kepada selain Allah Azza wa Jalla berarti dia telah kafir. Jika keyakinan ini diucapkan dengan lisannya berarti dia kafir dengan dua sebab yaitu ucapan dan keyakinan. Jika ada yang seperti itu lalu dia juga berdo’a kepada selain Allah Azza wa Jalla berarti dia kafir dengan tiga sebab sekaligus, ucapan, keyakinan dan perbuatan.

Termasuk dalam point ini, apa yang dilakukan oleh para penyembah kuburan saat ini di berbagai daerah. Mereka mendatangi kuburan orang-orang yang dianggap shalih atau dianggap wali lalu mereka meminta tolong kepadanya. Orang yang melakukan seperti ini berarti dia telah kafir dengan tiga sebab yaitu keyakinan, perkataan dan perbuatan [7].

MURTAD DENGAN SEBAB RAGU
Jika ada seseorang yang meragukan kebenaran risalah yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau meragukan keberadaan hari kebangkitan setelah kematian atau keberadaan surga dan neraka, maka orang ini telah kafir. Meskipun dia masih shalat, puasa atau melakukan berbagai amal kebaikan, selama hatinya masih menyimpan keragu-raguan maka dia tetap kafir. Namun, yang perlu kita ingat, bahwa kita sebagai manusia hanya bisa menghukumi secara zhahir saja [8].

Artinya, jika kita melihat seseorang yang secara zhahir dia melakukan shalat, puasa, haji, zakat dan lain sebagainya, maka kita menghukumi dia sebagai seorang Muslim dan kita perlakukan sebagai seorang Muslim. Jika dia meninggal kita shalatkan dan dimakamkan sebagaimana syari’at Islam. Sedangkan keyakinan yang tersembunyi dalam hatinya, yakinkah dia ataukah ragu, beriman ataukah kafir, hanya Allah Azza wa Jalla yang tahu.

Inilah empat hal yang bisa menyebabkan seseorang menjadi murtad :
1. Mengucapkan kalimat kufur atau syirik, bukan karena terpaksa.
2. Meyakini suatu yang kufur atau syirik.
3. Melakukan perbuatan kufur atau syirik.
4. Ragu terhadap kebenaran dien yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Sebagai seorang Muslim yang mendambakan keselamatan dunia dan akhirat, maka seharusnya kita berusaha sekuat tenaga untuk menjaga agar jangan sampai keyakinan kita terhadap agama ini tidak terkikis sedikit demi sedikit akibat dari perbuatan kita sendiri, yang pada gilirannya nanti hilang. Na’ûdzubillâh.

Semoga Allah Azza wa Jalla menjauhkan kita dari segala yang bisa merusak atau membatalkan keislaman kita. Amin

MARÂJI :
- Majmû’ Fatâwâ Wa Maqâlât Mutanawwi’ah, Syaikh ‘Abdul Azîz bin ‘Abdillâh bin Bâz, Cet. Muassasah al-Haramain al-Khairiyyah
- Durûs Fi Syarhi Nawâqidhil Islâm, Syaikh Shâlih bin Fauzân al-Fauzân, Cet. Ketiga, Maktabatur Rusyd

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]


Kedustaan Syi'ah Atas Kota Suci Makkah Dan Madinah


Oleh
Ustadz Abu Minhâl


Adalah Makkah dan Madinah, dua tempat suci yang selalu memesona pandangan kaum muslimin. Kedudukan dua tanah suci ini menjadi tambatan hati mereka yang beriman kepada Allah Ta'ala dan meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Magnet dua tanah haram ini mengalahkan kota-kota lain di dunia. Terbukti, umat Islam selalu berbondong-bondong mengunjunginya, baik melalui ibadah haji maupun umrah.

Selain itu, dua kota ini juga menjadi benteng keimanan terakhir. Yaitu saat tempat-tempat lain dilanda kegoncangan iman. Disebutkan dalam hadits shahîh, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْإِيمَانَ لَيَأْرِزُ إِلَى الْمَدِينَةِ كَمَا تَأْرِزُ الْحَيَّةُ إِلَى جُحْرِهَا

"Sesungguhnya iman akan kembali ke Madinah seperti seekor ular yang kembali ke lubang sarangnya" [HR al-Bukhâri dan Muslim]

Dua kota suci ini aman dari terjangan fitnah Dajjâl, saat semua kota di dunia terjamah oleh fitnahnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menempatkan malaikat-malaikat untuk menjaga dua kota suci tersebut. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda mengisahkan perkataan Dajjal.

فَلَا أَدَعُ قَرْيَةً إِلاَّ هَبََطْتَهَا فِيْ أَرْبَعييْنَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَ طَيِّبَةٍ

"(Dajjal mengatakan) : Tidaklah aku membiarkan suatu daerah kecuali pasti aku singgahi dalam masa empat puluh malam, selain Mekkah dan Thaibah (Madinah)" [HR. Muslim]

Penjelasan Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam ini menjadi panutan kaum muslimin. Akan tetapi kaum Syi'ah memiliki keyakinan yang berbeda.

Menurut mereka, tempat suci yang mulia ialah kota Qum. Katanya, kedudukan kota ini lebih tinggi dari pada Ka'bah, Makkah dan Madinah. Terhadap hadits-hadits shahîh yang menegaskan keutamaan Makkah dan Madinah, mereka bersikap sebagaimana kaum Yahudi dan Nashara melakukan tahrîf (pembelokan) dan mengotak-atiknya, supaya makna yang dikandung hadits tersebut seolah mendukung hawa nafsu mereka.

Ulama hadits dari kalangan Syi'ah membelokkan hadits-hadits ini ke "kota suci" mereka, yaitu kota Qum di negeri Iran. Anggapan mereka, kota Qum itulah wilayah yang akan selamat dari fitnah Dajjâl, dan dari hantaman malapetaka maupun musibah. Begitu pula dengan penduduknya. Jadi menurut mereka bukan Makkah atau Madinah.

Dalam Bihârul-Anwâr (57/213), seorang tokoh Syi'ah yang bernama al-Majlisi berkata: "Sungguh, malapetaka terjauhkan dari kota Qum dan para penduduknya. Akan datang suatu masa, saat kota Qum dan para penduduknya akan menjadi hujjah di hadapan seluruh makhluk. Peristiwa itu terjadi saat imam kita 'alaihis-salâm masih dalam masa pertapaan sampai pada saat kemunculannnya. Kalau tidak demikian, niscaya bumi akan menenggelamkan penghuninya. Sungguh malaikat-malaikat menghalangi musibah-musibah atas kota Qum dan penduduknya. Tidaklah seseorang yang bertangan besi berniat buruk kepadanya kecuali akan dilumpuhkan oleh Dzat yang mengalahkan para perusak itu dan akan menyibukkannya dengan musibah, malapetaka maupun musuh. Dan Allah akan membuat orang-orang tersebut melupakan kota Qum dan penduduknya, sebagaimana mereka telah melupakan Allah".

Selanjutnya al-Majlisi mengatakan, telah diriwayatkan melalui beberapa sanad dari ash-Shâdiq alaihis-salâm, bahwa beliau bercerita tentang kota Kufah dengan penuturannya: "Kota Kufah akan kosong dari kaum mukminin. Ilmu akan menjauh darinya, seperti seekor ular menjauhi sarangnya. Setelah itu, ilmu akan terlihat di suatu daerah yang bernama Qum. Akhirnya, ia menjadi sumber ilmu dan keutamaan. Sampai orang yang teraniaya tidak memiliki lagi hujjah dalam agama. Seandainya tidak demikian, niscaya bumi akan menenggelamkan penghuninya dan tidak ada hujjah apapun yang tersisa. Dari sana (Qum) ilmu menyebar luas menuju seluruh negeri di Timur dan Barat. Maka, hujjah Allah akan sempurna di hadapan para makhluk, sehingga tidak ada seorang pun yang tidak tersentuh ilmu dan agama di dunia ini. Kemudian, muncullah sang imam 'alaihis-salâm untuk mendatangkan kemarahan dan kemurkaan Allah kepada para hamba-Nya. Sesungguhnya Allah tidak membalas dendam kepada para hamba selain karena mereka telah mengingkari hujjah".

Di bagian lain, halaman 214, ia membual: "Dari Ahmad bin Muhammad bin 'Isâ dari al Hasan bin Mahbûb dari Abu Jamîlah al Mufadhdhal bin Shâlih dari seorang lelaki dari Abu 'Abdillah 'alaihis-salâm, ia berkata: "Jika malapetaka telah menimpa di seluruh negeri, maka bergegaslah ke kota Qum dan tempat di sekitarnya dan penjuru-penjurunya. Sesungguhnya malapetaka tertolak di dalamnya".

Tentang kota Qum, Muhammad Bâqir al-Majlisi mengatakan dalam Bihârul-Anwâr (2/207): Dari ash-Shâdiq Ja'far bin Muhammad 'alaihis-salâm, ia berkata: Ayahku telah menceritakan kepadaku dari kakekku dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah bersabda:

Dalam perjalanan Isra` menuju langit, Jibrîl memanggulku di atas bahu kanannya. Aku menyaksikan daerah berwarna merah di dataran yang tinggi. Lebih indah warnanya dibandingkan za'farân, lebih harum ketimbang aroma misk. Tiba-tiba muncul seorang yang sudah tua-renta mengenakan burnus.
Maka aku bertanya kepada Jibrîl: "Tempat apakah yang berwarna merah ini yang lebih indah dari za'farân dan lebih wangi dari minyak misik".
Jibriil menjawab,"Itu adalah tempat para pembelamu dan pembela 'Ali?"
Kemudian aku bertanya: "Siapakah orang tua yang mengenakan burnus?"
Jibriil menjawab,"Ia adalah Iblis."
Aku bertanya,"Apa yang ia inginkan dari mereka (penduduknya)?"
Jibriil menjawab, "Ia ingin memalingkan mereka dari penetapan kepemimpinan Amirul- Mukminîn ('Ali bin Abi Thâlib) dan mengajaknya untuk berbuat fasik dan kejahatan,"
Aku berkata,"Wahai Jibrîl, tolong turunkan aku kepada mereka," maka Jibrîl membawaku kepada mereka melebihi kecepatan kilat yang menyambar dan pandangan yang berkedip.
Kemudian aku berkata: "Qum (berdirilah) wahai makhluk terlaknat (Iblis). Ganggulah musuh-musuh mereka (Ahli Sunnah) pada harta-harta, anak-anak dan istri-istri mereka. Sesungguhnya para pembelaku dan pembela 'Ali, tidak ada kekuatan atas dirimu untuk menguasai mereka".

Sejak itulah ia dinamakan kota Qum.

Di tempat lain (57/207), al-Majlisi berkata: Ali bin Muhammad al-'Askari dari ayahnya dari kakeknya Amirul-Mukminin 'alaihimus-salâm, ia berkata: Rasulullah berkata: Pada perjalanan Isra`ku ke langit tingkat empat, aku melihat sebuah kubah yang terbuat dari permata, memiliki empat tiang dan empat pintu. Nampak seolah-olah sutera hijau.

Aku bertanya,"Wahai Jibrîl, kubah apakah seindah itu yang tidak aku saksikan di langit empat?"

Jibrîl berkata,"Wahai kekasihku Muhammad. Itu adalah gambar kota yang bernama Qum. Disana akan berkumpul para hamba Allah yang beriman, menunggu engkau dan syafaatmu pada hari Kiamat dan hari Hisab …".
Riwayat dusta lain yang menceritakan keutamaan kota Qum dan penduduknya, konon riwayat itu disampaikan al-Hasan bin 'Ali bin al-Husain dari Abu 'Abdillah ash-Shâdiq 'alaihimus-salâm, bahwa ada seorang lelaki menemuinya sembari bertanya: "Wahai keturunan Rasulullah, aku ingin bertanya suatu masalah yang belum pernah ditanyakan orang lain sebelumku dan tidak akan ditanyakan orang setelahku?"

Ia bertanya,"Apakah tentang hari penghimpunan makhluk dan kebangkitan mereka?"

Lelaki itu menjawab,"Iya benar, demi Dzat yang mengutus Muhammad dengan kebenaran sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan. Aku tidak ingin menanyakan kecuali tentang itu".

Ia menjelaskan: "Seluruh umat manusia akan dihimpun di Baitul-Maqdis, kecuali (penduduk) daerah yang disebut Qum. Mereka menjalani hisab di kubur-kubur mereka, dan (setelah itu) dihimpun menuju surga," kemudian ia menambahkan: "Penduduk kota Qum, mereka telah diampuni".

Lelaki itu pun melompat sembari berkata: "Wahai putra Rasulullah, apakah itu khusus bagi penduduk kota tersebut?".

Ia menjawab,"Iya, benar, bagi mereka dan orang-orang yang berkeyakinan seperti mereka."

Kitab-kitab Syi'ah dan buku-buku rujukan utama mereka sarat dengan muatan-muatan ini. Mereka beranggapan bahwa negeri-negeri kaum muslimin dan bangsa Arab merupakan negeri yang buruk, dan tidak ada kebaikan sedikit pun di dalamnya. Kebaikan hanya menaungi wilayah-wilayah yang mereka tempati, terutama kota Qum.

Pernyataan mereka dapat ditelusur dalam buku-buku utama yang menjadi rujukan Syi'ah, bukan tuduhan yang tanpa alasan. Ini perlu diketahui oleh kaum muslimin agar tetap menyadari betapa besar kebencian dan kedengkian kaum Syi'ah kepada kaum Muslimin, pengikut Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Padahal jika dinalar secara sederhana saja, riwayat yang dibawakan oleh orang-orang Syi'ah itu sangat bertentangan dengan logika dan kenyataan yang ada. Sebagaimana terlihat semenjak zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, negeri Persia tempat kota Qum terpetakan merupakan basis kaum Majusi. Sebuah bangsa yang tidak beriman kepada Allah. Sesembahan mereka ialah api, yang sangat jelas tidak sebanding dengan keutamaan manusia. Sama sekali tidak ada unsur tauhid. Disebutkan dalam hadits, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan bahwa Persia akan takluk di bawah kaki kaum muslimin.

Oleh karena itu, bagaimana mungkin Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan keturunannya menyanjung kota Qum yang memiliki karakter seperti itu? Hal ini, tentu berbeda dengan jazirah Arab dan Syam yang memang menjadi tempat para nabi dan rasul Allah.
Wallahul-Hâdi.

(Diadaptasi dari tulisan Syaikh Jamâl Sa'ad Hâtim, berjudul Mâ Dzâ Qâla asy-Syâ'ah 'an Ahli Haramain wasy-Syâm, dalam Majallah at-Tauhîd, 424 hlm. 36, Rabi'ul-Awwal 1428 H)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

http://almanhaj.or.id/

No comments:

Post a Comment