Friday, August 30, 2013

Keteladanan Nabi Yusuf Alaihissallam Dalam Menghadapi Godaan Wanita




Keteladanan Nabi Yusuf Alaihissallam Dalam Menghadapi Godaan Wanita


Oleh
Ustadz 'Ashim bin Musthafa


قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ﴿٣٣﴾فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Yusuf berkata: "Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan diriku dari tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh. Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [Yusuf/12:33-34]


PENJELASAN AYAT
• Kilas Balik Fitnah Wanita Yang Mengancam Nabi Yusuf Alaihisallam.
Setelah selamat dari lubang sumur dan berpindah-tangan ke pejabat besar Mesir, kemudian Nabi Yusuf Alaihissallam tinggal dalam kemewahan. Beliau ternyata diperlakukan dengan baik, bukan layaknya budak belian pada umumnya. Tatkala usianya menginjak remaja, ketampanan paras menjadi simbol yang melekat pada beliau. Dalam peristiwa Isra` Mi'râj, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjumpainya di langit tingkat ketiga dan beliau berkomentar: "Sungguh, ia diberi separuh ketampanan (penduduk dunia)".[1]

Ketampanan Nabi Yusuf Alaihissallam ini telah membuat istri majikannya terpikat, dan ia pun membuat rencana untuk memperdaya dan menjerumuskan Nabi Yusuf Alaihissallam ke dalam perbuatan fâhisyah (perzinaan). Namun, Allah Subhanahu wa Ta’alamelindungi beliau dari perbuatan maksiat tersebut.

Berita tergodanya istri pembesar Mesir dengan budaknya menyebar sampai ke telinga-telinga kaum Hawa pada masa itu. Awalnya, mereka mencela istri pembesar Mesir atas kejadian tersebut. Akan tetapi, wanita istri pembesar Mesir tidak kurang akal. Ia menempuh sebuah cara supaya wanita-wanita itu membenarkan dirinya sehingga sampai terpikat dengan seorang remaja bernama Yusuf Alaihissallam .

Maka didatangkanlah wanita-wanita itu supaya menyaksikan sendiri ketampanan Nabi Yusuf Alaihissallam . Ternyata benar, mereka benar-benar tersihir oleh keelokannya. Bahkan mereka menganggapnya sebagai malaikat, lantaran sedemikian tampan paras beliau.

Keterpukauan dan kekaguman ini sampai mengakibatkan mereka tidak menyadari telah mengiris tangan-tangan mereka sendiri dengan pisau-pisau yang sengaja telah disediakan oleh istri pembesar Mesir, untuk membalas tipu daya wanita-wanita tersebut, yang sebenarnya juga memendam hasrat besar untuk menyaksikan keelokan wajah Nabi Yusuf Alaihissallam dengan mata kepala mereka sendiri. Bukan murni untuk mencela istri sang pembesar Mesir itu.

Selanjutnya, istri pembesar Mesir memberitahukan kepada para wanita yang hadir, mengenai kepribadian bagus yang tertanam pada diri Nabi Yusuf Alaihissallam . Yaitu, sifat 'iffah (ketangguhan untuk menjaga kehormatan diri), tidak sudi menyambut ajakan berbuat tidak senonoh. Karena penolakan itu, muncullah ancaman dari mulut wanita istri pembesar Mesir itu. Yakni dijeblosankannya Nabi Yusuf Alaihissallam ke dalam penjara dan hidup dalam keadaan terhina.

• Nabi Yusuf Alaihissallam Memohon Perlindungan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Saat itulah Nabi Yusuf Alaihissallam berlindung diri dengan Rabbnya, dan beliau memohon pertolongan kepada-Nya dari keburukan dan tipu-daya.

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ

(Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku).

Ini menunjukkan bahwa para wanita itu menyarankan Nabi Yusuf Alaihissallam supaya patuh terhadap tuan putrinya, dan mengupayakan untuk memperdaya Yusuf Alaihissallam dalam masalah ini. Akan tetapi, Nabi Yusuf Alaihissallam lebih menyukai terkurung dalam penjara dan siksaan duniawi ketimbang kenikmatan sesaat yang akan mendatangkan siksaan pedih.[2]

Sekaligus, ayat di atas juga mencerminkan bahwasanya istri pejabat masih saja mendesak Nabi Yusuf Alaihissallam untuk mau menerima ajakannya, dan mengancamnya dengan penjara dan kurungan, bila menolak ajakan itu. Pasalnya, seandainya wanita itu tidak menekan dan melancarkan ancaman, maka mustahil membuat Nabi Yusuf Alaihissallam sampai mengatakan "Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku".[3]

Walaupun banyak kondisi yang sangat mendukung terjadinya perbuatan zina yang nanti akan dikemukakan satu-persatu, tetapi Nabi Yusuf Alaihissallam lebih mengutamakan ridha dan rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Begitu juga kecintaan kepada-Nya, telah mendorongnya untuk memilih hari-harinya hidup di bui daripada berbuat zina. [4]

وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ

[Dan jika tidak Engkau hindarkan diriku dari tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)]

Jika Engkau (wahai Rabbku) menyerahkan pengendalian urusan ini kepada diriku sendiri, sesungguhnya aku lemah, tiada daya, tidak mempunyai kekuatan, tidak sanggup mendatangkan bahaya dan kemanfaatan kecuali dengan bantuan dan kekuatan-Mu. Engkaulah tempat memohon pertolongan, kepada-Mulah tempat sandaran, jangan Engkau serahkan pada diriku sendiri [5]

وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

(dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh).

Imam ath-Thabari rahimahullah mengatakan: "Dengan kecondonganku kepada mereka, aku akan menjadi orang-orang yang tidak mengetahui hak-Mu dan menentang perintah dan larangan-Mu"[6]

Penyambutan terhadap ajakan itu, menyebabkan seseorang terjerumus dalam dosa dan berhak menyandang celaan atau telah bertindak dengan perbuatan orang-orang yang tolol. Karena berarti lebih mengutamakan kenikmatan sesaat, dan akan sangat menyengsarakannya di akhirat kelak daripada kenikmatan abadi dan kesenangan yang beraneka macam di Jannatun-Na'im. Orang yang memilih ini daripada itu, apakah ada orang yang lebih bodoh darinya?[7] Dan berdasarkan ijma' para ulama, orang yang dipaksa berzina dengan ancaman penjara, tetap saja tidak boleh untuk melakukannya.[8]

Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata: "Ia mengetahui kalau dirinya tidak mampu menghindarkan diri dari ajakan itu. Seandainya Rabbnya tidak menjaga dan menyelamatkannya dari makar para wanita itu, atas dasar nalurinya akan condong kepada mereka dan termasuk dalam golongan orang-orang yang bodoh. Ini merupakan indikasi kesempurnaan ma'rifat beliau kepada Alllah dan dirinya (yang lemah)".[9]

Dengan ini, Nabi Yusuf Alaihissallam berarti telah mencapai kedudukan yang sempurna. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya perzinaan, seperti usianya yang remaja dan anugerah ketampanan dan kesempurnaan pribadi, digoda oleh majikan wanita, seorang istri pejabat Mesir yang juga berwajah elok, kaya dan berkedudukan, namun keadaan seperti itu tidak menggoyahkan keteguhan hati Nabi Yusuf Alaihissallam . Beliau lebih memilih hidup terhina dalam jeruji penjara daripada melakukan perbuatan buruk, karena belaiu takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’aladan berharap pahala dari-Nya.[10]

Syaikh as-Sa'di rahimahullah menyebutkan rahasia Nabi Yusuf Alaihissallam dapat selamat dari keadaan genting tersebut. Yakni, (setelah taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala), juga karena ilmu dan akal pikiran sehat yang mengajaknya untuk lebih mengutamakan kemaslahatan dan kenikmatan yang terbesar, serta lebih mengedepankan perkara yang kesudahannya terpuji.[11]

Artinya, ketika aspek jahâlah (kebodohan) membelenggu manusia, baik masih dalam taraf yang ringan ataupun sudah pekat. Hawa nafsu manusia selalu berbisik kepada obyek yang buruk-buruk, yang tidak bermanfaat lagi membahayakannya di hari esok. Demikian ini, lantaran sisi jahâlah (kebodohan) yang menguasai jiwa tersebut. Oleh karena itu, siapa saja yang mencermati Al-Qur`anul-Karim, maka akan berhenti pada kesimpulan bahwa faktor kebodohanlah yang menjadi pemicu terjadinya dosa-dosa dan maksiat. Tidak mengherankan bila Nabi Yusuf Alaihissallam , seperti yang diceritakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’alapada ayat di atas, akan menilai dirinya sebagai manusia bodoh jika menyambut ajakan wanita istri penguasa Mesir, majikannya. Nabi Yusuf Alaihissallam berkata: "Dan jika tidak Engkau hindarkan diriku dari tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh".

Imam al-Baghawi rahimahullah berkata: "Pada ayat ini terdapat dalil, bahwa seorang mukmin yang berbuat dosa, ia melakukannya karena dorongan unsur jahâlah (kebodohan pada dirinya, Red.)"[12]. Begitu juga Syaikh Abu Bakar al-Jazâiri hafizhahullah mengatakan, al-jahlu (ketidaktahuan/tidak mengenal) Allah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya, janji baik dan ancaman, serta tidak mengenal syariatnya merupakan penyebab terjadinya setiap kejahatan di dunia.[13] Banyak ayat yang menjelaskan pengertian yang sama (al-jahlu) dengan ayat di atas.

Di antaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman saat menceritakan kaum Nabi Musa Alaihissallam.

قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

Bani Israil berkata: "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)". Musa menjawab : "Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Ilah)". [al-A'râf/7:138]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ﴿٥٤﴾أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu melihat(nya)?" Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)". [an-Naml/27: 54-55]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ

Katakanlah:"Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?" [az-Zumâr/39:64].

Oleh sebab itu, siapa saja yang bermaksiat kepada Allah dan melakukan perbuatan dosa, maka orang itu adalah jâhil (bodoh), sebagaimana telah menjadi kenyataan yang dimaklumi oleh generasi Salafush-Shalih.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ

Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya… [an-Nisâ`/4:17].

Makna bi jahâlah adalah kebodohan (ketidaktahuan) pelakunya terhadap akibat buruk dari perbuatannya, yang dapat mendatangkan kemurkaan dan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga setiap orang yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia bodoh ditinjau dari segi ini. Kendatipun ia mengetahui (memiliki ilmu) kalau perbuatan itu memang diharamkan; kebodohannya terhadap pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kebodohannya terhadap dampak maksiat yang bisa mengurangi keimanan atau menghapuskannya.

Qatadah rahimahullah berkata,"Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkumpul, dan mereka memandang setiap perkara yang dengannya Allah didurhakai, berarti itu bentuk jahâlah (kebodohan), baik dikerjakan dengan sengaja maupun tidak."

As-Suddi rahimahullah berkata: "Selama seseorang masih bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berarti ia masih bodoh".[14]

• Allah Subhanahu Wa Ta’ala Mengabulkan Permohonan Nabi Yusuf Alaihissallam .

فَاسْتَجَابَ لَهُ رَبُّهُ

(Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf ) saat memanjatkan doa kepada-Nya.

فَصَرَفَ عَنْهُ كَيْدَهُنَّ

(dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka): wanita itu masih saja bernafsu menggoda Nabi Yusuf Alaihissallam , dan ia menempuh segala cara yang mampu ia lakukan, tetapi Nabi Yusuf Alaihissallam bergeming, dan membuatnya patah arang, dan Allah pun memalingkan tipu-daya mereka dari Nabi Yusuf Alaihissallam.

إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

(Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Mendengar): doa Nabi Yusuf Alaihissallam saat ia berdoa supaya Allah menghindarkannya dari tipu daya kaum wanita, dan doa setiap makhluk-Nya (lagi Maha Mengetahui), keinginan dan kebutuhan Nabi Yusuf Alaihissallam dan setiap hal yang dapat memperbaiki kondisinya serta mengetahui kebutuhan seluruh makhluk, dan hal-hal yang dapat memperbaiki keadaan mereka[15]. Ini merupakan wujud pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’alakepada Nabi Yusuf Alaihissallam dari fitnah yang menghimpit dan berat ini.[16]

Mengapa disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’alamemperkenankan doa Nabi Yusuf Alaihissallam , padahal tidak ada doa yang muncul dari bibirnya, dan Nabi Yusuf Alaihissallam hanya memberitahukan jika penjara lebih disukainya daripada bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Jawabnya, lantaran dengan itulah Nabi Yusuf Alaihissallam menyampaikan pengaduan kepada Allah Subhanahu wa Ta’aladan [Dan jika tidak Engkau hindarkan diriku dari tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka)] mengandung makna permohonan doa Nabi Yusuf Alaihissallam kepada Allah Subhanahu wa Ta’alauntuk menghindarkan dari makar para penggoda. Oleh karena itu, lantas Allah Subhanahu wa Ta’alamengabulkan doanya.[17]

Dalam konteks ini, sudah tentu Nabi Yusuf Alaihissallam masuk dalam kandungan hadits tujuh golongan yang meraih naungan Allah Subhanahu wa Ta’alapada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ (وفيه) وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ

Ada tujuh golongan, Allah akan menaungi mereka dengan naungan-Nya pada hari tiada naungan kecuali naungan dari-Nya. (Salah satunya disebutkan): Seorang lelaki yang diajak seorang wanita yang memiliki kedudukan dan paras elok (untuk berbuat zina), akan tetapi ia mengatakan: "Saya takut kepada Allah". [HR al-Bukhari dan Muslim].

WANITA, FITNAH PALING BERBAHAYA BAGI LELAKI
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan kepada kaum lelaki, bahwa fitnah wanita merupakan fitnah terberat yang dirasakan seorang lelaki. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنْ النِّسَاءِ

Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalkan sebuah fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki melebihi fitnah wanita. [HR al-Bukhari dan Muslim].

Bahkan sejumlah ulama menyimpulkan, bahwasanya makar dan tipu daya wanita lebih berbahaya dari pada tipu daya setan. Yaitu dengan membandingkan penjelasan Allah Subhanahu wa Ta’alatentang tipu daya setan dengan tipu daya wanita dalam surat ini.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’alatentang tipu daya setan, (karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah) -an-Nisâ`/4 ayat 76- sedangkan mengenai tipu-daya wanita, Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman (Sesungguhnya tipu daya mereka itu sangat besar) -Yusuf/12 ayat 28. Komparasi ini menunjukkan bahwa tipu daya wanita lebih berbahaya daripada tipu daya setan.[18]

ALANGKAH DAHSYAT FITNAH YANG MENIMPA NABI YUSUF ALAIHISSALLAM[19]
Allah Subhanahu wa Ta’alatelah menyampaikan betapa besarnya fitnah perzinaan yang menghadang Nabi Yusuf Alaihissallam . Banyak faktor yang dapat menjerumuskan Nabi Yusuf Alaihissallam ke dalam lembah kenistaan, yang tidak pernah dijumpai oleh siapapun.

Penjelasannya sebagai berikut.
1. Naluri Nabi Yusuf Alaihissallam sebagai lelaki, beliau memiliki hasrat terhadap perempuan.

2. Status sebagai pemuda, yang umumnya memiliki rangsangan nafsu syahwat yang kuat. Terlebih lagi statusnya juga masih lajang, tanpa ataupun budak perempuan yang dapat dijadikan untuk menyalurkan hasrat kelelakiannya, sekaligus tak ada anggota keluarga yang membebaninya.

3. Ketampanan yang dimiliki Nabi Yusuf Alaihissallam menjadi sumber daya pikat yang sangat berpengaruh, sehingga menyebabkan wanita tertarik kepadanya.

4. Keberadaannya sebagai orang asing, jauh dari keluarga dan kampung halaman. Kebiasaan orang yang bermukim di lingkungan sendiri akan merasa malu berbuat tidak senonoh. Khawatir bila perbuatan nistanya terbongkar, yang pada gilirannya kehormatannya pun bisa terpuruk di mata masyarakatnya. Akan tetapi, meski di tempat asing, Nabi Yusuf Alaihissallam tidak ternoda godaan.

5. Statusnya yang seperti mamlûk (budak belian). Seorang budak, ia sering keluar-masuk ke tempat majikan. Dia pun tidak terlalu memikirkan hal-hal yang dihindari oleh seseorang yang merdeka.

6. Si wanita penggoda memiliki status sosial tinggi, sekaligus rupawan.

7. Yang memulai menggoda adalah wanita itu, bukan Nabi Yusuf Alaihissallam . Sehingga hilanglah beban seorang lelaki untuk melancarkan jurus-jurus cinta untuk bisa merayu seorang wanita. Hilang pula perasaan takut ditolak wanita itu. Belum lagi agresivitas wanita tersebut dalam mendekati Yusuf Alaihissallam , yang berarti tindakannya itu bukan ditujukan untuk menguji ketahanan dan kesucian Nabi Yusuf Alaihissallam , tetapi benar-benar mengajaknya berbuat nista. Akan tetapi, Nabi Yusuf Alaihissallam bisa menjaga diri sehingga terhindar dari perbuatan yang menjijikkan.

8. Tempat kejadian berada di dalam rumah yang berada dalam kekuasaan pemilik, yaitu wanita penggoda tersebut. Sehingga ia leluasa dan mengetahui waktu-waktu yang sepi, hingga memungkinkannya melakukan perzinaan tanpa diketahui orang lain. Wanita itu pun melakukan ancaman bila hasratnya tidak dipenuhi, Tetapi Nabi Yusuf Alaihissallam menghindar dan menolaknya.

9. Begitu pula wanita pemilik rumah telah mengunci pintu-pintu dengan rapat, untuk mengantipasi masuknya seseorang secara mendadak. Keadaan rumah benar-benar kosong kecuali Nabi Yusuf Alaihissallam dan wanita itu. Tetapi Nabi Yusuf Alaihissallam bergeming untuk tidak melakukannya.

10. Ketika gagal merayu Nabi Yusuf Alaihissallam , maka wanita istri pembesar itu mengundang kaum wanita lainnya, sehingga timbul opini untuk memojokkan Nabi Yusuf Alaihissallam.

11. Adapun suami wanita pembesar itu tidak terlalu memperlihatkan kecemburuan, sehingga memisahkan keduanya. Terhadap perbuatan nista istrinya, sang pembesar hanya meminta agar Nabi Yusuf Alaihissallam melupakan kejadian tersebut, dan menuntut istrinya untuk bertaubat. Padahal, kecemburuan seorang suami dapat menjadi penangkal yang tepat dalam kasus semacam ini, supaya tidak terulang di kemudian hari.

Walaupun sangat mencekam, Nabi Yusuf Alaihissallam tidak sudi menyambut ajakan wanita itu. Dia lebih mengutamakan hak Allah Subhanahu wa Ta’aladaripada hak majikan wanitanya. Allah Subhanahu wa Ta’alatelah menjaga kehormatannya. Mengapa Nabi Yusuf Alaihissallam dikatakan berhasil menjaga kehormatannya, padahal Al-Qur`ân menyatakan kalau Nabi Yusuf pun memiliki keinginan.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan:

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ ۖ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَىٰ بُرْهَانَ رَبِّهِ

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Rabbnya. [Yusuf/12:24]

Jawabnya [20], al hamm (keinginan) yang muncul dari beliau hanya sekedar khatharât (bisikan hati semata), yang kemudian ia singkirkan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka Allah Subhanahu wa Ta’alamembalasnya dengan kebaikan. Sedangkan hasrat yang berkecamuk pada wanita itu adalah hamm ishrâr (hasrat yang terus-menerus). Dia mengerahkan segala upaya untuk mewujudkannya. Akan tetapi gagal. Jadi, dua keinginan yang ada pada Nabi Yusuf Alaihissallam dengan wanita itu berbeda.

Imam Ahmad rahimahullah berkata: "Keinginan itu ada dua macam, hamm khatharât dan ishrâr. Hammul-khatharât tidak diperhitungkan sebagai dosa, dan hammul-ishrâr diperhitungkan sebagai dosa ".

Ringkasnya, Allah Subhanahu wa Ta’alatelah memberikan perlindungan kepada Nabi Yusuf Alaihissallam dengan berbagai faktor pendukung, sehingga beliau terhindar dari perbuatan nista tersebut. Faktor-faktor itu meliputi: ketakwaan kepada Allah, memperhatikan hak majikan yang telah memuliakannya, memelihara diri dari tindakan aniaya yang tidak akan membuat pelakunya selamat. Begitu juga, Allah Subhanahu wa Ta’alamemberikan anugerah berupa keteguhan iman, sehingga menghasilkan ketaatan untuk mengerjakan perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan-Nya.

Substansi dari perlindungan itu, Allah Subhanahu wa Ta’alatelah memalingkan Nabi Yusuf Alaihissallam dari keburukan dan perbuatan keji, karena ia tergolong hamba-Nya yang ikhlas kepada-Nya dalam beribadah. Allah juga telah mengikhlaskan hati, memilih dan mengistimewakannya bagi diri-Nya, mencurahkan kepadanya berbagai kenikmatan, dan menyelamatkannya dari berbagai keburukan. Dengan pemeliharaan Allah itu, ia pun menjadi insan pilihan-Nya.

كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih. [Yusuf/12:24].

Syaikhul-Islam rahimahullah berkata: "Seandainya Nabi Yusuf Alaihissallam telah berbuat dosa, niscaya akan bertaubat. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’alatidak menyebutkan kejadian dosa pada nabi kecuali disertai dengan taubat. Sedangkan (di sini), Allah Subhanahu wa Ta’alatidak menyebut masalah taubat. Sehingga dalam kasus yang dialaminya itu dapat diketahui, beliau q sama sekali tidak berbuat dosa. Wallahu a'lam". [21]

PELAJARAN AYAT
1. Nabi Yusuf Alaihissallam lebih memilih menghuni penjara daripada berbuat maksiat. Demikianlah seharusnya seorang hamba, bila di hadapkan pada dua pilihan ujian: berbuat maksiat atau hukuman duniawi, maka ia memilih sanksi duniawi ketimbang melakukan perbuatan dosa yang mendatangkan hukuman berat di dunia dan akhirat. Karena itulah, termasuk dari tanda keimanan, yaitu seorang hamba benci kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan Allah Subhanahu wa Ta’aladarinya, sebagaimana ia benci dicampakkan ke nyala api.

2. Nabi Yusuf Alaihissallam memilih masuk penjara daripada melakukan kemaksiatan meskipun dibawah ancaman. Sikap ini termasuk dalam kategori tanda kebenaran iman.

3. Nabi Yusuf Alaihissallam memilih bahaya yang lebih ringan. Ini merupakan kaidah syar'iyyah yang telah dipakai oleh ulama-ulama terdahulu, untuk menghindari bahaya yang lebih berat.

4. Menghuni penjara tidak selalu menjadi petunjuk bahwa orang itu berkelakukan buruk. Sebab, seperti dicontohkan, Nabi Yusuf Alaihissallam adalah kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan masuk penjara bisa menjadi tonggak awal bagi masa depan yang lebih baik.

5. Jika seorang hamba menyaksikan sebuah tempat yang mengandung fitnah dan faktor-faktor penggoda untuk berbuat maksiat, semestinya ia bergegas pergi dan menjau darinya.

6. Mewaspadai bahaya khalwat, Yaitu berduaan dengan wanita (laki-laki) asing, yang dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Juga, harus mewaspadai getaran cinta yang ditakutkan memantik bahaya.

7. Hasrat yang muncul pada Nabi Yusuf Alaihissallam terhadap wanita tersebut, yang kemudian ia singkirkan karena Allah, menjadi salah satu tangga yang mengangkatnya kepada Allah menuju kedudukan yang dekat dengan-Nya.

8. Seorang hamba, seharusnya selalu mencari perlindungan kepada Allah dan bernaung di bawah pemeliharaan-Nya ketika berhadapan dengan pemicu-pemicu maksiat, kemudian berlepas diri sikap percaya diri yang ada pada daya dan kekuatan pribadinya.

9. Seseorang tidak terpelihara dari maksiat kecuali karena pertolongan dari Allah Azza wa Jalla .

10. Allah tidak akan menyia-nyiakan keteguhan iman, keseriusan hati, dan usaha seorang hamba yang muhsin.

11. Seseorang yang sudah tercelup keimanan pada hatinya, ia adalah seorang yang ikhlas karena Allah pada semua perbuatannya. Allah Subhanahu wa Ta’alaakan menyingkirkan berbagai kejelekan, perbuatan keji dan maksiat (dari dirinya) dengan kekuatan iman dan keikhlasannya, sebagai balasan bagi keimanan dan keikhlasannya. Allah Subhanahu wa Ta’alatelah berfirman, yang artinya: Demikianlah agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.

12. Kisah ini menunjukkan keindahan batin Nabi Yusuf Alaihissallam , yaitu sifat iffah (penjagaan kehormatan diri) yang besar dari godaan maksiat.

13. Sesungguhnya ilmu yang benar dan akal yang sehat akan membimbing pemiliknya kepada kebaikan dan menahannya dari kejelekan. Sebaliknya, kebodohan akan menjerumuskan seseorang selalu memperturutkan bisikan hawa nafsunya, walaupun merupakan maksiat yang berbahaya bagi pelakunya.

14. Kisah dalam ayat ini memperlihatkan tentang buruknya kebodohan, dan celaan bagi orang bodoh (jahil).

Maraji`:
1. Al-Qur`ân dan Terjemahannya, Cet. Mujamma' Malik Fahd, Madinah.
2. Ad-Dâ` wad-Dawâ`, Imam Ibnul-Qayyim, KSA, Cet. III, Th. 1419 H – 1999 M.
3. Adhwâul-Bayâni fi Idhâhil-Qur`âni bil-Qur`ân, Syaikh Muhammad al-Amîn asy-Syinqithi, Maktabah Ibni Taimiyyah, Kairo, Mesir, 1415 H - 1995 M.
4. Ahkâmul-Qur`ân, Abu Bakr Muhammad bin 'Abdullah (Ibnul-'Arabi), Tahqiq: 'Abdur-Razzâq al- Mahdi, Dârul-Kitâbil 'Arabi, Cet I, Th. 1421 H – 2000 M.
5. Aisarut-Tafâsîr, Abu Bakar Jâbir al-Jazâiri, Maktabah 'Ulum wal-Hikam, Madinah.
6. Al-Jâmi li Ahkâmîl-Qur`ân (Tafsir al-Qurthubi), Abu 'Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâri al-Qurthubi, Tahqiq: 'Abdur-Razzâq al-Mahdi, Dârul-Kitâbil-'Arabi, Cet. IV, Th. 1422H - 2001M.
7. Asbâbu Ziyâdatil-Imân wa Nuqshâni, Prof. Dr. 'Abdur-Razzâq bin Abdul-Muhsin al-'Abbâd, Penerbit Ghirâs, Cet. III, Th. 1424 H - 2003 M.
8. Ithâful Ilf bi Dzikril-Fawâidil-Alfi wan-Naif min Sûrati Yûsuf q , Muhammad bin Mûsa Alu Nashr dan Salîm bin 'Id al-Hilâli, Maktabah ar-Rusyd, Cet. I, Th. 1424 H - 2003 M.
9. Jami'ul-Bayân 'an Ta`wîl Ay Al-Qur`ân, Abu Ja'far Muhammad bin Jarîr ath-Thabari, Dar Ibnu Hazm, Cet. I, Th. 1423 H – 2002 M.
10. Ma'âlimut-Tanzîl, Imam Abu Muhammad al-Husain bin Mas'ûd al-Baghawi, Tahqîq dan Takhrîj: Muhammad 'Abdullah an-Namr, 'Utsmân Jum'ah Dhumairiyyah, dan Sulaimân Muslim al-Kharsy Dâr Thaibah, Th. 1411 H.
11. Tafsîrul-Qur`ânil-'Azhîm, al-Hafizh Abul-Fida Isma'îl bin 'Umar bin Katsîr al-Qurasyi, Tahqîq: Sâmi bin Muhammad as-Salâmah, Dar Thaibah, Riyâdh, Cet. I, Th. 1422 H - 2002 M.
12. Taisîrul-Karîmir-Rahmân, 'Allâmah Syaikh Abdur-Rahmân bin Nâshir as-Sa'di, Dârul-Mughni, Riyadh, Cet. I, Th. 1419 H – 1999 M.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Pentingnya Memperhatikan Pendidikan Para Pemuda



Oleh
Syaikh Shâlih bin Fauzân al-Fauzân.



Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Berpegang teguhlah dengan tali Allah. Ingatlah, kebahagiaan itu hanya bisa diraih dengan berpegang teguh dengannya. Bersyukurlah kepada Allah. Dengan bersyukur, niscaya kenikmatan itu akan senantiasa bertambah.

Masa muda merupakan masa keemasan, masa produktif. Masa yang paling gemilang untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya menuju akhirat. Sehingga Islam sangat memperhatikan kepada para pemuda. Demikian halnya dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau sangat memberikan perhatian kepada para pemuda. Di antaranya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ

Tujuh orang yang akan dilindungi oleh Allah pada hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya, (yaitu) pemimpin yang adil dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah. [Muttafqun alaihi].

Tanggung jawab untuk terbentuknya pemuda-pemuda tangguh dan generasi yang taat, itu merupakan kewajiban dan tugas yang besar di pundak para orang tua, agar mendidik anak-anaknya semenjak dini dengan pendidikan yang benar, yaitu pendidikan yang diajarkan oleh Islam, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

Perintahkanlah anak-anak kalian agar menunaikan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka ketika telah berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidurnya. [HR Abu Dâwud].

Hadits ini, meskipun berhubungan dengan mendidik anak dalam masalah shalat, akan tetapi, sesungguhnya mencakup pendidikan lainnya dari syariat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda kepada Ibnu ‘Abbâs yang pada saat itu beliau masih kecil:

يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

Wahai, anak kecil! Sesunguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat; jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu; jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapatkan Dia selalu di hadapanmu; apabila engkau minta, mintalah kepada Allah dan apabila engkau minta pertolongan, mintalah pertolongan kepada-Nya. [HR Tirmidzi].

Didiklah mereka dengan pendidikan Islam. Berilah para pemuda itu dengan pengarahan yang benar. Hendaklah orang tua menjadi teladan yang baik bagi anaknya, sehingga menjadikannya sebagai qudwah hasanah.

Salah satu wasilah yang sangat membantu dalam membentuk kepribadian anak, adalah dengan membersihkan rumah-rumah kita dari berbagai sarana yang dapat membawa kepada kerusakan, sehingga seorang anak akan selamat dari berbagai penyelewengan, akan selalu terjaga fithrahnya, dan menjadi anak shâlih yang akan memberikan manfaat bagi kedua orang tuanya; tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengumpulkannya bersama kedua orang tuanya di surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apayang dikerjakannya. [ath-Thûr/52 ayat 21]

Untuk mencapai kemuliaan yang agung ini, tentu membutuhkan kesabaran, perjuangan, dan perhatian yang besar dari para orang tua. Terlebih lagi pada zaman sekarang ini, berbagai fasilitas tersedia dan sangat mudah membahayakan akhlak dan kepribadian seorang anak. Pemuda pada zaman ini, ia bagaikan seekor kambing yang berada dalam kerumunan serigala yang siap menyantapnya.

Dengan demikian, kita dapat memahami mengapa para salafush-shalih sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Mereka berusaha menjadikan anak-anaknya sebagai penghafal Al-Qur`ân dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada para pengajar yang amanah. Bahkan tidak sedikit harta yang mereka keluarkan. Masa dan waktu yang panjang mereka luangkan. Semua ini, mereka korbankan demi mengharapkan tercapainya cita-cita, yaitu memiliki generasi yang taat kepada Allah. Mereka tidak membiarkan waktu-waktu yang ada kosong begitu saja menghiasi anak-anaknya, karena waktu yang kosong dapat berbahaya bagi seorang pemuda. Oleh karena itu, seorang pemuda yang memiliki kekuatan dan keinginan, harus memanfaatkan waktunya dengan kesibukan. Jagalah waktu mereka dengan sebaik-baiknya. Demikian pula, jangan memberikan kepada mereka harta yang berlebihan, tetapi berikanlah sesuai dengan kebutuhan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. [al-Furqân/25:67].

Adapun para guru atau para pendidik, sesungguhnya mereka memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar untuk mendidik anak-anak kaum muslimin. Menjadikan mereka generasi Rabbani; generasi yang selalu berjalan di atas ketentuan Allah dan Rasul-Nya, generasi yang meneruskan perjuangan para sahabat, generasi yang siap mengemban dakwah Islam. Ajarkanlah kalimat tauhid, ajarkanlah sunnah-sunnah Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ajarkanlah akhlak mulia. Itulah tugas seorang guru yang merupakan tugas yang agung dan amanah yang besar.

Ketahuilah, sesungguhnya para musuh selalu berusaha merusak kepribadian pemuda Islam. Mereka selalu membuat makar untuk menjerumuskan para pemuda ke jurang kebinasaan. Para musuh Islam menyediakan berbagai fasilitas yang dapat menjerumuskan kepada syahwat untuk merusak akhlak pemuda Islam, seperti obat-obat terlarang untuk merusak akal sekaligus badan, bahkan para musuh Islam menyusup melalui pendidikan dengan cara memasukkan pelajaran yang tidak sesuai dengan norma-norma Islam. Pelajaran yang mengandung kemaksiatan, bahkan kekufuran kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tujuan utama para musuh itu ialah agar kaum muslimin berpaling dari ilmu Islam dan sibuk dengan ilmu-ilmu yang mereka inginkan. Itulah makar dan tipu daya musuh untuk menghancurkan kaum muslimin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

مَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلَا الْمُشْرِكِينَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ

Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabbmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. [al-Baqarah/2 : 105].

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan kaum muslimin dari makar dan tipu daya orang kafir dengan firman-Nya,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُون

Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. [al-Anfâl/8 : 36].

Akan tetapi, sungguh musuh-musuh Islam itu akan terkalahkan. Tetapi kapankah mereka dapat dikalahkan? Jawabanya, yaitu jika kaum muslimin tetap konsisten dengan perintah dan larangan Allah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , berusaha menerapkan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam kehidupan mereka, dan selalu berhati-hati dengan makar mereka.

Anak-anak kaum muslimin adalah tumpuan untuk masa yang akan datang. Merekalah yang akan membawa panji Islam. Semua itu akan terwujud, apabila pendidikan yang benar dimulai semenjak dini, dan yang paling berperan ialah orang tua dan guru. Sungguh, generasi yang shâlih akan mendatangkan manfaat, khususnya bagi kedua orang tuanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Apabila salah seorang meninggal maka akan terputus semua amalannya, kecuali tiga perkara (yaitu) shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya. [HR Muslim].

Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam memegang amanah yang agung ini. jagalah anak-anak, para pemuda kita dari api neraka Jahannam.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [at-Tahrîm/66 : 6].

(Diringkas dari al-Khutab al-Mimbariyyah, karya Syaikh Shâlih bin Fauzân al-Fauzân).

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XII/1429/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


http://almanhaj.or.id/

No comments:

Post a Comment