Sunday, July 13, 2014

Fatwa Untuk Muslim seluruh dunia atas (Pembunuhan, Pengepungan Dan Pengeboman terhadap rakyat Palestina di Jalur Ghaza)

Fatwa Untuk Muslim seluruh dunia atas (Pembunuhan, Pengepungan Dan Pengeboman terhadap rakyat Palestina di Jalur Ghaza)


FATWA PALESTINA

Oleh
Lajnah Da`imah Lilbuhuts al-Ilmiyah Wa al-Ifta`



Komite Tetap Untuk Penelitian Ilmiyah Dan Fatwa (Lajnah Da`imah Lilbuhuts al-Ilmiyah Wa al-Ifta`) mengeluarkan penjelasan tentang peristiwa pembunuhan, pengepungan dan pengeboman yang terjadi di Jalur Ghaza.

Berikut ini adalah teks penjelasan tersebut :

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَبَعْدُ :

Komite Tetap Untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa (Lajnah Dâ`imah lilbuhûts al-Ilmiyah wa al-Iftâ`) di Saudi Arabia merasa berduka cita dan merasakan sedih atas apa yang sedang menimpa saudara-saudara kita di Palestina, khususnya di Ghaza berupa kezhaliman, pembunuhan terhadap anak-anak, wanita dan orang-orang jompo, merusak kehormatan dan penghancuran terhadap rumah-rumah dan tempat-tempat strategis serta menebarkan rasa takut. Ini jelas merupakan kejahatan dan kezhaliman terhadap masyarakat Palestina.

Peristiwa menyedihkan ini seharusnya menjadikan kaum Muslimin bersatu bersama kaum Muslimin Palestina, saling tolong-menolong bersama mereka, membantu serta berupaya keras menghilangkan kezhaliman ini dari mereka dengan berbagai sebab dan sarana yang bisa dilakukan. Sebagai wujud ukhuwah Islamiyah dan ikatan iman.

Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

"Sesungguhnya orang-orang Mu'min itu bersaudara". [al-Khujurât/49:10]

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain". [at-Taubah/9:71]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ

"Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya seperti bangunan yang saling mengokohkan’. Dan beliau menjalin antara jari-jemari beliau" [Muttafaq ‘Alaihi].

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

"Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan, kasih dan sayang mereka seperti satu tubuh. Apabila aa salah satu anggota tubuh sakit maka mengakibatkan seluruh tubuh menjadi demam dan tidak bisa tidur". [Muttafaq ‘Alaihi].

Juga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلاَيَسْلِمُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ رواه مسلم

"Seorang Muslim adalah saudara Muslim lainnya, ia tidak menzhaliminya, tidak merendahkannya, tiak menyerahkannya (kepada musuh) dan tidak menghinakannya" [HR Muslim]

Pertolongan ini mencakup banyak hal sesuai dengan kemampuan dan keadaan, baik bantuan itu berwujud materi ataupun maknawi (spirit); baik yang berasal dari individu-individu kaum Muslimin berupa harta, makanan, obat-obatan, pakaian dan lain sebagainya, atau pun bantuan dari pihak negara-negara arab dan Islam dengan mempermudah pendistribusian bantuan-bantuan tersebut kepada kaum muslimin yang membutuhkan bantuan serta mengambil sikap yang benar serta membela kepentingan kaum Muslimin yang sedang membutuhkan bantuan itu di berbagai acara, perkumpulan dan pertemuan tingkat internasional atau nasional. Semua ini termasuk tolong-menolong pada kebenaran dan taqwa yang diperintahkan dalam firman Allah Azza wa Jalla :

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ

"Tolong-menolonglah kalian diatas kebaikan dan takwa". [al-Mâidah/5:2].

Juga termasuk membantu adalah memberikan nasehat dan menunjukkan sesuatu yang membawa kebaikan dan kemaslahatan buat mereka. Diantara bantuan yang teragung adalah berdo’a buat mereka di setiap waktu, semoga Allah Azza wa Jalla menghilangkan cobaan dan musibah besar ini, memperbaiki keadaan mereka dan meluruskan amal dan perkataan mereka.

Demikian. Dan kami berwasiat kepada saudara-saudara kami kaum Muslimin di Palestina agar tetap bertaqwa kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, sebagaimana kami juga mewasiatkan kepada mereka agar bersatu dalam kebenaran, tidak berpecah belah dan tidak bertikai serta tidak memberikan kesempatan kepada musuh untuk menghina dan berbuat lebih zhalim lagi.

Kami menganjurkan kepada saudara-saudara kami untuk melakukan tindakan-tindakan dalam rangka menghilangkan kezhaliman di daerah mereka sambil terus beramal dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengharapkan ridha-Nya dan isti’anah (memohon bantuan) kepada Allah melalui kesabaran dan shalat serta tetap bermusyawarah dengan para ulama dalam segala urusan mereka. Karena itu adalah tanda mendapatkan hidayah dari Allah.

Sebagaimana juga kami mengajak para cendikiawan dunia dan masyarakat internasiobnal secara umum agar melihat musibah ini dengan baik dan adil untuk memberikan masyarakat Palestina apa yang menjadi hak-hak mereka dan menghilangkan kezhaliman. Sehingga mereka bisa hidup mulia.

Dan pada kesempatan ini juga, kami berterima kasih kepada semua negara dan individu yang telah berperan dalam membela dan membantu kaum Muslimin Palestina.

نَسْأَلُ اللهَ بِأَسْمَائِهِ الْحُسْنَى وَصِفَاتِهِ الْعُلاَ أَنْ يَكْشِفَ الْغُمَّةَ عَنْ هَذِهِ الأُمَّةِ ، وَأَنْ يُعِزَّ دِيْنَهُ ، وَيُعْلِيَ كَلِمَتَهُ وَأَنْ يَنْصُرَ أَوْلِيَاءَهُ ، وَأَنْ يَخْذُلَ أَعْدَاءَهُ ، وَأَنْ يَجْعَلَ كَيْدَهُمْ فِي نُحُوْرِهِمْ ، وَأَنْ يَكْفِيَ الْمُسْلِمِيْنَ شَرَّهُمْ ، إِنَّهُ وَلَيُّ ذَلِكَ وَالْقَادِرُ عَلَيْهِ

Kami memohon kepada Allah Azza wa Jalla dengan nama-nama-Nya yang paling baik dan sifat-sifat-Nya yang paling tinggi agar menghilangkan penderitaan dari umat ini, agar menjadikan agama ini berjaya, agar meninggikan kalimat-Nya serta membantu para wali Allah, agar menghinakan para musuh-musuh-Nya, agar membalikkan tipu daya para musuh ini kepada mereka sendiri dan agar melindungi kaum Muslimin dari kejahatan musuh-musuh-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa untuk melakukan itu.

وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

Mufti Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua Majlis Ulama Besar
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alu Syaikh
Riyadh, tanggal 3 Muharam 1430 H / 31 Desember 2008 M
Sumber : www.saaid.net. Diterjemahkan oleh Kholid Syamhudi.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]

Sunday, July 6, 2014

Sesungguhnya di Surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama ar-Rayyan. Dari pintu itu orang-orang yang berpuasa akan masuk pada hari Kiamat kelak.


Sesungguhnya di Surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama ar-Rayyan. Dari pintu itu orang-orang yang berpuasa akan masuk pada hari Kiamat kelak.




Keutamaan-Keutamaan Puasa Dan Rahasia-Rahasianya

Oleh
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Ath-Thayyar


PENDAHULUAN
Puasa merupakan tempat pembinaan bagi setiap muslim untuk membina dirinya, di mana masing-masing mengerjakan amalan yang dapat memperbaiki jiwa, meninggikan derajat, memotivasi untuk mendapatkan hal-hal yang terpuji dan menjauhkan diri dari hal-hal yang merusak. Juga memperkuat kemauan, meluruskan kehendak, memperbaiki fisik, menyembuhkan penyakit, serta mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya. Dengannya pula berbagai macam dosa dan kesalahan akan diampuni, berbagai kebaikan akan semakin bertambah, dan kedudukan pun akan semakin tinggi.

Allah Ta’ala telah mewajibkan bagi kaum muslimin untuk menjalankan puasa sepanjang bulan Ramadhan, bulan tersebut merupakan sayyidusy syuhuur (penghulu bulan-bulan lainnya), padanya dimulai penurunan al-Qur-an. Bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan, pendekatan diri, kebajikan, kebaikan, sekaligus sebagai bulan pengampunan, rahmat dan keridhaan. Padanya pula tedapat Lailatul Qadar yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Mengenai keutamaan bulan ini dan puasa pada bulan ini telah disebutkan dalam banyak hadits, dan yang dapat kami sebutkan di antaranya:

1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ صَائِمًا فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ (مَرَّتَيْنِ)، وَالَّذِيْ نَفْسِي بِيَدِهِ، لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، اَلصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا."

“Puasa itu adalah perisai. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara kalian berpuasa, maka janganlah dia berkata-kata kotor dan tidak juga berlaku bodoh. Jika ada orang yang memerangi atau mencacinya, maka hendaklah dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’ (sebanyak dua kali). Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah Ta’ala daripada aroma minyak kesturi, di mana dia meninggalkan makanan, minuman, dan nafsu syahwatnya karena Aku (Allah). Puasa itu untuk-Ku dan Aku akan memberikan pahala karenanya dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya.” [1]

2. Hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ."

“Kesalahan seseorang terhadap keluarga, harta dan tetangganya akan dihapuskan oleh shalat, puasa dan shadaqah.” [2]

3. Hadits yang diriwayatkan dari Sahl Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَاباً يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائِمُوْنَ؟ فَيَقُوْمُوْنَ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوْا أُغْلِقُ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ."

‘Sesungguhnya di Surga itu terdapat satu pintu yang diberi nama ar-Rayyan. Dari pintu itu orang-orang yang berpuasa akan masuk pada hari Kiamat kelak. Tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka. Ditanyakan, ‘Mana orang-orang yang berpuasa?’ Lalu mereka pun berdiri. Tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu itu selain mereka. Jika mereka sudah masuk, maka pintu itu akan ditutup sehingga tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.’” [3]

4. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ."

‘Jika Ramadhan tiba, maka pintu-pintu Surga dibuka.’” [4]

5. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أبْوَابُ السَّمَاءِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِيْنُ."

‘Jika bulan Ramadhan telah masuk, maka pintu-pintu langit akan dibuka dan pintu-pintu Jahannam akan ditutup dan syaitan-syaitan pun dibelenggu.’”[5]

6. Hadits yang juga diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ."

‘Barangsiapa bangun pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala maka akan diberikan ampunan kepadanya atas dosanya yang telah lalu.’” [6]

BEBERAPA RAHASIA PUASA
Puasa merupakan sarana paling tangguh untuk membantu memerangi hawa nafsu serta menekan nafsu syahwat sekaligus sebagai sarana pensucian jiwa dan pemberhentiannya pada batas-batas Allah Ta’ala, di mana dia akan menahan lisannya dari berbicara sia-sia, mencela, serta menyerang kehormatan orang lain, berusaha menyebar ghibah (menceritakan kejelekan atau aib orang) dan namimah (mengadu domba) ke tengah-tengah mereka, puasa juga dapat menundukkan tipu daya, pengkhianatan, kecurangan, muslihat, serta mencegah upaya melakukan perbuatan keji, memakan riba, menyuap dan memakan harta manusia dengan cara yang bathil serta berbagai macam penipuan. Selain itu, puasa juga mendorong seorang muslim untuk sesegera mungkin mengerjakan perbuatan baik, baik itu shalat maupun zakat dengan cara yang benar serta menyalurkan kepada pihak-pihak yang telah ditentukan oleh syari’at. Dia juga akan berusaha mengeluarkan shadaqah serta melakukan hal-hal yang bermanfaat, berkeinginan keras untuk memperoleh rizki yang halal dan menghindarkan diri dari perbuatan dosa dan keji.[7]

Dengan demikian, di dalam puasa itu terkandung banyak keutamaan yang sangat agung. Selain itu juga memiliki berbagai rahasia besar yang sebagian di antaranya telah diketahui oleh banyak orang, sedang sebagian lainnya tidak diketahui.

Dan di antara rahasia dan manfaat puasa yang paling tampak jelas adalah sebagai berikut:

PUASA MERUPAKAN METODE YANG MANTAP UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN
Di antara manfaat puasa yang agung adalah sebagai sarana menyiapkan seorang muslim dengan kekuatan yang menjadikannya mampu untuk melakukan perubahan pada dirinya sendiri. Dia dapat melakukan latihan melalui puasa sehari-hari sehingga dia dapat menahan diri dari setiap hal yang dia sukai dan cintai. Dan kepada penguasa nafsu dan syahwat, dia akan mengatakan, “Tidak.”

Sungguh jawaban yang hebat jika berada dalam keridhaan Allah. Jika seorang muslim mampu mengatakan hal tersebut, berarti dia telah berhasil mewujudkan kehormatan dan kedudukan yang tinggi atas syahwat dan ketamakannya. Sedangkan orang-orang yang tidak berpuasa adalah orang yang tidak pernah mampu mengendalikan gejolak jiwa mereka, bahkan mereka selalu tunduk kepada syahwat dan keinginan mereka. Mereka adalah budak-budak yang hina, bahkan lebih buruk dari budak-budak manusia. Seorang penya’ir telah mengungkapkan:[9]

“Kalau bukan karena kesulitan, niscaya umat manusia ini
secara keseluruhan akan menjadi terhormat,
Kedermawanan semakin langka
dan keberanian berarti perang.”

PUASA SEBAGAI CARA PENGGEMBLENGAN TENTARA
Kehidupan militer dengan segala hal yang diharuskannya, baik itu berupa kekerasan, kekasaran, ketegaran, ketundukan pada perintah, serta kedisiplinan pada arahan-arahan komandan. Dan kita bisa dapatkan perwujudan secara praktis pada puasa.

Yang demikian itu karena puasa merupakan sarana penggemblengan kekuatan fisik yang mengharuskan pelakunya menempuh satu manhaj (metode) tersendiri dalam kehidupannya, di mana tiang penyangganya berupa ketegaran, larangan, dan bersabar atas pahit getirnya rasa lapar dan panasnya rasa haus, kelelahan fisik dalam mengendalikan diri serta menahan hawa nafsu dan mengekang keinginannya, seakan-akan seorang muslim yang berpuasa itu adalah seorang tentara yang siap mendengar dan mentaati serta menjalankan perintah Rabb-nya tanpa penolakan atau pembangkangan.

Jika seorang tentara itu tunduk dan berpegang pada perintah serta menjalankannya di bawah pengawasan komandan, maka orang yang berpuasa (sedang) menjalankan perintah tanpa pengawasan dari seorang pun, kecuali dari Allah Yang Mahahidup lagi Mahaberdiri sendiri, yang tidak akan pernah lengah dan tidur, Mahasuci Allah lagi Mahatinggi.

PUASA MEMPERKUAT KEINGINAN
Puasa dapat memperkuat keinginan, mendorong kemauan, mengajarkan kesabaran, membantu menjernihkan fikiran, menghidupkan pemikiran, dan mengilhami pendapat yang cerdas jika seorang yang berpuasa dapat melangkah ke fase relaks (santai), serta melupakan berbagai rintangan yang muncul akibat waktu luang dan terkadang keputusasaan, dan ketika seseorang memiliki keinginan yang kuat sehingga dia mampu mengatakan kepada pelaku kemunkaran, “Ini munkar.” Dia juga bisa menghadapi segala bentuk hal-hal negatif yang ada di masyarakat. Sehingga dengan demikian, dia telah menjadi seorang anggota masyarakat yang dinamis, yang akan membangun dan tidak merusak, serta melakukan perbaikan dan tidak melakukan peng-hancuran.

Ketika suatu bangsa memiliki keinginan yang kuat dan besar, maka dia tidak akan memperkenankan agresor atau penjajah untuk menginjakkan kaki ke tanahnya atau ikut campur dalam menentukan perjalanan hidupnya. Dengan kekuatan tersebut, ia juga akan mampu meraih kemenangan di medan pertempuran melawan kebodohan, keterbelakangan, melawan nafsu syahwat, serta sanggup menembus segala rintangan pembangunan dan kemajuan.

Syaikh ad-Dausari rahimahullah mengatakan, “Membangun keinginan yang kuat di dalam diri bukanlah suatu hal yang mudah. Berbagai kalangan, baik perkumpulan (organisasi) maupun kalangan militer telah berusaha membangun keinginan yang kuat kepada masyarakat masa kini. Padahal, Islam telah mendahului mereka dalam hal tersebut pada 14 abad yang lalu. Cukup besar kebutuhan seorang muslim, khususnya untuk memiliki keinginan kuat dan kemauan yang keras. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk berjuang melawan sakit akibat rasa lapar dan haus dalam menjalankan puasa.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi seorang muslim yang berpuasa untuk tidak melakukan hal-hal yang merusak kekuatan ini setelah berbuka, mengucilkan atau menghinakannya sehingga pada malam harinya dia akan merusak kuatnya keinginan yang telah dia bangun pada siang harinya.[10]

PUASA MEMBENTUK AKHLAK MULIA
Puasa merupakan tempat penggemblengan diri bagi orang yang menjalankannya untuk membentuk akhlak mulia, akhlak ketakwaan, kebajikan, kebaikan, kepedulian, tolong-menolong, kasih sayang, kecintaan, kesabaran, dan akhlak mulia lainnya yang dibangun oleh puasa pada diri orang yang menjalankannya.

Puasa dapat membentuk muraqabah (rasa selalu berada dalam pengawasan Allah) bagi pelakunya. Bagi dirinya ada satu penjaga umum yang selalu mengawasi dirinya agar tidak ada sesuatu pun yang bersumber dari dirinya yang bertentangan dengan syari’at. Dialah yang membinanya dari dalam sehingga darinya muncul amal-amal lahiriah yang tunduk pada pengawasan ini.

Pernahkah engkau melihat orang yang berpuasa dengan penuh kejujuran dan kesungguhan kepada Rabb-nya melakukan kebohongan kepada orang lain? Pernahkah engkau melihatnya secara tulus ikhlas menjalankan puasanya dan kemudian melakukan kemunafikan di masyarakat? Sesungguhnya keikhlasan itu merupakan satu bagian utuh yang tidak mungkin dipisahpisahkan, di mana puncaknya adalah ikhlas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, barangsiapa yang tulus ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka sangat mustahil baginya untuk melakukan penipuan, kecurangan atau berkhianat. Oleh karena itu, puasa merupakan salah satu faktor dasar sekaligus pendalaman akhlak, pembangunan sekaligus pembentukannya untuk mengambil satu sifat amaliyah (perbuatan) yang semuanya berkumpul pada buahnya yang cukup jelas yang telah diingatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam kitab-Nya: (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ)“Agar kalian bertakwa.”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Puasa memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam menjaga anggota tubuh yang bersifat lahiriah dan juga kekuatan bathin serta melindunginya dari faktor-faktor pencemaran yang merusak. Jika faktor-faktor pencemaran tersebut telah menguasai dirinya, maka ia akan rusak.

Dengan demikian, puasa akan menjaga kejernihan hati dan kesehatan anggota badan sekaligus akan mengembalikan segala sesuatu yang telah berhasil dirampas oleh nafsu syahwat. Puasa merupakan pembantu yang paling besar dalam merealisasikan ketakwaan…”[11]

PUASA MEWUJUDKAN KETENANGAN JIWA
Pergolakan akan berlangsung terus-menerus antara jiwa yang menyuruh berbuat kejahatan dengan jiwa yang menyuruh berbuat kebaikan. Setiap kemaksiatan yang dilakukan oleh seorang muslim adalah akibat dari penguasaan jiwa yang memerintahkan berbuat kejahatan. Sedangkan setiap upaya pendekatan kepada Allah yang dilakukan oleh seorang muslim adalah senjata kuat yang digunakan oleh jiwa yang memerintahkan berbuat kebaikan.

Oleh karena itu, puasa akan membangun kekuasaan jiwa, menguatkan serta meneguhkannya untuk melaksanakan risalahnya dan memfungsikan perannya dalam menjaga kedamaian dan ketenangan dalam diri seseorang. Peranan penting dari kekuasaan jiwa itu adalah pengarahan melalui kecaman dan teguran yang keras setiap kali gangguan jiwa berupaya untuk mengajak kepada kejahatan, memperdayanya atau menjebaknya agar tunduk kepadanya. Demikianlah, berbagai pertempuran bersembunyi di dalam jiwa dan berbagai kekuatan kebaikan akan menang, yang selanjutnya kedamaian dan rasa aman akan menyelimut dalam jiwa, kemudian beralih ke seluruh anggota badan sehingga bagian yang lain pun menikmati rasa aman dan ketenangan. Akhirnya semua kebaikan terealisasi bagi setiap muslim yang menjalankan puasa.

PUASA MERUPAKAN SALAH SATU WUJUD DARI KESATUAN UMAT ISLAM
Puasa merupakan satu penampakan praktis dari berbagai penampakan kesatuan kaum muslimin, kesetaraan antara si kaya dan si miskin, penguasa dan rakyat, orang tua dan anak kecil, serta laki-laki dan perempuan. Mereka berpuasa untuk Rabb mereka, seraya memohon ampunan-Nya dengan menahan diri dari makan pada satu waktu dan berbuka dalam satu waktu juga. Mereka sama-sama mengalami rasa lapar dan berada dalam pelarangan yang sama di siang hari, sebagaimana mereka mempunyai kedudukan yang sama dalam mengibarkan syi’ar-syi’ar lain yang berkenaan dengan puasa.

Dengan demikian, puasa merealisasikan semacam kesatuan tujuan, rasa, nurani, dan tempat kembali di masyarakat yang berpuasa.

Secara keseluruhan, umat Islam berdiri dalam satu barisan pada satu musim tertentu setiap tahun dan dalam beberapa hari tertentu di antara seluruh umat manusia ini. Ia merupakan barisan penghubung antara bangsa-bangsa yang kuat, antara komponen dari umat Islam secara keseluruhan, meskipun tempat tinggal mereka berjauhan dan berada dalam satu ikatan yang ditempatkan di hadapan satu pengalaman, yang memiliki satu pengaruh dan dalam satu penampakan kebersamaan.

Dengan demikian, hati dan perasaan mereka akan menjadi semakin erat dan akrab sehingga menjadi satu hati yang mengarah kepada kehidupan dengan satu pandangan.

Inilah satu teladan yang baik bagi persatuan antara berbagai masyarakat dari umat ini, bahkan sebagai teladan yang ideal bagi setiap kesatuan dalam kehidupan ini. Sebab, ia merupakan kesatuan yang bersumber dari nurani dan menciptakan masa depan serta tempat kembali dan membangkitkan berbagai kemuliaan dari dalam diri yang nampak secara lahiriahnya, sehingga terwujudnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka bertakwalah kepada-Ku.” [al-Mu’minun/23: 52]

Kesatuan yang diwujudkan oleh puasa ini merupakan kesatuan permulaan, karena ia merupakan buah dari ibadah yang sungguh-sungguh.

Kesatuan nurani, karena ia bersumber dari amal perbuatan perasaan yang didasarkan pada perencanaan jiwa kemanusiaan.

Kesatuan tempat kembali, karena ia menggiring umat ini secara keseluruhan kepada satu tempat kembali yang berakhir padanya dan berdiam di sana, yaitu takwa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikannya sebagai buah dari puasa.

Kesatuan rasa, karena ia menyatukan rasa dan perasaan umat pada satu tujuan dan menempatkannya pada satu jalan.

Kesatuan ‘aqidah, karena ia bersumber dari keimanan dan keyakinan dan bertengger di udara takwa dan ibadah.[12]

Dalam penampilannya yang cukup mengesankan, kesatuan ini memberikan gambaran yang benar mengenai kesatuan besar yang menyamaratakan semua anggota umat meskipun terdapat perbedaan jenis, warna kulit, dan kebangsaan. Jika engkau ingin membuktikan hal tersebut, silakan arahkan pandangan-mu pada saat berbuka di negara yang aman, di Baitullah, untuk menyaksikan ratusan ribu orang yang berbuka bersama dalam satu waktu. Pernahkah engkau menyaksikan tampilan kesatuan yang lebih jelas dari ini? Pada hakikatnya, yang buta itu bukanlah pandangan mata, tetapi hati yang ada di dalam dada.

PUASA MEMILIKI PENGARUH BESAR BAGI KESEHATAN SECARA UMUM
Sesungguhnya pada puasa itu terkandung kesehatan yang besar dengan semua maknanya, baik kesehatan badan, perasaan, maupun rohani.

Dengan demikian, puasa dapat memperbaharui kehidupan seseorang dengan diperbaharuinya sel-sel dan dibuangnya sel-sel yang sudah tua dan mati serta diistirahatkannya perut dan organ pencernaan. Puasa juga dapat memberikan perlindungan terhadap tubuh, membersihkan perut dari sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna dan juga dari kelembaban yang ditinggalkan oleh makanan dan minuman.

Banyak para dokter menyebutkan berbagai manfaat puasa, di antaranya bahwa puasa dapat mempertahankan kelembaban insidentil sekaligus membersihkan pencernaan dari racun yang ditimbulkan oleh makanan yang tidak sehat, dan mengurangi lemak di perut yang sangat berbahaya bagi jantung, yang ia sama seperti pengasingan kuda yang akan dapat menambah kekuatannya untuk bergerak dan lari.

Sedangkan kesehatan rohani yang ditimbulkan oleh puasa adalah berupa bimbingan yang diberikan kepada orang-orang yang berpuasa karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengetahui tujuan dari penciptaan mereka, mempersiapkan mereka untuk mengambil semua sarana takwa yang akan melindunginya dari kehinaan, kerendahan, dan kerugian di dunia dan akhirat. Pada akhirnya hati mereka menjadi selamat dari penyakit syubhat dan penyakit syahwat yang telah menimpa banyak orang.

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz telah mengatakan, “Pada puasa itu terdapat banyak manfaat dan hikmah yang besar, di antaranya adalah pembersihan, penggemblengan dan pensucian jiwa dari akhlak tercela dan sifat-sifat buruk, seperti tamak, rakus dan kikir, untuk kemudian dibiasakan dengan akhlak mulia seperti sabar, santun, dermawan, murah hati, dan pengerahan jiwa untuk mengerjakan segala hal yang diridhai Allah dan dapat mendekatkan diri kepada-Nya.

Manfaat puasa lainnya adalah membuat seorang hamba dapat memahami dirinya sendiri dan juga kebutuhannya, kelemahan dan kebutuhan dirinya akan Rabb-nya, juga mengingatkan diri akan keagungan nikmat Allah yang diberikan kepadanya, dan mengingatkan akan kebutuhan saudara-saudaranya yang hidup miskin, sehingga mengharuskan dirinya untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus memohon pertolongan agar dilimpahkan berbagai kenikmatan untuk selalu mentaati-Nya serta mengasihi saudara-saudaranya yang hidup miskin sekaligus dapat berbuat baik kepada mereka.

Selain itu, manfaat puasa juga dapat membersihkan tubuh dari pencemaran yang buruk dan memberikan kesehatan serta kekuatan. Hal tersebut telah diakui oleh banyak dokter. Bahkan mereka telah banyak mengobati pasien mereka dengan menggunakan puasa ini.” [13]

[Disalin dari buku Meraih Puasa Sempurna, Diterjemahkan dari kitab Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab, karya Dr. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerjemah Abdul Ghoffar EM, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/22) dan Shahiih Muslim (III/157))
[2]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/22) dan Shahiih Muslim (III/173))
[3]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/23) dan Shahiih Muslim (III/157))
[4]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/23) dan Shahiih Muslim (III/121))
[5]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/23) dan Shahiih Muslim (III/121))
[6]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/23) dan Shahiih Muslim (III/177))
[7]. Ash-Shaum karya Syaikh ‘Abdurrahman ad-Dausari, hal. 16.
[8]. Syaikh Abdurrahman ad-Dausari t secara panjang lebar telah menguraikan manfaat puasa. Demikian pula Ustadz Taufiq Sab’u. Bagi yang berminat, silakan merujuknya. Ash-Shaum (hal. 16) dan hal. 87.
[9]. Yang mengungkapkan sya’ir ini adalah al-Mutanabbi. Lihat Diiwaan Abi Thayyib oleh al-Mutanabbi, dengan syarah Abul Baqa’ al-‘Ukbari (III/287).
[10]. Ash-Shaum, karya Syaikh ad-Dausari, hal. 23.
[11]. Zaadul Ma’aad (I/320).
[12]. Lihat kitab Haakadzaa Nashuum, hal. 161 dan seterusnya.
[13]. Ma’ar Rasuul fii Ramadhaan, ‘Athiyyah Muhammad Salim (kitab ini dibe-rikan muqaddimah oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz, hal. 5).

Thursday, July 3, 2014

Meraih Ampunan di bulan Ramadhan, Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian, dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa, lalu mereka akan memohon ampun kepada Allah, lalu Dia akan mengampuni mereka. [HR. Muslim, no. 2749]



Meraih Ampunan di bulan Ramadhan, Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian, dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa, lalu mereka akan memohon ampun kepada Allah, lalu Dia akan mengampuni mereka. [HR. Muslim, no. 2749]

Oleh
Syaikh Sa‘d bin Sa‘îd al-Hajri


Di antara nama Allah Azza wa Jalla adalah al-Ghafûr (Yang Maha Pengampun), dan di antara sifat-sifat-Nya adalah maghfirah (memberi ampunan). Sesungguhnya para hamba sangat membutuhkan ampunan Allah Azza wa Jalla dari dosa-dosa mereka, dan mereka rentan terjerumus dalam kubangan dosa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ لَمْ تُذْنِبُوْا لَذَهَبَ اللََّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُوْنَ فَيَسْتَغْفِرُوْنَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

Seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian, dan Dia pasti akan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa, lalu mereka akan memohon ampun kepada Allah, lalu Dia akan mengampuni mereka. [HR. Muslim, no. 2749]

Dosa telah ditakdirkan pada manusia dan pasti terjadi. Allah Azza wa Jalla telah mensyariatkan faktor-faktor penyebab dosanya, agar hatinya selalu bergantung kepada Rabbnya, selalu menganggap dirinya sarat dengan kekurangan, senantiasa berintrospeksi diri, jauh dari sifat ‘ujub (mengagumi diri sendiri), ghurûr (terperdaya dengan amalan pribadi) dan kesombongan.

Dosa-dosa banyak diampuni di bulan Ramadhan, karena bulan itu merupakan bulan rahmat, ampunan, pembebasan dari neraka, dan bulan untuk melakukan kebaikan. Bulan Ramadhan juga merupakan bulan kesabaran yang pahalanya adalah surga. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala tanpa batas. [az-Zumar/39:10]

Puasa adalah perisai dan penghalang dari dosa dan kemaksiatan serta pelindung dari neraka. Dalam hadits shahîh dijelaskan:

الصَّحَابَةُ : أَمَّنْتَ يَا رَسُوْلَ اللَّه قَالَ : جَاءَنِيْ جِبْرِيْلُ فَقَالَ :بُعْدًا لِمَنْ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَلَمْ يُغْفَرْلَهُ قُلْتُ : آمِيْن فَلَمَّا رَقَيْتُ الشَّانِيَةُ قَالَ بُعْدًا لِمَنْ ذُكِرتَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْكَ قُلْتُ : آمِِيْن فَلَمَّا رَقَيْتُ الشَّالِشَةَ قَالَ بُعْدًا لِمَنْ أَدْرَكَ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ عِنْدَهُ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ قُلْتُ آمِيْن

Sesungguhnya Nabi mengucapkan amîn sebanyak tiga kali tatkala Jibril berdoa. Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah! Engkau telah mengucapkan amîn”. Beliau menjawab: “Jibril telah mendatangiku, kemudian ia berkata: “Celakalah orang yang menjumpai Ramadhan lalu tidak diampuni”. Maka aku menjawab: “Amîn”. Ketika aku menaiki tangga mimbar kedua maka ia berkata: “Celakalah orang yang disebutkan namamu di hadapannya lalu tidak mengucapkan salawat kepadamu”. Maka aku menjawab: “Amîn”. Ketika aku menaiki anak tangga mimbar ketiga, ia berkata: “Celakalah orang yang kedua orang tuanya mencapai usia tua berada di sisinya, lalu mereka tidak memasukkannya ke dalam surga”. Maka aku jawab: “Amîn”. [1]

Seorang Muslim yang berusaha mendapatkan ampunan dosa, akan berbahagia dengan adanya amalan-amalan shalih agar Allah Azza wa Jalla menghapuskan dosa dan perbuatan jeleknya, karena kebaikan bisa menghapus kejelekan.

Sebab-sebab ampunan yang disyariatkan itu di antaranya:

1. TAUHID
Inilah sebab teragung. Siapa yang tidak bertauhid, maka kehilangan ampunan dan siapa yang memilikinya maka telah memiliki sebab ampunan yang paling agung. Allah Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. [an-Nisâ‘/4:48]

Siapa saja yang membawa dosa sepenuh bumi bersama tauhid, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan ampunan sepenuh bumi kepadanya. Namun, hal ini berhubungan erat dengan kehendak Allah Azza wa Jalla. Apabila Diak berkehendak, akan mengampuni. Dan bisa saja, Dia Azza wa Jalla berkehendak untuk menyiksanya. Siapa yang merealisasikan kalimatut tauhîd di hatinya, maka kalimatut tauhîd tersebut akan mengusir kecintaan dan pengagungan kepada selain Allah Azza wa Jalla dari hatinya. Ketika itulah dosa dan kesalahan dihapus secara keseluruhan, walaupun sebanyak buih di lautan. ‘Abdullâh bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan menyendirikan seorang dari umatku (untuk dihadapkan) di depan semua makhluk pada hari Kiamat. Lalu Allah menghamparkan sembilan puluh sembilan lembaran (catatan amal) miliknya. Setiap lembaran seperti sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman: “Apakah kamu mengingkarinya? Apakah malaikat pencatat amalan menzhalimimu”. Maka ia pun menjawab: “Tidak wahai Rabbku”. Lalu Allah berfirman lagi: “Apakah kamu memiliki udzur?” ia menjawab: “Tidak ada wahai Rabb”. Lalu Allah berfirman: “(Yang benar) ada, sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami, tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini”. Lalu dikeluarkan satu kartu berisi syahadatain. Kemudian Allah berfirman: “Masukanlah dalam timbangan!” Ia pun berkata: “Wahai Rabbku apa gunanya kartu ini dibandingkan lembaran-lembaran itu?” Maka Allah berfirman: “Sungguh kamu tidak akan dizhalimi”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Selanjutnya lembaran-lembaran tersebut diletakkan dalam satu anak timbangan dan kartu tersebut di anak timbangan yang lain. Ternyata lembaran-lembaran terangkat tinggi dan kartu tersebut lebih berat. Maka tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allah”. [2]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Qudsi menyatakan:

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَاابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًاَلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Allah berfirman: Wahai anak keturunan Adam, seandainya kamu membawa dosa sepenuh bumi kemudian kamu menjumpai-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatu dengan-Ku (tidak berbuat syirik) tentu saja Aku akan membawakan untukmu sepenuh bumi ampunan. [HR Muslim].

Ini adalah keutamaan dan kemurahan dari Allah Azza wa Jalla dengan pengampunan seluruh dosa yang ada pada lembaran-lembaran tersebut dengan kalimat tauhid. Karena kalimat tauhid adalah kalimat ikhlas yang menyelamatkan pemiliknya dari adzab. Allah Azza wa Jalla menganugerahinya surga dan menghapus dosa-dosa yang seandainya memenuhi bumi; namun hamba tersebut telah mewujudkan tauhid, maka Allah Azza wa Jalla menggantikannya dengan ampunan.

2. DOA DENGAN PENGHARAPAN
Allah Azza wa Jalla memerintahkan berdoa dan berjanji akan mengabulkannya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. [Ghâfir/40:60]

Doa adalah ibadah. Doa akan dikabulkan apabila memenuhi kesempurnaan syarat dan bersih dari penghalang-penghalang. Kadangkala, pengabulan itu tertunda, karena sebagian syarat tidak terpenuhi atau adanya sebagian penghalangnya.

Di antara syarat dan adab terkabulnya doa adalah kekhusyukan hati, mengharapkan ijâbah dari Allah Azza wa Jalla, sungguh-sungguh dalam meminta, tidak menyatakan insya Allah (Ya Allah Azza wa Jalla, kabulkanlah permintaanku bila Engkau menghendakinya-red), tidak tergesa-gesa mengharap pengabulan, memilih waktu-waktu dan keadaan yang mulia, mengulangulang doa tiga kali dan memulainya dengan pujian kepada Allah Azza wa Jalla dan shalawat, berusaha memilih makanan dan minuman yang halal dan lain-lain.

Di antara permohonan terpenting yang dipanjatkan seorang hamba kepada Rabbnya yaitu permohonan agar dosa-dosanya diampuni atau pengaruh dari pengampunan dosa seperti diselamatkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda Kepada seseorang yang berujar: “Saya tidak mengetahui doamu dengan perlahan yang juga dilakukan Mu’âdz.

”حَوْلَهَا نُدَنْدِنُ

Permohonan kami di seputar itu. [3]

Maksudnya doa kami itu berkisar pada permohonan agar dimasukkan surga dan diselamatkan dari neraka. Abu Muslim al-Khaulâni mengatakan: “Tidaklah datang kesempatan berdoa kepadaku, kecuali saya jadikan doa itu permohonan agar dilindungi dari api neraka.”

3. ISTIGHFÂR (MEMOHON AMPUNAN)
Permohonan ampun ini merupakan pelindung dari adzab, penjaga dari setan, penghalang dari dari kegelisahan, kefakiran dan penderitaan, pengaman dari masa paceklik dan dosa; meskipun dosa-dosa seseorang telah menggunung sampai menyentuh langit. Dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah Azza wa Jalla berfirman :

يَاابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَادَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَاكَانَ فِيْكَ وَلاَأُبَالِىْ يَاابْنَ آدَمَ لَؤْ بَلَغَتْ ذُنُوْ بُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِيْ يَاابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أََتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا َلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Wahai bani Adam, sesungguhnya selama engkau masih berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampunimu semua dosa yang ada padamu dan Aku tidak akan peduli; Wahai bani Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, Aku akan mengampunimu dan Aku tidak peduli; Wahai bani Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan seukuran bumi kemudian engkau datang menjumpai-Ku dalam keadaan tidak berbuat syirik atau menyekutukanKu dengan apapun juga, maka sungguh Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan seukuran bumi juga. [HR. at-Tirmidzi]

Membaca istighfâr adalah penutup terbaik bagi berbagai amalan, umur, serta penutup majelis.

4. BERPUASA DI SIANG HARI DAN SHALAT MALAM KARENA IMAN, MENGHARAPKAN BALASAN PAHALA DARI ALLAH AZZA WA JALLA, IKHLAS SERTA DALAM RANGKA TAAT KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA
Dia berpuasa bukan dengan niat mengikuti orang banyak, juga tidak untuk mendapatkan sanjungan orang, tidak untuk melestarikan adat atau supaya sehat; juga tidak berniat pamer serta tidak untuk mensukseskan urusan duaniawi. Dia juga tidak berniat untuk mendoakan keburukan yang tidak pantas buat seorang Muslim. Dia melaksanakan ibadah puasa terdorong oleh niat beriman kepada Allah Azza wa Jalla, merealisasikan ketaatan kepada-Nya dan mengharapkan pahala dari Allah Azza wa Jalla. Dalam sebuah hadits dinyatakan :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.[al-Bukhâri dan Muslim]

Alangkah luar biasanya seorang yang melaksanakan ibadah puasa lalu keluar dari ibadahnya dalam keadaan sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibundanya, yaitu tidak menanggung dosa dan berhati suci.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَرَضَ صِيَامَ رَمَضَانَ عَلَيْكُمْ وَسَنَنْتُ لَكُم قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan puasa Ramadhan dan saya menyunnahkan bagi kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa melaksanakan ibadah puasa dan shalat malamnya karena iman dan karena ingin mendapatkan pahala, niscaya dia keluar dari dosadosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibundanya.[4]

Dengan melaksanakan semua ini berarti seorang Muslim telah menjaga waktu siangnya dengan puasa, memelihara waktu malamnya dengan shalat tarawih serta berusaha mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla
.
5. MELAKSANAKAN SHALAT MALAM PADA LAILATUL QADAR KARENA IMAN DAN INGIN MENDAPATKAN PAHALA
Lailatul Qadar adalah suatu malam yang Allah Azza wa Jalla muliakan, melebihi semua malam lainnya, suatu malam saat Allah k menurunkan kitab-Nya.
Allah Azza wa Jalla berfirman :

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur‘ân) pada malam kemuliaan. [al-Qadr/97:1]

Allah Azza wa Jalla menjadikan Lailatul Qadar ini lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam ini para malaikat turun dan menjadikannya malam keselamatan dari segala keburukan dan dosa. Allah Azza wa Jalla mengkhususkan satu surat dalam al-Qur’ân yang membicarakan tentang malam ini. Orang yang terhalang dari berbagai kebaikan pada malam ini berarti dia terhalang dari semua kebaikan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencari Lailatul Qadar ini pada seluruh hari pada bulan Ramadhan, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah beri’tikaf pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, kemudian sepuluh hari kedua dan sepuluh hari terakhir. Orang yang ingin mendapatkan keberuntungan, maka dia akan antusias untuk melaksanakan shalat malam pada malam yang lebih baik dari delapan puluh tiga tahun dan empat bulan.

Dalam hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ

Barangsiapa melaksanakan shalat malam pada bulan Ramadhan karena iman dan ingin mendapatkan pahala, maka dia diampuni semua dosanya yang telah lewat. [5]

Untuk mendapatkan ampunan di malam itu, tidak disyaratkan untuk menyaksikannya secara langsung. Namun syaratnya adalah orang melakukan qiyamul lail sebagaimana tertuang dalam hadits tersebut.

6. BERSEDEKAH
Bersedekah termasuk salah satu qurbah (ibadah yang mendekatkan diri) yang agung di hadapan Allah Azza wa Jalla . Dengannya, seorang hamba memperoleh kebaikan, sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla :

تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan. sesungguhnya Allah mengetahuinya. [Ali Imrân/3:92].

Dalam hadits Mu’âdz, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَبِ الْخَيْرِ الصَّوْمُ جُنَّهٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِىءُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِىءُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلاَةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ

“Maukah aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai. Bersedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api. Dan shalat seseorang di kegelapan malam …” [at-Tirmidzi no: 2541]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang sangat dermawan. Dan beliau lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan saat beliau berjumpa dengan malaikat Jibril. Saat itu beliau lebih berbaik hati daripada angin yang bertiup sepoi-sepoi. Di antara bentuk sedekah terbaik adalah memberi makan orang yang puasa (ifthârus shâim). Disebutkan dalam hadits:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِشْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّا ئِمِ شَيْئًا

“Barang siapa memberi buka puasa bagi orang yang puasa maka ia memperoleh pahala sepertinya, tanpa mengurangi pahala orang itu sedikit pun.” [HR. at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni]

Pahala orang yang bersedekah dilipatgandakan sampai tujuh ratus lipat dan kelipatan yang lebih banyak lagi. Di bulan Ramadhan, penggandaan pahala itu semakin besar. Di antara pemandangan yang sangat menarik, antusiasme orang di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dan masjid-masjid lainnya untuk memberi buka puasa bagi kaum Muslimin di bulan Ramadhan.

7. MELAKUKAN UMRAH
Ibadah umrah termasuk faktor yang menggugurkan dosa-dosa. Rasulullah bersabda:

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Ibadah umrah ke ibadah umrah (berikutnya) adalah penggugur dosa antara keduanya. Dan pahala haji mabrur tiada lain adalah surga” [al-Bukhâri no: 1650]

Umrah di bulan Ramadhan pahalanya lebih besar daripada di bulanbulan lainnya. Dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehabis pulang dari haji Wada’ berkata kepada seorang wanita dari Anshar bernama Ummu Sinân : “Apa yang menghalangimu untuk berhaji (denganku).” Ia menjawab: “Abu Fulan (suaminya) memiliki dua onta. Salah satu dipakainya untuk berhaji dan yang lain untuk mengairi persawahan.”

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:

فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمََضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِيْ

“Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan dapat mengganti haji bersamaku.”[HR Bukhâri no 1863; Muslim no 3028]

Betapa besar keberuntungan orang yang umrah di bulan Ramadhan. Ia bagaikan berhaji bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seperti orang yang menyertai beliau dalam ihram, sai dan thawaf dan seluruh manasik haji beliau.

8. MENYEMPURNAKAN PUASA SEBULAN PENUH
Ada sekian banyak orang yang akan bebas dari api neraka di bulan Ramadhan, dan itu terjadi di setiap malam. Allah Azza wa Jalla menyempurnakan pahala orang-orang yang sabar tanpa perhitungan khusus. Ada Ulama yang mengatakan:

مَنْ صَامَ الشَّهْرَ وَاسْتَكْمَلَ اْلأَجْرَ وَأَدْرَكَ لَيْلَةَ الْقَدَرِ فَقَدْ فَازَ بِجَائِزَةِ الرَّبَّ

Barang siapa berpuasa sebulan penuh dan meraih pahala sempurna, dan berjumpa dengan malam lailatul qadar, sungguh ia telah menggapai hadiah dari Allah.

Semoga Allah Azza wa Jalla mengampuni dosa-dosa kita sekalian dan menutupi kekurangan-kekurangan kita dan memudahkan segala urusan kita.

Diambil dari kitab Tadzkîrul Anâm Bidurûs ash-Shiyâm, karya Syaikh Sa‘d bin Sa‘îd al-Hajri, Dâr Ibnul Jauzi hlm 265-27

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 06-07/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Penulis kitab Nadhratun Na’îm (10/5014) berkata : Hadits ini dikeluarkan al-Hâkim dalam Al-Mustadrak (4/154) dan berkata: hadits ini shahîh sanadnya, namun imam al-Bukhâri dan Muslim tidak mengeluarkannya. Imam adz-Dzahabi menyetujui hal ini. (Dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb).
[2]. HR at-Tirmidzi kitab Iman bâb Mâ Jâ‘a Fîman Yamûtu Wahuwa Yasyhadu An Lâ Ilâha Illallâh dan dishahîhkan al-Albâni dengan no. 2639
[3]. Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîhul Jâmi’ no. 3163
[4]. Penyusun kitab Nadhratun Na’îm mengatakan : Diriwayatkan oleh Imam an-Nasî’i 4/158 dan lafazh ini adalah lafazh imam an-Nasâ’i; diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad 1/191. Syaikh Ahmad Syâkir mengatakan : “Sanad hadits ini shahîh.”
[5]. HR Imam Muslim, Kitâb Shalâtil Musâfirîn, bab At-Targhîb Fî Qiyâmi Ramadhân Wa Huwa Shalâtut Tarâwîh, no. 1778

Wednesday, July 2, 2014

Ramadhan Bulan Berdoa. Ada tiga orang yang tidak tertolak doanya; seorang yang berpuasa sehingga berbuka, seorang pemimpin yang adil, seorang yang terdzalimi.[32]



Ramadhan Bulan Berdoa. Ada tiga orang yang tidak tertolak doanya; seorang yang berpuasa sehingga berbuka, seorang pemimpin yang adil, seorang yang terdzalimi.[32]



Oleh
Ustadz Rijal Yuliar Lc


Allah Subhanahu wa Ta’ala befirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-Ku bertanya kepada-Mu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka (sampaikanlah) sesungguhnya Aku dekat, Aku menjawab permohonan doa yang dipanjatkan kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu mendapatkan petunjuk” [al-Baqarah/2:186]

SEBAB TURUNNYA AYAT
Para Ulama berbeda pendapat tentang kronologis sebab diturunkannya ayat ini.

1. Sebagian menyatakan bahwa ayat ini turun tatkala Sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah Rabb kita dekat, sehingga kita melirihkan suara saat berdoa, ataukah Dia Subhanahu wa Ta’ala jauh sehingga kita mengangkat suara dalam berdoa?”, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini.[1]

2. Adapun sebagian lain seperti ‘Atha’ bin Abi Rabâh menyatakan bahwa ayat ini diturunkan sebagai jawaban bagi suatu kaum yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu-waktu dianjurkannya berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yakni ketika turun ayat (Ghâfir/40:60) “Dan Rabb kalian berfirman “Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya untuk kalian”. Mereka bertanya: “Waktu apa (kami melakukannya)?[2] maka kemudian turunlah ayat di atas.[3]

PENJELASAN AYAT
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha Dekat Dengan Para Hamba-Nya.
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberitahukan kepada seluruh umatnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha dekat. Kedekatan yang sesuai kemuliaan dan keperkasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesuai dengan keagungan dan kesempurnaan Dzat-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُم فَإِنَّكُم لاَتَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّهُ مَعَكُم إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ

Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kalian, kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli atau tidak ada, sesungguhnya kalian berdoa kepada Dzat yang Maha mendengar, lagi Maha dekat”.[4]

Wajib atas setiap Muslim untuk beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha dekat lagi Maha mengabulkan doa. Allah Subhanahu wa Ta’ala dekat kepada hamba yang berdoa, mendengarnya dan mengabulkannya kapanpun Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Kedekatan itu adalah kedekatan ilmu dan pengawasan-Nya, sesuai dengan kesempurnaan sifat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya.[5]

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata “Sifat “kedekatan” Allah Subhanahu wa Ta’ala ada dua macam; kedekatan dengan ilmu-Nya (mengetahui) seluruh makhluk-Nya, dan kedekatan kepada hamba yang beribadah serta berdoa sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa dan memberikan pertolongan maupun taufik-Nya. Barangsiapa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hati yang konsentrasi dan doa yang disyariatkan, serta tidak terhalangi dengan penghalang apapun bagi terkabulnya doa tersebut; seperti memakan yang haram atau selainnya, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berjanji untuk mengabulkannya. Terlebih jika ia mengupayakan segala sebab dikabulkannya doa (tersebut) yaitu dengan menjawab panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui ketaatan terhadap segala perintah-Nya dan patuh menjauhi segala larangan-Nya baik dalam perkataan maupun perbuatan disertai keimanan (tentunya) akan menyebabkan terkabulnya doa”.[6]

2. Allah Subhanahu Wa Ta’ala Mengabulkan Doa Hamba-Nya.
Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai keagungan, kemurahan dan kedekatan-Nya kepada para hamba-Nya. Sebagaimana juga dalam ayat lain “dan Rabb kalian berkata: “Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku mengabulkannya untuk kalian…”.[7] Mujâhid dan Ibnul Mubârak menjelaskan [8] makna “فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي ” yakni “hendaklah mereka melaksanakan ketaatan kepada-Ku (Allah Subhanahu wa Ta’ala)”. Adapun “وَلْيُؤْمِنُوا بِي ” maknanya “dan (hendaklah) mereka beriman kepada-Ku” yakni hendaknya mereka beriman jika mereka menaati Allah Subhanahu wa Ta’ala, sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melimpahkan pahala dan kemuliaan kepada mereka disebabkan ketaatan itu. Sebagian lain mengatakan:

“فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي ” maknanya adalah “berdoalah kepada-Ku”
“وَلْيُؤْمِنُوا بِي ” maknanya “dan hendaknya mereka percaya bahwa Aku mengabulkan doa mereka”.[9]

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan “Dengan kedua sebab ini, doa akan dikabulkan, yakni dengan kesempurnaan nilai ketaatan terhadap uluhiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan dengan kekuatan iman terhadap rububiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Barangsiapa menaati Allah Subhanahahu wa ta’ala dalam semua perintah dan larangan-Nya, maka tercapailah maksudnya dalam berdoa dan dikabulkan doanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman [10] “Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih serta menambah bagi mereka dari karunia-Nya”.[11]

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengakhiri ayat ini dengan firman-Nya: “لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ ” yakni “Semoga mereka mendapatkan petunjuk yang lurus”. Jika mereka mentaatiku dan beriman kepada-Ku mereka akan mendapatkan kebaikan di kehidupan dunia dan akhirat mereka”.[12] serta petunjuk untuk senantiasa beriman dan beramal shalih sehingga keburukan akan lenyap dari mereka .”[13]

3. Mengapa Doa Tidak Dikabulkan?
Jika seseorang berkata : “Tidak jarang kita mendapatkan seseorang yang berdoa namun tidak dikabulkan. Bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan dalam firman-Nya “Aku akan mengabulkan seseorang yang “menyeru” (berdoa) kepada-Ku.”” Sesungguhnya ungkapan tersebut dapat diarahkan dengan dua penjelasan; yang pertama: “menyeru” di sini berarti mengamalkan semua perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan anjurananjuran-Nya Subhanahu wa Ta’ala, sehingga maknanya adalah “Sesungguhnya Aku dekat dengan hamba yang senantiasa menjalankan perintah dan anjuran-Ku, Aku akan membalasnya dengan pahala”. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “sesungguhnya doa adalah ibadah.” kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca:

وَقَالَ رَبُكُم اذعُوبِي أَسْتَجِبْ لَكُم إِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Sesungguhnya Rabb kalian memerintahkan: “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan doamu, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri untuk beribadah kepada-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina.” [14]

Dan yang kedua: maknanya adalah “Aku mengabulkan seseorang yang berdoa kepada-Ku jika Aku menghendaki”.[15]

Syaikh ‘Abdurrahman as-Sa‘di rahimahullah berkata “menyeru (berdoa) terbagi menjadi dua macam; doa ibadah dan doa permohonan”.[16] Para Ulama menjelaskan bahwa doa permohonan mencakup makna doa ibadah, dan doa ibadah memuat konsekuensi doa permohonan. Yakni barangsiapa memohon sesuatu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia sedang beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun maksud doa ibadah memuat konsekuensi doa permohonan, misalnya barangsiapa shalat, maka itu mengandung permohonan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar shalatnya diterima dan diberikan pahala. Sehingga dengan demikian doa permohonan mencakup (makna) doa ibadah dan doa ibadah memuat konsekuensi doa permohonan.[17]

4. Beberapa Etika Dalam Berdoa.
Mengingat pentingnya hal ini, para Ulama menjelaskan tentang syarat serta etika dalam berdoa agar dikabulkan, sebagaimana tuntunan dalam al-Qur‘ân dan Hadits.

Al-Baghawi rahimahullah berkata: “Ada etika dan syaratsyarat dalam berdoa yang merupakan sebab dikabulkannya doa. Barangsiapa memenuhinya, maka dia akan mendapatkan apa yang diminta dan barangsiapa melalaikannya, dialah orang yang melampaui batas dalam berdoa; sehingga doanya tidak berhak dikabulkan”.[18] Ibnul Qayyim rahimahullah berkata “Kedua ayat berikut mencakup adab-adab berdoa dengan kedua jenisnya (doa ibadah dan doa permohonan); yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. [al-A‘raf/7:55-56][19]

Dan Ibnu Katsîr rahimahullah membawakan sejumlah hadits-hadits yang berkaitan dengan adab-adab tersebut dalam menafsirkan ayat di awal pembahasan ini. Di antara yang beliau isyaratkan yaitu: [20]

• Mengangkat kedua tangan sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Salmân al-Fârisi Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ إِنَّ اللّهَ حَيِيٌ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha pemalu lagi Maha pemurah terhadap seorang hamba yang mengangkat kedua tangannya (berdoa), kemudian kedua tangannya kembali dengan kosong dan kehampaan (tidak dikabulkan).[21]

• Mengawali doa dengan pujian terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Salawat dan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya bertawasul kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tawasul yang disyariatkan, seperti dengan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan asma dan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan amal shalih dan selainnya.[22] Semua itu hendaknya dilakukan dengan suara lirih dan tidak berlebihan sebagaimana hadits Abu Musa al-Asy‘ari Radhiyallahu ‘anhu di muka.

• Berprasangka baik terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Diriwayatkan dalam sebuah hadits qudsi dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

يَقُولُ اللَّه عَزَّوَجَلَّ : يَقُولُ أَنَّا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِيْ وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِيْ

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Aku (akan) sebagaimana hamba-Ku menyangka tentang-Ku, dan Aku akan bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku”[23]

Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Yakni Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) Maha mampu melakukan apa yang disangkakan oleh hamba-Ku bahwa Aku mampu melakukannya.” Beliau juga membawakan perkataan al-Qurthûbi rahimahullah bahwa maknanya adalah “Menyangka dikabulkannya doa, diterimanya taubat, diberikan ampun melalui istighfâr, serta menyangka dibalas dengan pahala atas ibadah yang dilakukan sesuai syarat-syaratnya sebagai keyakinan akan kebenaran janji Allah Subhanahu wa Ta’ala.24

• Menjauhi sikap tergesa-gesa mengharapkan terkabulnya doa; karena ketergesa-gesaan itu akan berakhir dengan sikap putus asa sehingga ia tidak lagi berdoa. Na‘ûdzubillâh.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُسْتَجَابُ لأَِحَدِكُم مَالَم يَعْجَلْ يَقُولُ دَعَوْتُ فَلَم يُتَجَبْ لِي

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda “Akan dikabulkan (doa) seseorang di antara kalian selama ia tidak tergesa-gesa, yakni ia berkata ‘aku telah berdoa namun belum dikabulkan bagiku’ “.[25]

Dalam lafadz lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ لاَيَزَالُ يُستَجَابُ لِلعَبْدِ مَالَمْيَدْع ُبِإِثْم أَوْ قَطِيعَةِ رَحِمٍ مَالَمْ يَسْتَعْجِل قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الاِستِعْجَالُ قَالَ يَقُولُ قَدْ دَعَوْتُ وَقَدْ دَعَوْتُ فَلَم أَرَ يَسْتَجِيبُ لِي فَيَسْتَحْسِرُ عِنْدَ ذَلِكَ وَيَدَعُ الدُّعَاءَ

Senantiasa akan dikabulkan (doa) seorang hamba selama tidak meminta dosa atau memutuskan tali kekeluargaan, selama ia tidak tergesa-gesa. Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah , apa yang dimaksud tergesa-gesa?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Dia berkata ‘aku telah berdoa, aku telah berdoa namun aku tidak pernah mendapatkan doaku dikabulkan’, kemudian ia berputus asa dan meninggalkan berdoa.[26]

• Membersihkan jiwa raga dari berbagai kenistaan dan dosa merupakan satu hal yang mungkin terlalaikan. Hati yang kotor dengan berbagai maksiat atau raga yang tidak bersih dari keharaman akan menghalangi terkabulnya doa

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيًّهَاالنَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَِ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّيسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَاأَيُّهَاالذِنيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَا كُمْ ثُمَّ دَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَارَبِّ يَارَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمََِشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامٌ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala baik dan tidak menerima melainkan yang baik, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum Mukminin dengan apa yang telah diperintahkannya kepada para rasul. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai para rasul makanlah kalian dari yang baik dan beramal shalihlah, sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan.” Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman makanlah rizki yang baik dari apa yang diberikan kepada kalian…”, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seorang musafir yang berjalan jauh sehingga kumal rambutnya, lusuh dan berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke arah langit seraya berdoa menyeru: “Wahai Rabbku, wahai Rabbku…”, namun makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi dari yang haram, bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya?”.[27]

• Yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengabulkan doa selama tidak ada sesuatu pun yang menghalanginya. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ادْعُوا اللَّهَ وَاَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِاْللإِجَاَبَةِ وَاعْلَمُواأَنَّ اللَّهَ لاَيَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

Berdoalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kalian yakin (akan) dikabulkan, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa (seorang hamba) yang hatinya alpa serta lalai”. [28]

Dalam hadits lain dari Abu Sa‘id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: [29]

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيْهَا إثْمٌ وَلاَقَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّأَعْطَاهُاللَّهُ بِهَاإِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّ خِرَهَا لَهُ فِي الآخِرَةِ وَإِمَّا اَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنْ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا نُكثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ

Tidaklah seorang Muslim berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebuah doa yang tidak ada dosa atau pemutusan ikatan kekeluargaan di dalamnya, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya satu di antara tiga perkara; 1) boleh jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengabulkan doa tersebut, 2) atau menyimpan sebagai tabungan baginya di akhirat, 3) atau menyelamatkannya dari kejelekan yang setara dengan doa yang dipanjatkannya.” Para sahabat berkata : “Jika demikian, kami akan memperbanyak (doa).” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih banyak.[30]”

Ibnu Katsîr rahimahullah berkata : “Yang dimaksud adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan doa seseorang, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak disibukkan dengan sesuatu apapun. Dia Subhanahu wa Ta’ala Maha mendengar doa. Dalam hal ini terdapat anjuran (memperbanyak) berdoa karena tidak satu pun yang luput dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala .”[31] Terlebih lagi pada saat kita tengah mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui ibadah puasa di bulan Ramadhan. Hendaknya kita mengambil kesempatan yang istimewa ini dengan memperbanyak doa bagi kebaikan kita di dunia dan akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَ ثٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَ تُهُمْ : الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَاْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ

Ada tiga orang yang tidak tertolak doanya; seorang yang berpuasa sehingga berbuka, seorang pemimpin yang adil, seorang yang terdzalimi.[32]

Sehingga setelah ayat-ayat tentang shiyâm (berpuasa) dan kemuliaan bulan Ramadhan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan ayat utama pembahasan ini (al-Baqarah/2:186) sebagai petunjuk bahwa seorang Mukmin hendaknya selalu mendekatkan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla dengan segala bentuk ibadah termasuk dengan berdoa. Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “Disisipkannya ayat ini di tengah-tengah penjelasan hukum-hukum shiyâm merupakan petunjuk sekaligus motivator untuk (banyak) berdoa pada saat menyelesaikan bilangan puasa, bahkan pada setiap moment berbuka puasa sebagaimana hadits di atas. Marilah kita semua memperbanyak doa; sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala murka terhadap yang orang yang tidak berdoa kepada-Nya sebagaimana firman-Nya:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

dan Rabmu berkata: “Berdoalah kepada-Ku,sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari berdoa kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”[33]

Demikian pula dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ مَنْ لَم يَدْعُ اللَّه يَغْضَبْ عَلَيْه” yang artinya: “Barangsiapa yang tidak berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka Allah Subhanahu wa Ta’ala marah terhadapnya”.[34] Ibnul Mubârak Radhiyallahu ‘anhu berkata :

الرّحْمَنُ إِذَا سُئِلُ أَعْطَى، وَالرَّحِيْمُإِذَا لَمْ يُسْأَلْ يغْضَبُ

Ar-Rahmân (Allah Subhanahu wa Ta’ala) jika Dia diminta akan memberi, dan Ar-Rahîm (Allah Subhanahu wa Ta’ala) jika Dia tidak diminta akan marah.[35]

Ya Allah Subhanahu wa Ta’ala, aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu‘, dari jiwa yan tidak puas, serta dari doa yang tidak dikabulkan”.[36]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______