Tuesday, September 10, 2013

Muhasabah Dan Muroqobah, Jalan Menuju Takwa



Muhasabah Dan Muroqobah, Jalan Menuju Takwa


Oleh
Syaikh Dr. Muhammad Bakhit al-Ujairi



Kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan jamaah sekalian, marilah kita bertakwa kepada Allah Ta'ala. Barang siapa bertakwa kepada Allah Ta'ala, ia akan terjaga dari siksa dan murka-Nya.

Allah memerintahkan manusia seluruhnya untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. [an-Nisâ`/4:1].

Allah memerintahkan kaum mukminin untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. ['Ali Imran/3:102].

Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [al-Ahzab/33:1].

Takwa merupakan wasiat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang pertama hingga yang terakhir. Takwa merupakan faktor yang menjadikan manusia dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang bertakwa, maka Allah akan menjadikan bagi orang tersebut furqân. Sehingga ia akan mampu membedakan antara kebenaran dan kebathilan. Barang siapa yang bertakwa, Allah akan memberikan baginya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Orang yang bertakwa akan mendapatkan tempat yang aman di akhirat. Sungguh ia berada di tempat yang mulia di sisi Allah Ta'ala.

Hakikat takwa, ialah kita mencari perisai yang bisa melindungi diri dari adzab Allah. Yaitu dengan cara menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Apabila mampu berbuat demikian, maka kita akan menjadi orang yang bertakwa kepada Allah. Untuk itu, semestinya kita berhati-hati dalam bertindak, bersikap cermat dan berilmu tentang halal dan haram.

'Umar bin Khaththab pernah bertanya kepada Abu Musa tentang hakikat takwa. Abu Musa menjawab: ”Wahai Amirul-Mukminin, apa yang akan engkau lakukan apabila engkau sedang berjalan di tempat yang penuh duri?”

Maka 'Umar menjawab: ”Aku akan melihat kepada kakiku. Sehingga aku bisa mengetahui, apakah aku pijakkan di atas duri, ataukah di tempat yang aman”.

Inilah hakikat takwa, dengan selalu melihat setiap perbuatan kita, apakah termasuk perbuatan yang diridhai Allah Ta'ala, ataukah sebaliknya? Apabila termasuk perbuatan yang dibenci Allah, maka wajib bagi kita untuk meninggalkannya. Jangan sampai Allah melihat kita berada dalam keadaan yang tidak Dia sukai.

Oleh karena itu, marilah kita selalu berusaha agar berada dalam keadaan yang diridhai-Nya. Allah senang apabila kita termasuk orang-orang yang menjaga shalat, taat kepada aturan-Nya, berbakti kepada kedua orang tua, dan tekun menuntut ilmu. Marilah kita berusaha untuk melakukannya. Sekali-kali, janganlah kita meninggalkan kebaikan ini. Karena dengan inilah Allah ridha kepada kita.

Marilah kita selalu berusaha untuk meniggalkan perbuatan yang dibenci Allah Ta'ala. Jangan mendatangi kemaksiatan, tinggalkan perbuatan zina, mencuri, dusta, ghibah dan namimah. Dan yang paling besar dari itu semua, yaitu meninggalkan perbuatan syirik; suatu perbuatan dan pelaku kemaksiatan yang paling dibenci oleh Allah Ta'ala. Karena Allah tidak ridha disekutukan. Allah hanya ridha, apabila hamba-Nya beriman dan bertauhid kepada-Nya. Maka, marilah kita menjadi hamba-Nya yang beriman dan bertauhid kepada-Nya.

Allah sangat senang apabila kita menjadi orang-orang yang melaksanakan sunnah-sunnah Nabi-Nya. Oleh karena itu, marilah kita jauhkan diri dari perbuatan bid’ah, tinggalkan setiap larangan Allah. Adapun ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya akan menjadi penyebab kebahagiaan kita di dunia dan akhirat. Allah berfirman:

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ﴿١٣﴾وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. [al-Infithâr/82:13-14].

Al-abrâr (orang yang suka berbuat kebaikan), ia akan selalu dalam kenikmatan yang diberikan Allah di dunia maupun di akhirat. Adapun kaum fajir (orang yang suka berbuat kejahatan), maka mereka akan selalu berada dalam kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Ibnul-Qayyim berkata,”Barang siapa yang menyangka bahwa Allah akan menyamakan antara orang-orang yang berbuat taat dengan orang-orang yang suka berbuat maksiat, maka sesungguhnya ia telah berprasangka buruk terhadap Allah Ta'ala.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ

Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shâlih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? [Shâd/38:28].

Apakah Allah akan menyamakan kedudukan orang yang taat dengan ahlul maksiat? Tentu tidak! Barang siapa beriman dan bertakwa, maka ia akan mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan. Adapun orang-orang yang suka bermaksiat, maka ia akan mendapatkan kesusahan dan kesempitan. Allah berfirman.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ﴿١٢٤﴾قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا﴿١٢٥﴾قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." Berkatalah ia: "Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan." [Thâhâ/20:124-126].

Barang siapa yang berpaling dari dzikir dan ketaatan kepada Allah Ta'ala, berpaling dari ilmu yang bermanfaat, maka ia seperti orang yang buta. Dan ia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Waiyyadzu billah.

Adapun orang yang beriman kepada Allah, maka keadaannya sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [an-Nahl/16:97].

Orang-orang yang taat akan dekat dengan Allah Ta'ala. Mereka akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagian salaf berkata: "Sesungguhnya ada taman penuh kebahagiaan di dunia ini. Barang siapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan dapat memasuki surga yang ada di akhirat”. Taman dimaksud, ialah kebahagiaan yang diperoleh dengan ketaatan dan kedekatan dengan Allah Ta'ala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاوَةَ الإيمانِ : أنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأنْ يُحِبّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ للهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أنْ يَعُودَ في الكُفْرِ بَعْدَ أنْ أنْقَذَهُ الله مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أنْ يُقْذَفَ في النَّارِ

”Ada tiga keadaan; barang siapa memilikinya, maka ia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu) apabila ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada siapapun selain keduanya, apabila ia mencintai manusia tidak lain hanya karena Allah, apabila ia merasa benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke dalam api.” [Muttafaqun ‘alaihi]

Demikianlah wasiat yang dapat kami sampaikan untuk diri kami pribadi dan untuk saudara-saudara sekalian; takwa kepada Allah dan beramal shâlih. Dengan keduanya, kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kita memohon kepada Allah, semoga menjadikan kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang bertakwa, dan menutup akhir hayat kita dengan khusnul-khatimah.

Allah Ta'ala telah menyeru kita semua dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [al-Hasyr/59:18].

Allah menunjukkan kepada kita dua perkara agung. Barang siapa melaksanakan dua perkara ini, maka maka ia termasuk orang yang bertakwa.

Pertama, yaitu Muhasabah. Yakni, hendaklah setiap jiwa melihat apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok. Muhasabah sangat membantu seseorang untuk bertakwa kepada Allah. Barang siapa melakukan muhasabah, maka ia akan mengetahui ketaatan maupun kemaksiatan yang telah ia kerjakan. Sehingga, apabila ia melakukan ketaatan, hendaklah diteruskan. Dan apabila melakukan kemaksiatan, maka ia wajib untuk berhenti dan meninggalkannya.

Muhasabah juga sangat membantu seseorang untuk istiqamah di jalan Allah Ta'ala. Sehingga para salaf berkata: ”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah Taala”. Barang siapa yang dihisab oleh Allah Taala, sungguh ia akan mendapatkan siksa. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma : ”Barang siapa yang dihisab oleh Allah, maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya”.

Oleh karena itu, hendaklah kita selalu mengoreksi diri. Apabila kita terjerumus ke dalam kesalahan, segeralah bertaubat kepada-Nya. Allah sangat senang menerima taubat hamba-Nya. Allah selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat manusia yang telah berbuat kesalahan di waktu siang. Begitu pula Allah selalu membuka tangan-Nya di waktu siang untuk menerima taubat seseorang yang telah berbuat kesalahan di waktu malam.

Demikianlah, muhasabah merupakan perkara sangat penting. Oleh kerena itu, para salaf selalu bermuhasabah terhadap diri mereka sebagaimana orang yang terjun dalam perdagangan. Apakah ia mendapatkan keuntungan, atau justru mengalami kerugian. Begitu pula kita, wahai hamba-hamba Allah. Marilah koreksi diri masing-masing, bekal apa yang telah kita persiapkan untuk menghadap Allah Ta'ala?

Suatu ketika, Sulaiman ibnu 'Abdil-Mâlik pernah bertanya kepada Abu Hasyim: ”Mengapa kita merasa benci terhadap kematian dan cinta terhadap dunia?”

Maka pertanyaan ini dijawab: ”Wahai Amirul-Mukminîn, hal ini karena kita telah merusak akhirat kita dan memperbagus dunia kita. Tentulah seseorang tidak akan senang untuk pindah dari rumah yang bagus ke rumah yang telah rusak”.

Sungguh benar! Banyak di kalangan kita yang sibuk dengan dunia dan lalai berbuat taat kepada Allah. Sehingga ia pun mengetahui, tidak ada bagian sedikit pun untuk kehidupan akhirat. Dengan demikian, ia benci dan takut terhadap kematian yang pasti akan mengantarkannya ke akhirat.

Adapun orang-orang yang cinta, taat dan selalu mengerjakan perintah-perintah Allah, maka dia tidak takut terhadap kematian. Sehingga tidak mengherankan, tatkala diseru untuk berperang, para salaf yang mengatakan: ”Esok hari akan datang kematian yang kita cintai...,” hal ini karena mereka selalu beramal shalih. Dengan amal shalih itu, mereka tidak takut akan kematian dan hisab. Maka, jelaslah bagi kita, muhasabah merupakan perkara penting yang sangat membantu seseorang untuk bertakwa kepada Allah Ta'ala.

Perkara penting kedua, yang Allah tunjukkan kepada kita, yaitu muroqobah. Yakni, sifat seseorang yang merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah Ta'ala. Sebagaimana firman Allah di akhir ayat .... innallaha khabirum bimâ ta’malûn.

Tatkala seseorang merasa enggan berbuat taat, maka iapun sadar bahwa Allah melihatnya. Sehingga, ia pun akan kembali untuk segera berbuat taat kepada Allah. Tatkala seseorang berhasrat melakukan kemaksiatan, maka ia sadar bahwa Allah melihatnya. Sehingga ia pun akan berhenti dari keinginannya itu dan segera kembali kepada jalan-Nya.

Demikianlah, muroqobah merupakan hal penting yang sangat membantu seseorang untuk takwa kepada Allah Ta'ala. Oleh karena itu, Rasulullah n pernah berwasiat kepada Mu'adz bin Jabbal dengan sabdanya: ”Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada ...”.

Marilah kita bertakwa kepada Allah setiap waktu dan di setiap tempat. Ketahuilah, bahwasanya Allah selalu mengawasi setiap gerakan kita. Barang siapa telah memiliki sifat ini, sungguh sangat membantu dirinya dalam bertakwa kepada Allah Ta'ala. Kita memohon kepada Allah Ta'ala, supaya menjadikan kita orang-orang yang bertakwa kepada-Nya saat di keramaian maupun tatkala sendiri. Allahu a’lam.

(Diringkas oleh Ustadz Abu Maryam, dari khutbah Jum’at Syaikh Dr. Muhammad Bakhit al-Ujairi di Masjid Ma'had Imam Bukhâri, Solo, Jum’at, 8 Februari 2008)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


BANTAHAN TERHADAP PENOLAKAN HARI KEBANGKITAN

Oleh
Ustadz Arman Amri Lc


Beriman kepada hari kebangkitan telah ditunjukkan dengan jelas oleh al Qur`an, al Hadits, akal sehat, dan fitrah manusia. Seluruh nabi sepakat mengenai keimanan terhadap akhirat. Hampir seluruh manusia mengakui keberadaan Rabb, karena memang sesuai dengan fitrah mereka, kecuali sebagian kecil dari mereka yang melakukan penentangan, seperti Fir’aun. Begitu pula keimanan kepada hari akhirat, banyak di antara manusia yang mengingkarinya, padahal Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi telah menjelaskannya secara rinci, yang tidak terdapat di dalam kitab-kitab para nabi lainnya.

Kalangan filosof dan semisalnya menyatakan, tidak ada yang menjelaskan secara rinci tentang hari kebangkitan kecuali Muhammad. Oleh sebab itu, mereka pun berkeyakinan, bahwa keterangan-keterangan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kebangkitan hanyalah khayalan.

BANTAHAN TERHADAP PARA FILOSOF
Untuk membantah orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan tersebut, Allah Ta’ala telah mengabarkan bantahanNya dalam kitabNya yang mulia. Meskipun al Qur`an telah jelas menerangkan tentang kebangkitan jiwa (ruh) pada saat kematian dan kebangkitan fisik pada hari kiamat besar, namun orang-orang filosof tetap mengingkarinya. Di antara mereka berkata: “Tidak ada yang mengabarkan hal tersebut kecuali hanya Muhammad, (dan) itupun dengan jalan khayalan”.

Pernyataan seperti ini merupakan kedustaan, karena sesungguhnya kiamat besar telah diketahui oleh para nabi, sejak dari Nabi Adam sampai Nabi Nuh, kemudian Ibrahim, Musa, Isa, dan selain mereka dari para nabi. Allah Azza wa Jalla telah mengabarkan keberadaan hari kebangkitan sejak menurunkan Nabi Adam ke bumi dengan firmanNya:

قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ

Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. [al A’raf/7: 25]

Juga dalam firman Allah ketika menceritakan dan menjawab perkataan Iblis :

قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ﴿٧٩﴾قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ﴿٨٠﴾إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

Ya Tuhanku, berilah tangguh aku sampai hari mereka dibangkitkan. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat). [Shaad/38:79-81].

Nabi Nuh Alaihissallam, diabadikan perkataannya oleh Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya:

وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا﴿١٧﴾ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. [Nuh/71:17-18].

Begitu juga perkataan Nabi Ibrahim Alaihissallam, dalam firman Allah Azza wa Jalla:

وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

...dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari Kiamat. (asy Syu’ara/26:82). Lihat juga firman Allah dalam Ibrahim/14 ayat 41 dan al Baqarah/2 : 260.

Juga Nabi Musa Alaihissallam, Allah Azza wa Jalla berfirman ketika telah menyelamatkannya:

إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَىٰ﴿١٥﴾فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَىٰ

Sesungguhnya hari Kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa. [Thaha/20 : 15-16]

Bahkan salah seorang dari keluarga kerajaan Fir’aun yang beriman kepada Nabi Musa Alaihissallam mengetahui hari kebangkitan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan dalam firmanNya (Ghafir/40:32-39), sampai pada ayat 46,

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga melukiskan tentang terjadinya kebangkitan, sebagaimana kisah sapi betina : Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti. [al Baqarah/2:73].

Tentang terjadinya hari kebangkitan ini, dibebankan kepada para rasul untuk menjelaskan kepada kaumnya, sebagaimana nampak dari pertanyaan para malaikat penjaga neraka terhadap penghuni neraka. Yaitu dalam firman Allah Azza wa Jalla :

وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ زُمَرًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَٰذَا ۚ قَالُوا بَلَىٰ وَلَٰكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ

Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab,"Benar (telah datang)," tetapi telah pasti berlaku ketetapan adzab terhadap orang-orang yang kafir ". [az Zumar/39:71].

Demikian pengakuan sekelompok orang kafir yang dicampakkan ke dalam neraka Jahannam. Mereka mengakui bahwa para rasul telah memperingatkan mereka ketika di dunia tentang hari kebangkitan yang akan mereka jumpai serta hukuman bagi orang-orang yang telah berbuat dosa di dunia. Begitu pula rasul terakhir, yaitu Muhammad Rasululah n telah menjelaskannya. Banyak ayat-ayat al Qur`an yang menyebutkan janji dan ancaman itu.

Dengan demikian, terbantahlah pernyataan dusta para ahli filsafat yang menolak keberadaan hari kebangkitan dengan mengatakan hanya khayalan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam semata, sebab para rasul sebelum beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengingatkan umat mereka tentang hal ini.

BAGAIMANA DIBANGKITKAN SETELAH MENJADI TULANG-BELULANG?
Ada lontaran-lontaran klasik yang dimunculkan untuk membuat rancu atau melemahkan keyakinan orang yang memang sudah lemah. Lontaran ini ini berbentuk pertanyaan, namun bukan untuk mencari tahu, namun sebagai penolakan. Di antara pertanyaan itu, mungkinkah manusia akan dibangkitkan dan hidup kembali setelah menjadi tulang belulang yang berserakan? Siapakah yang akan mampu melakukannya? Dan kapankah akan terjadi ?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu telah dijawab oleh Allah Azza wa Jalla dengan jawaban singkat tapi sangat jelas. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَقَالُوا أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا

Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?" [al Isra`/17: 98].

وَقَالُوا أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا﴿٤٩﴾قُلْ كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا﴿٥٠﴾ أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ ۚ فَسَيَقُولُونَ مَنْ يُعِيدُنَا ۖ قُلِ الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ وَيَقُولُونَ مَتَىٰ هُوَ ۖ قُلْ عَسَىٰ أَنْ يَكُونَ قَرِيبًا﴿٥١﴾يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?" Katakanlah: "Jadilah kamu sekalian batu atau besi, atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu". Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?" Katakanlah: "Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama". Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat",yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhiNya sambil memujiNya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.[al Isra`/17:49-52].

Perhatikanlah jawaban yang ditujukan kepada kaum musyrikin tentang hari kebangkitan. Mereka berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apa kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?"

Pertanyaan ini dapat diberi jawaban: "Jika kalian berkeyakinan bahwa tidak ada pencipta bagi kalian, maka hendaklah kalian menjadi makhluk yang tidak akan mungkin mengalami kematian, seperti batu atau besi, atau apa saja yang terbetik di hati kalian".

Jika mereka mengatakan : "Kami adalah makhluk yang telah memiliki karakteristik seperti ini yang tidak mungkin hidup selamanya di dunia," Jika, demikian keadaannya, maka apakah yang menghalangi antara diri kalian dengan pencipta? Dan apa pula yang menghalangi kalian untuk dicipta kembali menjadi makhluk yang baru?

Dari ayat di atas terdapat cara penetapan lain bagi keberadaan hari kebangkitan yaitu : jika mereka, para pengingkar tersebut diubah bentuknya menjadi batu atau besi atau yang lebih besar dari keduanya, maka sesungguhnya Allah mampu untuk menghilangkan atau membinasakan semuanya, dan merubahnya dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Allah mampu melakukan apa saja terhadap besi, batu, dan lainnya, yang benda-benda tersebut telah diketahui keras, tetapi semua dapat dihancurkan oleh Allah dan seterusnya. Lalu, jika Allah Maha Mampu melakukan itu terhadap benda-benda yang terkenal keras dan a lot, bagaimana mungkin Allah tidak dapat melakukan sesuatu terhadap makhluk yang lebih kecil dari benda-benda tersebut ?

ALLAH AZZA WA JALLA MAMPU MELAKUKANNYA
Allah mengabarkan, bahwa orang-orang musyrik mengajukan satu pertanyaan lain: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali setelah tubuh-tubuh kami hancur luluh?"

Allah Azza wa Jalla menjawab dengan firmanNya: Katakanlah : "Yaitu Dzat yang telah menciptakan kalian pada kali yang pertama". [al Isra`/17:51].

Ketika orang-orang musyrik tersebut dihadapkan pada dalil yang kuat dan tidak dapat dibantah, maka mereka mengajukan pertanyaan lainnya: "Kapan hal itu akan terjadi?" Maka Allah Azza wa Jalla memberikan jawaban dengan firmanNya : Katakanlah : "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat". [al Isra`/17 : 51].

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ ۖ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ

Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya, ia berkata : "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?" ( QS Yasin/36 : 78). Dan selanjutnya sampai akhir surat.

Apabila ada orang yang paling pandai, paling fasih serta paling lihai dalam menjelaskan sesuatu, berkeinginan mendatangkan argumentasi yang lebih baik dari ini atau yang sebanding dengannya, baik dari segi lafazhnya yang singkat maupun dari segi peletakkan dalil serta melemahkan argumentasi lawan, maka ia tidak akan mampu menandingi firman Allah ini.

Allah Azza wa Jalla memulai pemaparan argumentasi ini dengan membawakan sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh para pembangkang, dan pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban. Maka firman Allah : (yang artinya) : “…dan dia lupa kepada kejadiannya," merupakan bantahan sangat telak, yang mengandung jawaban sempurna, menegakkan hujjah dan telah menghilangkan syubhat mereka. Meskipun itu sudah cukup menjadi jawaban, namun Allah Azza wa Jalla hendak memberikan jawaban penguat. Allah Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ

Katakanlah : "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali pertama" -Yasin/36 ayat 79- dalam ayat ini, Allah menjadikan kemampuanNya untuk menciptakan manusia pertama kali sebagai hujjah dalam menjelaskan kemampuanNya mengembalikan manusia ke wujud aslinya setelah menjadi tulang-belulang yang berantakan. Karena setiap orang yang berakal pasti mengetahui, apabila Allah mampu menciptakan manusia untuk kali yang pertama, maka Dia tentu lebih mampu membangkitkan manusia setelah matinya.

Penciptaan suatu makhluk, harus memenuhi syarat-syarat berikut. Yang pertama, kemampuan pencipta atas makhluknya dan pengetahuan pencipta secara rinci tentang makhluknya. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla sebagai sang pencipta menyatakan :

وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ

Dan Dia Maka mengetahui tentang segala makhluk. [Yasin/36:79].

Apabila ilmu dan kemampuan Allah Maha Sempurna, bagaimana mungkin Allah Azza wa Jalla dinyatakan tidak mampu untuk menghidupkan kembali tulang-belulang yang telah hancur luluh?!

Kemudian Allah Azza wa Jalla memberikan dalil yang lebih kuat sebagai jawaban terhadap pertanyaan pembangkang lainnya: "Tulang-belulang yang telah hancur luluh, kembali kepada tabi’at aslinya, yaitu dingin lagi kering. Sedangkan kehidupan itu harus mencakup tabi’at yang panas serta basah, yang menunjukkan adanya tanda-tanda kebangkitan".

Menjawab pertanyaan tersebut, dapat dibawakan firman Allah Azza wa Jalla, yaitu :

الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ

Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan api dari kayu tersebut. [Yasin/36 : 80].

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang kemampuanNya mengeluar unsur panas yang sangat dari kayu hijau yang basah. Maka Dzat (yaitu Allah) yang dapat mengeluarkan sesuatu unsur yang kontra dengan asalnya, yang seluruh materi makhluk dan seluruh unsur-unsurnya tunduk kepadaNya, tidak pernah membangkang, Dzat inilah yang melakukan apa yang diingkari oleh para pembangkang tersebut berupa menghidupkan kembali tulang-belulang yang berserakan.

Kemudian Allah Ta’ala lebih menekankan lagi dengan dalil yang sangat kuat, bahwa Allah mampu menciptakan makhluk yang jauh lebih besar, apalagi makhluk yang di bawahnya. Setiap orang yang berakal akan mengetahui, apabila Allah mampu menciptakan makhluk yang sangat besar, maka dengan mudah Dia dapat menciptakan makhluk di bawahnya atau yang lebih kecil. Sebagaimana ditunjukkan oleh firmanNya :

أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَىٰ أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ

Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? [Yasin/36:81].

Langit dan bumi merupakan makhluk yang sangat besar, sangat luas dan pada kedua makhluk ini terdapat berbagai keindahan mengagumkan. Kalau langit dan bumi seperti itu saja mampu diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla , maka untuk menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh, serta mengembalikannya kepada bentuk semula, tentu Allah lebih mampu. Karena itu lebih ringan. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam ayat yang lain (yang artinya) : Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Ghafir/40:57].

Dan firmanNya (yang artinya): Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. [al Ahqaf/46:33].

Lalu Allah Azza wa Jalla lebih menekankan lagi, bahwa perbuatanNya tidak sama dengan perbuatan makhlukNya yang memerlukan alat-alat, biaya, tenaga dan tentu tidak mungkin sendirian. Ini semua tidak berlaku bagi Allah. Apabila Allah Azza wa Jalla menginginkan sesuatu, Dia cukup mengucapkan "Kun" (jadilah), maka tercipta dan terjadilah yang diinginkanNya.

Kemudian Allah Azza wa Jalla menutup argumentasi di atas dengan mengabarkan, bahwa seluruh alam semesta ada di tanganNya. Dia-lah yang mengatur seluruhnya, karena semuanya kembali kepadaNya -Yasin/36 ayat 83.

Untuk yang demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya) : Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? [al Qiyamah/75:36-40].

Allah Azza wa Jalla tidak meninggalkan makhluk ciptaanNya begitu saja tanpa perintah dan larangan, tanpa pahala dan hukuman. Hikmah Allah sangat bertolak belakang dengan (penolakan) itu. Allah berfirman : Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? [al Mu’minun/23:115].

Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan manusia dari setetes mani, lalu menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, kemudian Allah memberinya panca indera, kekuatan, tulang, persendian dan menyempurnakannya, sehingga keluar dari rahim wanita dalam wujud makhluk yang sempurna bentuknya, lalu bagaimana mungkin Allah Azza wa Jalla dikatakan lemah atau tidak bisa mengembalikan manusia setelah matinya kepada bentuk semula? Atau bagaimana bisa dikatakan Allah Azza wa Jalla membiarkan makhluk begitu saja? Anggapan demikian tidak sesuai dengan hikmah penciptaan manusia, dan tidak sesuai dengan kemampuan dan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lihatlah argumentasi yang mengagumkan tersebut dengan menggunakan bahasa singkat, penjelasan yang gamblang, sehingga seseorang tidak akan ragu terhadapnya.

Betapa banyak dalil-dalil dalam al Qur`an yang menjelaskan hari kebangkitan seperti argumentasi di atas, sebagaimana Allah berfirman (yang artinya) : Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang haq dan sesungguhnya Dia-lah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur. [al Hajj/22:5-7].

Juga firmanNya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. [al Mu’minun/23:12-16].

Allah Azza wa Jalla juga menyebutkan tentang adanya kebangkitan ini dalam kisah Ashabul Kahfi (para penghuni gua) yang telah ditidurkan oleh Allah selama 309 tahun. Allah berfirman tentangnya: Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya". [al Kahfi/18:21].

Para ulama salaf dalam memberikan gambaran mengenai hari kebangkitan, mereka menyatakan bahwa tubuh manusia berubah dari suatu keadaan kepada keadaan lainnya, kemudian dikubur dan menjadi tanah, lalu Allah menghidupkannya kembali. Hal ini seperti perubahan pada awal penciptaan manusia, berasal dari setetes mani, kemudian segumpal darah, lalu segumpal daging, kemudian menjadi tulang yang dibungkus oleh daging, maka jadilah makhluk yang sempurna. Begitu pula dengan proses kebangkitan, Allah mengembalikan bentuk manusia setelah semua hancur luluh. Tidak ada yang tersisa kecuali tulang pangkal ekor, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nabi , bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَبْلَى إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ , مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُرَكَّبُ

"Setiap manusia akan hancur jasadnya, kecuali pangkal ekor. Darinyalah manusia tercipta dan darinyalah tersusun rangkaian jasadnya".
Wallahu a'lam.

(Sumber : Syarah al Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abi al Izz ad-Dimasyqy, Daar ‘Alamil Kutub, Riyadh, Cetakan III, 1997, halaman 589-598)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

http://almanhaj.or.id/

No comments:

Post a Comment