Sunday, August 4, 2013

''Menghajikan'' (kita berangkat ke mekah berhaji ) pahalanya untuk Orang Yang Sudah Meninggal


''Menghajikan'' (kita berangkat ke mekah berhaji ) pahalanya untuk Orang Yang Sudah Meninggal



Oleh
Al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ



Pertanyaan.
Al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ ditanya : Alhamdulillah, Allah Azza wa Jalla telah memberikan taufik kepada saya untuk melaksanakan ibadah haji setahun yang lalu. Namun sayang, beberapa bulan sepulang saya dari haji, saya terbujukan oleh setan dan melakukan beberapa perbuatan dosa besar. Saya memohon ampun kepada Allah Azza wa Jalla dan sangat menyesali perbuatan itu. Pertanyaan saya, bagaimanakah hukum ibadah haji yang pernah saya lakukan ? Apakah dianggap batal, gugur atau bagaimana, sehingga saya berkewajiban mengulanginya ? Karena ibadah haji saya itu telah sirna akibat perbuatan dosa saya ini. Ataukah ibadah saya itu tidak gugur ? dan saya cukup bertaubat saja, tidak mengulangi perbuatan dosa itu serta dosa itu tidak berpengaruh terhadap ibadah yang penah saya lakukan ? Ini yang membuat saya bingung

Jawaban.
Jika faktanya sesuai dengan cerita anda, maka ibadah haji anda tidak batal; karena perbuatan dosa yang anda lakukan adalah setelah melakukan ibadah haji tersebut. Anda tidak berkewajiban mengqadha’. Namun anda wajib bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla, memperbanyak istighfâr, melakukan perbuatan ta’at, menyesali dosa yang pernah anda lakukan dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Semoga Allah Azza wa Jalla menerima taubat anda dan mengampuni dosa anda. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَىٰ

Dan Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar. [Thâha/20 :82]

وَبِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ
Ketua : Syaikh `Abdul Azîz bin `Abdullâh bin Bâz; Wakil : Syaikh `Abdurrazâq Afîfy; Anggota : Syaikh `Abdullâh bin Ghadyân dan Syaikh `Abdullâh bin Qu’ûd
(Fatâwa al-Lajnatid Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ`, 11/111)


MENGHAJIKAN ORANG YANG SUDAH MENINGGAL

Pertanyaan.
Al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ`ditanya : Ada seseorang yang berusia 25 tahun, dia meninggal sebelum melaksanakan ibadah haji. Bolehkah kita menghajikannya ? Cukupkah dengan haji saja tanpa umrah, sementara dia punya harta ?

Jawaban.
Orang yang terkena kewajiban haji dan meninggal sebelum melaksanakannya, maka boleh diambilkan dari hartanya biaya untuk menghajikan dan mengumrahkannya. Boleh juga menghajikannya tanpa mengambil harta si mayit jika ada yang mau bersedekah dengannya. Kita sudah tahu, haji itu salah rukun Islam. Kewajiban melaksanakan ibadah haji tidak bisa gugur karena meninggalnya orang yang terkena kewajiban haji. Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan dalam kitab Shahîh beliau, bahwa :

أَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَلَمْ تَحُجَّ حَتَّى مَاتَتْ أَفَأَحُجُّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ

Ada seorang wanita dari Juhainah yang mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya : “Ibuku pernah bernadzar melakukan ibadah haji, namun beliau tidak melaksanakannya sampai meninggal, apakah saya boleh menghajikannya ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Ya, hajikanlah ia ! Bagaimana pendapatmu, jika ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah engkau akan membayarnya, Allah lebih berhak untuk dilunasi.”[1]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah ditanya oleh seorang wanita dari Khats’am :

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ فِى الْحَجِّ عَلَى عِبَادِهِ أَدْرَكَتْ أَبِى شَيْخًا كَبِيرًا ، لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِىَ عَلَى الرَّاحِلَةِ ، فَهَلْ يَقْضِى عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ قَالَ « نَعَمْ

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kewajiban melaksanakan ibadah haji sampai ke bapakku saat beliau sudah tua renta dan tidak kuat di atas tunggangan (kendaraan-red), bolehkah saya menghajikannya ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Hajikanlah bapakmu !”

Sedangkan tentang kewajiban umrah, adalah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh lima Imam Ulama hadits (Imam al-Bukhâri, Muslim, Abu Dâwud, at-Tirmidzi dan Imam Ahmad-red).

عَنْ أَبِي رَزِينٍ الْعُقَيْلِيِّ أَنَّهُ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ لَا يَسْتَطِيعُ الْحَجَّ وَلَا الْعُمْرَةَ وَلَا الظَّعْنَ قَالَ حُجَّ عَنْ أَبِيكَ وَاعْتَمِرْ

Dari Abu Razîn al-Uqaili. Dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan : “Sesungguhnya bapakku sudah tua, dia tidak mampu melaksanakan ibadah haji, umrah dan berkendaraan.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Hajikanlah bapakmu dan umrahkanlah dia.”

وَبِاللهِ التَّوْفِيْقُ وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Al-Lajnatud Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ`
Ketua : Syaikh `Abdul `Azîz bin `Abdullâh bin Bâz; Wakil : Syaikh `Abdurrazâq Afîfy; Anggota : Syaikh `Abdullâh bin Qu’ûd
(Fatâwa al-Lajnatid Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ`, 11/88)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad, 1/239-240; Imam Bukhari, 2/217-218, 7/233-234, 8/150; an Nasa’I, 5/116, hadits no. 2632; ad-Daarimi, 2/24, 183;

MENGHAJIKAN IBU YANG SUDAH HAJI TUJUH KALI

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ibu saya telah melakukan haji sebanyak tujuh kali, apakah boleh saya menghajikan lagi?

Jawaban.
Dibolehkan bagi seseorang menghajikan ibunya ke delapan kali atau lebih dari itu dan perbuatan tersebut termasuk birul walidain, dengan syarat orang tersebut telah menunaikan ibadah haji. Dan orang yang menghajikan ibunya akan mendapatkan pahala dari Allah. Semoga Allah selalu memberikan kefahaman dan keteguhan kita semua dalam masalah agama.

[Majalatul Buhuts wa Fatawa Syaikh Bin Baz, juz 18 hal. 118]


HUKUM WANITA MENGHAJIKAN LAKI-LAKI

Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan


Pertanyaan.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya :Apakah sah wanita mewakili laki-laki dalam mengerjakan haji atau umrah?

Jawaban
Boleh dan sah bagi wanita mewakili haji dan umrah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu Fatawa-nya : “Boleh bagi wanita menghajikan wanita lain berdasarkan kesepakatan para ulama, baik menghajikan anaknya maupun yang lainnya. Menurut pendapat imam empat dan jumhur ulama dibolehkan perempuan menghajikan laki-laki. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan perempuan Khutsa’miyah agar menghajikan bapaknya tatkala perempuan tersebut bertanya kepada beliau : “Wahai Rasulullah, Allah telah memerintahkan haji kepada semua hamba-Nya, sementara bapak saya sangat tua sekali, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadanya untuk menghajikan bapaknya, padahal ihramnya laki-laki lebih sempurna dari pada ihramnya perempuan.
[At-Tanbihat Syaikh Fauzan, hal. 40]


WANITA DIHAJIKAN KARENA TIDAK MAMPU NAIK KENDARAAN

Oleh
Lajnah Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ


Pertanyaan
Lajnah Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ ditanya : Seorang laki-laki memiliki ibu tua renta yang berumur kurang labih tujuh puluh tahun dan tidak mungkin naik kendaraan walaupun jarak dekat, apabila dipaksa naik kendaraan akan berakibat lemahnya kesadaran. Padahal ia belum melaksanakan haji, apakah boleh bagi saya untuk menghajikan dari harta saya sebab saya adalah anak satu-satunya ?

Jawaban
Apabila kondisinya seperti yang saudara sebutkan, maka boleh bagi saudara menghajikan ibu saudara dengan biaya dari harta yang saudara miliki, bahkan suatu keharusan dalam rangka birrul walidain karena dia tidak mampu menunaikan haji sendiri, namun boleh juga saudara menyuruh orang lain untuk menghajikannya.

[Majalatul Buhuts wa Fatawa Lajnah Juz 13 hal.73]

MENGHAJIKAN KEDUA ORANG TUA YANG TELAH WAFAT

Pertanyaan.
Lajnah Dâimah Lil Buhûtsil Ilmiyyah Wal Iftâ ditanya : Bolehkah saya menghajikan kedua orang tua saya yang sudah meninggal tidak mampu haji karena keduanya miskin dan apa hukumnya?

Jawaban
Boleh bagi saudara untuk menghajikan kedua orang tua atau mewakilkan kepada orang lain untuk menghajikan keduanya, asalkan saudara atau orang-orang yang akan menghajikan sudah pernah menunaikan ibadah haji. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abi Daud dari Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yang niat ihram dengan megucapkan لَبَّيْكَ عَنْ شِبْرَمَةَ beliau bertanya :

((مَنْ شُبْرُمَةْ؟))

Siapakah Syubrumah itu?

Orang tersebut menjawab : Saudara saya atau kerabat saya”. Beliau bersabda :

((حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِنَ؟))

Apakah kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?

Ia menjawab : Belum. Beliau Shalallahui ‘alaihi wa sallam bersabda :

((حَجِّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حَجِّ عَنْ شُبْرُمَةَ))

Hajilah untuk dirimu kemudian untuk Subrumah” [HR Ibnu Majah dan Al-Baihaqi berkata : “Sanadnya shahih dan tidak ada yang lebih shahih dari hadits ini dalam masalah ini]

[Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]
_______
Footnote

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ ».

Artinya: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang laki-laki berkata: “Labbaika ‘an Syubrumah (Aku memenuhi panggilan-Mu atas nama Syubrumah”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Siapa Syubrumah?”, laki-laki itu menjawab: “Saudaraku atau kerabatku”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sudah berhajikah kamu?“, laki-laki menjawab: “Belum”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berhajilah atas dirimu kemudian hajikan atas Syubrumah“. [HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani kitab Irwa Al Ghalil, 4/171]

http://almanhaj.or.id/

No comments:

Post a Comment