Saturday, April 14, 2012

Tempat Keluarnya Dajjal, Dajjal Tidak Akan Memasuki Makkah Dan Madinah


Tempat Keluarnya Dajjal, Dajjal Tidak Akan Memasuki Makkah Dan Madinah




Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil




5. Tempat Keluarnya Dajjal
Dajjal akan keluar dari arah timur, dari Khurasan[1], dari perkampungan Yahudi Ashbahan [2], kemudian ia mengembara di atas bumi, tidak ada satu negeri pun yang ditinggalkannya kecuali Makkah dan Madinah, dia tidak akan bisa memasukinya karena para Malaikat menjaganya.


Dalam hadits Fathimah binti Qais terdahulu dijelaskan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda mengenai Dajjal: 


أَلاَ إِنَّهُ فِيْ بَحْرِ الشَّامِ، أَوْ بَحْرِ الْيَمَنِ، لاَ، بَلْ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَا هُوَ، مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَا هُوَ (وَأَوْمَأَ بِيَدِهِ إِلَى الْمَشْرِقِ).


“Ketahuilah sesungguhnya dia (Dajjal) berada di laut Syam, atau lautan Yaman. Oh tidak, bahkan (ia akan datang) dari arah timur. Dari arah timur?” (Dan beliau memberikan isyarat dengan tangannya ke arah timur).[3]


Diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meriwayatkan hadits kepada kami, beliau bersabda:


اَلدَّجَّالُ يَخْرُجُ مِنْ أَرْضٍ بِالْمَشْرِقِ؛ يُقَالُ لَهَا: خُرَاسَانُ.


‘Dajjal akan keluar dari bumi di arah timur yang dinamakan Khurasan.’” [4]


Dan diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


يَخْرُجُ الدَّجَّالُ مِنْ يَهُوْدِيَّةِ أَصْبَهَانَ مَعَهُ سَبْعُوْنَ أَلْفًا مِنَ الْيَهُوْدَ.


Dajjal akan keluar dari perkampungan Yahudi Ashbahan, bersamanya ada tujuh puluh ribu orang Yahudi.” [5]


Ibnu Hajar berkata, “Adapun mengenai tempat di mana Dajjal akan keluar? Maka dia keluar dari arah timur secara pasti.” [6]


Ibnu Katsir berkata, “Maka pertama kali dia muncul dari Ashbahan, dari sebuah kampung yang bernama al-Yahuudiyyah.” [7]


6. Dajjal Tidak Akan Memasuki Makkah dan Madinah
Diharamkan kepada Dajjal untuk memasuki Makkah dan Madinah ketika dia keluar di akhir zaman berdasarkan hadits-hadits shahih yang menjelaskan hal itu. Adapun negeri-negeri lainnya, maka sesungguhnya Dajjal akan memasukinya satu persatu.


Dijelaskan dalam hadits Fathimah binti Qais Radhiyallahu anhuma, bahwa Dajjal mengatakan, “Lalu aku bisa keluar. Aku akan berjalan di muka bumi, maka tidak akan aku tinggalkan satu kampung pun kecuali aku singgah kepadanya dalam waktu empat puluh malam, selain Makkah dan Thaibah (Madinah al-Munawarah), keduanya diharamkan untukku, setiap kali aku hendak masuk ke salah satu darinya, maka Malaikat akan menghadangku dengan pedang yang terhunus yang menghalangiku untuk memasukinya, dan di setiap lorong darinya ada Malaikat yang menjaganya.” [8]


Dan telah tetap (pada sebuah riwayat) bahwasanya Dajjal tidak akan memasuki empat masjid: Masjidil Haram, Masjid Madinah, Masjid ath-Thuur, dan Masjidil Aqsha.


Imam Ahmad meriwayatkan dari Junadah bin Abi Umayyah al-Azdi, dia berkata, “Aku dan seseorang dari kalangan Anshar pergi menemui seseorang dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami berkata, “Ceritakanlah kepada kami apa-apa yang engkau dengarkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bercerita tentang Dajjal… (lalu dia menuturkan hadits, dan berkata), “Sesungguhnya dia akan berdiam di muka bumi selama empat puluh hari dalam waktu tersebut dia akan mencapai setiap sumber air dan tidak akan mencapai empat masjid: Masjidil Haraam, Masjid Madinah, Masjid ath-Thuur, dan Masjid al-Aqsha.” [9]


Adapun yang terdapat dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim[10] bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki dengan rambut keriting, buta sebelah matanya, dia meletakkan kedua tangannya di atas kedua pundak seorang laki-laki untuk melakukan thawaf, lalu beliau bertanya tentangnya? Mereka (para Malaikat) menjawab, “Sesungguhnya dia adalah Masihud Dajjal.” Hadits ini bisa dijawab dengan pernyataan bahwa larangan Dajjal masuk ke dalam Makkah dan Madinah hanya terjadi ketika dia keluar di akhir zaman, wallahu a’lam.[11] 


7. Pengikut Dajjal
Pengikut Dajjal yang paling banyak adalah orang-orang Yahudi, ‘Ajam, bangsa Turk, dan manusia dari berbagai bangsa dan golongan, sebagian besar mereka adalah orang-orang Arab dusun juga para wanita.


Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


يَتْبَعُ الدَّجَّالَ مِنْ يَهُوْدِ أَصْبَهَانَ، سَبْعُوْنَ أَلْفًا، عَلَيْهِمُ الطَّيَالِسَةُ.


“Orang-orang Yahudi Ashbahan yang akan mengikuti Dajjal sebanyak tujuh puluh ribu, mereka mengenakan jubah tebal dan bergaris.”[12]


Sedangkan dalam riwayat Imam Ahmad: 


سَبْعُوْنَ أَلْفًا عَلَيْهِمُ التِّجَانُ.


“Delapan puluh ribu orang, mereka mengenakan topi perang.” [13]


Dan diriwayatkan dalam hadits Abu Bakar Radhiyallahu anhu terdahulu:


يَتْبَعُهُ أَقْوَامٌ كَأَنَّ وُجُوْهَهُمُ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ.


“Dajjal akan diikuti oleh beberapa kaum, wajah-wajah mereka seperti tameng yang dilapisi kulit.” [14]


Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Nampaknya -wallaahu a’lam- bahwa yang dimaksud dengan bangsa Turk adalah para pembantu Dajjal.” [15]


Kami katakan: Demikian pula orang-orang ‘Ajam, sebagaimana dijelaskan sifat mereka dalam hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّـى تُقَاتِلُوْا خُوْزًا وَكَرْمَانَ مِنَ اْلأَعَاجِـمِ، حُمْرَ الْوُجُوْهِ، فُطْسَ اْلأُنُوْفِ، صِغَـارَ اْلأَعْيُـنِ، كَأَنَّ وُجُوْهَهُمُ الْمَجَانُّ الْمُطْرَقَةُ، نِعَالُهُمُ الشَّعْرُ.


“Tidak akan tegak hari Kiamat hingga kalian memerangi bangsa Khuz dan Karman dari kalangan ‘Ajam, wajah mereka merah, hidungnya pesek, matanya sipit, wajah mereka seperti tameng yang dilapisi kulit, dan terompah-terompah mereka terbuat dari bulu.” [16]


Adapun pernyataan bahwa kebanyakan pengikut mereka dari kalangan Arab karena sesungguhnya kebodohan telah menyelimuti mereka, juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Umamah yang panjang:


وَإِنَّ مِنْ فِتْنَتِهِ -أَيْ: الدَّجَّالُ- أَنْ يَقُوْلَ لِلأَعْرَابِيِّ: أَرَأَيْتَ إِنْ بَعَثْتُ لَكَ أَبَاكَ وَأُمَّكَ؛ أَتَشْهَدُ أَنِّي رَبُّكَ؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ. فَيَتَمَثَّلُ لَهُ شَيْطَانَانِ فِيْ صُوْرَةِ أَبِيْهِ وَأُمِّهِ، فَيَقُوْلاَنِ: يَا بُنَيَّ! اِتَّبِعْهُ؛ فَإِنَّهُ رَبُّكَ.


“Dan di antara fitnahnya -yakni fitnah Dajjal- bahwa dia berkata kepada orang Arab kampung, ‘Bagaimana pendapatmu jika aku membangkitkan bapak dan ibumu untukmu, apakah engkau mau bersaksi bahwasanya aku adalah Rabb-mu?’ Dia berkata, “Ya.” Lalu dua syaitan menjelma menjadi bapak dan ibunya, keduanya berkata, ‘Wahai anakku! Ikutilah dia karena dia adalah Rabb-mu.’”[17]


Adapun para wanita, maka keadaan mereka lebih parah daripada keadaan orang-orang Arab kampung karena tabi’at mereka yang cepat terpengaruh dan kebodohan yang menyelimuti mereka. Dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


يَنْزِلُ الدَّجَّالُ فِيْ هَذِهِ السَّبْخَةِ بِمِرْقَنَاةَ، فَيَكُوْنُ أَكْثَرُ مَنْ يَخْرُجُ إِلَيْهِ النِّسَاءُ، حَتَّـى إِنَّ الرَّجُلَ يَرْجِعُ إِلَى حَمِيْمِهِ وَإِلَى أُمِّهِ وَابْنَتِهِ وَأُخْتِهِ وَعَمَّتِهِ فَيُوْثِقُهَا رِبَاطًا؛ مَخَافَةَ أَنْ تَخْرُجَ إِلَيْهِ.


‘Dajjal akan turun pada tanah lembab di Mirqanah ini, maka orang yang paling banyak keluar bersamanya adalah para wanita, sehingga seseorang kembali kepada mertuanya, kepada ibunya, anak puterinya, saudara perempuannya dan bibinya, lalu dia menguatkan hati-hati mereka sebab khawatir mereka keluar bersamanya.’” [19]


[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
\


 Keluarbiasaan Dajjal Adalah Hal Yang Sebenarnya




Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil




10. Keluarbiasaan Dajjal Adalah Hal Yang Sebenarnya
Telah diuraikan sebelumnya berbagai keluarbiasaan yang menyertai Dajjal dalam pembahasan tentang fitnah yang dilakukannya. Semua keluarbiasaan ini adalah sesuatu yang hakiki, bukan khayalan atau tipuan, sebagaimana yang dianggap oleh sebagian ulama.


Ibnu Katsir rahimahullah telah menukil dari Ibnu Hazm juga ath-Thahawi, ke-duanya berkata bahwa yang menyertai Dajjal bukanlah hakiki.


Demikian pula yang dinukil dari Abu ‘Ali al-Juba-i[1] tokoh Mu’tazilah sebuah ungkapan, “Tidak selayaknya bahwa hal itu merupakan hakikat, agar keluarbiasaan dari tukang sihir tidak serupa dengan keluarbiasaan seorang Nabi.”[2]


Setelah mereka datanglah Syaikh Rasyid Ridha, beliau mengingkari bahwa Dajjal memiliki keluarbiasaan. Beliau mengatakan bahwa hal ini bertentangan dengan Sunnatullah pada makhluk-Nya. Beliau berkata ketika mengomentari berbagai hadits tentang Dajjal, “Sesuatu yang diungkapkan di dalamnya menandingi mukjizat paling besar yang Allah berikan kepada Ulul ‘Azmi dari para Rasul, atau bahkan melebihinya dan dianggap sebagai sebuah kerancuan karenanya, sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama kalam. Sementara sebagian ulama hadits menganggap bahwa hal itu termasuk hal bid’ah dari kalangan mereka (ahlul kalam), maklum adanya bahwa Allah tidak memberikan mukjizat tersebut kecuali agar bisa dijadikan petunjuk bagi makhluk-Nya yang sesuai dengan ketetapan-Nya bahwa kasih sayang-Nya mendahului kemarahan-Nya. Maka bagaimana mungkin Allah memberikan keluarbiasaan yang paling besar untuk memberikan fitnah bagi kelompok paling besar (umat Islam) dari kalangan hamba-Nya?! Karena dari riwayat-riwayat tersebut dijelaskan bahwa dia mengelilingi bumi hanya dalam waktu empat puluh hari kecuali Makkah dan Madinah....”


Sampai pada ungkapannya, “Sesungguhnya semua keluarbiasaan yang dinisbatkan kepadanya adalah sesuatu yang bertentangan dengan Sunnatullah pada makhluk-Nya, dan telah tetap dalam nash-nash al-Qur-an bahwa Sunnatullah tidak akan dapat dirubah juga diganti, sementara riwayat-riwayat ini mudhtharib (goncang) lagi saling bertabrakan, sehingga tidak layak untuk dijadikan pengkhusus atas nash-nash qath’i apalagi menjadikannya sebagai penentang.”[3]


Beliau memperkuat adanya kontradiksi di antara berbagai hadits tentang Dajjal bahwa di dalam sebagian riwayat -sebagaimana telah dijelaskan- Dajjal memiliki gunung roti juga sungai-sungai air dan madu, dia memiliki Surga juga Neraka... dan yang lainnya. Hal ini jelas bertentangan dengan sebuah hadits dalam ash-Shahiihain, dari al-Mughirah bin Syu’bah, dia berkata, “Tidak seorang pun bertanya kepada Nabi J seperti pertanyaan yang telah aku ajukan, dan sesungguhnya beliau berkata kepadaku: 


مَا يَضُرُّكَ مِنْهُ؟ قُلْتُ: لأَنَّهُمْ يَقُوْلُوْنَ: إِنَّ مَعَهُ جَبَلَ خُبْزٍ، وَنَهْرُ مَاءٍ. قَالَ: بَلْ هُوَ أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ ذَلِكَ.


“Apakah yang dapat membahayakanmu darinya?” Aku menjawab, “Ka-rena sesungguhnya mereka berkata bahwa dia memiliki gunung roti, dan sungai air.” Beliau bersabda, “Bahkan dia lebih mudah bagi Allah dari hal itu semua. (yakni, daripada menjadikan ayat untuk menyesatkan kaum muslimin).”[4]


Dan di antara orang yang mengingkari keluarbiasaan yang dimiliki oleh Dajjal adalah Abu ‘Ubayyah. Beliau berkata di dalam komentarnya terhadap berbagai hadits yang membahasnya, “Apakah banyak manusia yang akan menghadapi fitnah yang sangat besar dan banyak ini?! Dia menghidupkan dan mematikan orang di hadapan banyak manusia dan (kata-katanya) bisa didengar oleh manusia, kemudian Allah mencampakkan para hamba-Nya ke dalam api Neraka karena terkena fitnahnya!! Sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Pengasih terhadap hamba-hamba-Nya daripada memberikan cobaan yang besar ini kepada mereka yang tidak mungkin ada yang sanggup meng-hadapinya kecuali orang yang dikaruniai ketetapan keimanan yang sempurna dan kekuatan ‘aqidah yang sangat kokoh, dan sesungguhnya Dajjal lebih mudah bagi Allah daripada hanya sekedar memberikannya kekuasaan terhadap makhluk-Nya, dan diberi-Nya berbagai senjata yang membahayakan lagi menggoyahkan ‘aqidah dan agama di dalam hati manusia di alam semesta.” [5]


11. Bantahan Terhadap Mereka Dapat Diringkas dengan Beberapa Per-nyataan Berikut
Pertama: Sesungguhnya berbagai hadits yang menjelaskan tentang keluarbiasaan Dajjal (خَوَارِقُ الدَّجَّالِ) adalah tetap lagi shahih, tidak bisa ditolak juga ditakwil dan anggapan adanya keserupaan, tidak ada idhthirab (kegoncangan) di dalamnya, juga tidak adanya kontradiksi di antara hadits.


Sedangkan yang dijadikan dalil oleh Rasyid Ridha bahwa hadits al-Mu-ghirah yang diriwayatkan dalam ash-Shahiihain bertentangan dengan hadits-hadits tentang Dajjal, maka hal itu bisa dijawab dengan pernyataan bahwa makna sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, “بَلْ هُوَ أَهْوَنُ عَلَـى اللهِ مِنْ ذَلِكَ (bahkan lebih mudah bagi Allah dari yang demikian itu)” adalah bahwa lebih mudah bagi Allah daripada menjadikan keluarbiasaannya untuk menyesatkan kaum mukminin juga mem-berikan keraguan di dalam hati mereka, bahkan hal itu juga untuk menambah keimanan orang yang beriman dan menambah keraguan bagi orang-orang yang di dalam hatinya telah tertanam penyakit, hal itu seperti perkataan seseorang yang telah dibunuh oleh Dajjal, “Aku lebih yakin tentang kedustaanmu hari ini.” Jadi sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Bahkan lebih mudah bagi Allah dari yang demikian” tidak bermakna bahwa dia tidak memiliki hal-hal seperti itu sedikit pun, akan tetapi maknanya adalah hal itu lebih mudah bagi Allah daripada menjadikan sesuatu sebagai bukti akan kebenarannya, terutama Allah telah menjadikan sebuah tanda yang jelas akan kebohongan juga kekufurannya yang bisa dibaca oleh setiap muslim baik yang bisa membaca ataupun tidak, sebagai bukti tam-bahan bagi orang yang diajak bicara olehnya [6], sebagaimana telah dijelaskan di dalam pembahasan tentang sifat-sifatnya.


Kedua: Seandainya kita menerima hadits tersebut secara zhahir, maka perkataan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepadanya sebelum turunnya penjelasan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang segala macam keluarbiasaannya berdasarkan dalil perkataan al-Mughirah kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sebab mereka berkata, sesungguhnya dia memiliki...” dia tidak berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya engkau telah berkata tentangnya ini dan itu (tentang Dajjal).” Kemudian datang wahyu setelah itu yang menjelaskan segala macam keluarbiasaan yang dimiliki oleh Dajjal, maka tidak ada pertentangan antara hadits al-Mughirah dengan hadits-hadits tentang Dajjal yang lainnya.”


Ketiga: Sesungguhnya segala macam keluarbiasaan yang dimiliki oleh Dajjal adalah hakiki, bukan khayalan juga bukan cerita bohong, dan segala macam keluarbiasaan ini merupakan sesuatu yang Allah tentukan sebagai fitnah dan cobaan bagi para hamba, sementara Dajjal sama sekali tidak mungkin bisa menyerupai keadaan para Nabi, karena tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa dia mengaku sebagai Nabi ketika ia memunculkan berbagai ke-luarbiasaan di tangannya kepada manusia. Bahkan keluarnya segala keluar-biasaan terjadi ketika dia mengaku sebagai tuhan.”[7]


Keempat: Sesungguhnya sikap Rasyid Ridha yang menganggap mustahil bahwa Dajjal bisa mengelilingi dunia hanya dalam waktu empat puluh hari kecuali Makkah dan Madinah sama sekali tidak berlandaskan dalil. Bahkan dalil yang ada menjelaskan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang ia katakan. Karena dijelaskan di dalam riwayat Muslim bahwasanya sebagian hari-hari Dajjal dirasakan seperti satu tahun, sebagiannya lagi terasa seperti satu bulan, yang lainnya seperti satu pekan... sebagaimana telah dijelaskan.


Kelima: Sesungguhnya segala macam keluarbiasaan yang diberikan ke-pada Dajjal sama sekali tidak bertentangan dengan Sunnatullah di alam ini. Karena jika kita memahami perkataan Rasyid Ridha secara zhahirnya niscaya kita akan membatalkan segala macam kemukjizatan para Nabi dengan alasan bertentangan dengan Sunnatullah di alam ini. Maka segala macam yang di-katakan kepada para Nabi bahwa segala macam keluarbiasaannya tidak ber-tentangan dengan Sunnatullah bisa kita katakan pula kepada semua keluarbiasaan yang diberikan kepada Dajjal dengan alasan bahwa hal itu merupakan fitnah, cobaan, dan ujian


Keenam: Jika kita menerima sangkaan bahwa segala macam keluarbiasaan yang dimiliki oleh Dajjal bertentangan dengan Sunnatullah di alam ini, maka kita katakan bahwa zaman keluarnya Dajjal memang zaman yang luar biasa, dan saat akan terjadi berbagai peristiwa besar yang mengisyaratkan kehancuran alam semesta, hancurnya dunia dan dekatnya Kiamat. Dan jika dia keluar ketika zaman fitnah yang Allah kehendaki, maka tidak benar jika dikatakan, “Sesungguhnya Allah Mahalembut kepada hamba-Nya (sehingga tidak pantas) untuk memberikan fitnah kepada mereka dengan segala keluarbiasaan yang dilimpahkan kepadanya (Dajjal), karena sesungguhnya Dia Mahalembut dan Mahatahu. Akan tetapi dengan hikmah-Nya Dia memberikan cobaan kepada hamba-Nya, karena sebelumnya Allah telah memberikan peringatan kepada mereka akan hal itu.”


Setelah menyebutkan jawaban ringkas ini, maka pantas kiranya jika kami menukil beberapa ungkapan para ulama yang menetapkan adanya keluarbiasaan Dajjal. Sesungguhnya ia terjadi secara hakiki, yang Allah jadikan sebagai fitnah juga cobaan bagi para hamba-Nya.


Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Hadits-hadits ini yang diriwayatkan oleh Muslim juga yang lainnya merupakan hujjah bagi madzhab yang haq dalam menetapkan keberadaannya (Dajjal). Sesungguhnya dia adalah manusia secara hakiki, Allah memberikan ujian kepada para hamba-Nya melaluinya dengan segala hal yang telah Allah tentukan; berupa kemampuan untuk menghidup-kan orang yang telah ia bunuh, dan nampaknya segala macam gemerlap dunia juga kesuburan bersamanya, Surga dan Nerakanya, dua sungainya, segala simpanan bumi yang mengikutinya, perintahnya agar langit menurunkan hujan sehingga turunlah hujan, dan perintahnya agar bumi menumbuhkan tumbuhan sehingga tumbuh, semuanya terjadi atas kekuasaan Allah Ta’ala dan kehendak-Nya. Kemudian Allah melemahkannya setelah itu, lalu dia tidak sanggup untuk membunuh orang tersebut juga yang lainnya, dan Allah membatalkan urusannya, setelah itu ‘Isa Alaihissallam dapat membunuhnya, dan Allah menetapkan keimanan orang-orang yang beriman.


Inilah madzhab Ahlus Sunnah dan semua ulama hadits, para ulama fiqih dan para pemikir, berbeda dengan orang yang mengingkari dan membathilkan keberadaannya seperti Khawarij, Jahmiyyah, sebagian kaum Mu’tazilah... dan selainnya yang mengakui keberadaannya akan tetapi segala macam keluarbiasaannya hanyalah khayalan belaka bukan hakiki, dan mereka menyangka, seandainya hal itu memang hakiki; maka hal itu mengakibatkan tidak bisa dipercayainya keberadaan mukjizat para Nabi.


Ini adalah kesalahan dari mereka semua, karena sesungguhnya dia (Dajjal) sama sekali tidak mengaku sebagai Nabi, maka apa yang menyertainya sebagai bukti kebenaran (atas apa-apa yang diserukannya), dia hanya mengaku sebagai tuhan, disamping itu di dalam pengakuannya sendiri ada sesuatu yang mendustakannya, yaitu keadaannya sendiri, (yaitu) adanya bukti-bukti yang terjadi padanya, seperti kekurangan yang ada pada dirinya, kelemahannya dalam menghilangkan aib pada kedua matanya, dan kelemahan dalam menghilangkan bukti kekufuran yang tertulis di antara kedua matanya.


Adanya bukti-bukti ini dan yang lainnya menjadikan seseorang tidak akan tertipu kecuali orang-orang rendah yang ingin menutupi segala kebutuhan juga kefakirannya karena ingin menutupi kelaparan, atau hanya sebatas ngaku-ngaku karena takut dari perbuatan jelek yang dilakukannya, karena dia adalah fitnah yang sangat besar, yang menjadikan hati tercengang dan membingungkan fikiran, selain itu dia berjalan di atas bumi dengan sangat cepat, dia tidak akan diam sehingga memberikan kesempatan kepada orang-orang lemah untuk mengamati keadaannya dan bukti-bukti yang ditunjukkannya dan kekurangannya, pada akhirnya banyak orang membenarkannya dalam keadaan seperti ini.


Dan karena itu pulalah para Nabi memberikan peringatan (kepada seluruh umatnya) dari fitnahnya dan bukti-bukti kebathilannya.


Adapun orang-orang yang diberikan taufik oleh Allah, maka sesungguhnya mereka tidak akan pernah terbuai, juga tidak akan pernah tertipu dengan segala hal yang dia bawa. Sebagaimana telah kami jelaskan tentang bukti-bukti kebohongannya, demikian pula pengetahuan tentangnya yang telah dijelaskan. Oleh karena itu orang yang telah dibunuh dan dihidupkannya kembali berkata, “Tidaklah ada sesuatu yang bertambah di dalam diriku kecuali keyakinan (bahwa engkau adalah Dajjal).” [8]


Dan al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Dajjal merupakan ujian yang Allah berikan kepada para hamba-Nya dengan segala keluarbiasaan yang bisa disaksikan pada zamannya, sebagaimana telah dijelaskan bahwa orang yang menjawab seruannya, maka Dajjal akan memerintahkan langit untuk menurunkan hujan sehingga turunlah hujan, dan bumi agar menumbuhkan tumbuhan sehingga tumbuhlah segala macam tumbuhan yang dimakan oleh mereka juga oleh hewan-hewan ternak mereka, maka hewan ternak mereka akan kembali gemuk. Sementara orang yang tidak menjawab seruannya dan menolaknya niscaya akan tertimpa kekeringan, kelaparan, kefakiran, matinya binatang ternak dan sedikitnya harta, jiwa-jiwa dan buah-buahan berkurang. Dia akan diikuti oleh simpanan bumi bagaikan pemimpin lebah yang diikuti oleh pasukannya, dia akan membunuh pemuda dan meng-hidupkannya, semua ini bukanlah khayalan, akan tetapi hakiki, sebagai ujian yang Allah berikan kepada para hamba-Nya di akhir zaman. Maka akan ba-nyak orang yang tersesat, demikian pula akan banyak orang yang berjalan di atas hidayah karenanya, orang-orang yang ragu akan menjadi kafir, sementara orang-orang yang beriman akan bertambah keimanannya.” [9]


Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Dan di dalam diri Dajjal beserta segala keluarbiasaan yang ia miliki ada sebuah bukti nyata bagi orang yang memikirkannya karena ia memiliki kemampuan yang luar biasa (ha-hal yang digunakan) yang mempengaruhi manusia juga nampak cacat-cacatnya seperti buta kedua matanya, lalu jika dia mengaku bahwa dia adalah tuhan mereka, maka sejelek-jeleknya keadaan orang yang melihatnya dari kalangan orang yang berakal, dia akan mengetahui bahwa dia (Dajjal) tidak akan pernah bisa me-nyempurnakan penciptaan yang lainnya, merubahnya, memperindahnya, demikian pula dia sama sekali tidak bisa menolak kekurangan di dalam diri-nya, maka sekurang-kurangnya dia berkata, “Wahai orang yang mengaku dirinya sebagai pencipta langit dan bumi! Sempurnakanlah rupamu, rapihkan-lah dan hilangkanlah segala aib darinya, lalu jika engkau mengira bahwa tuhan tidak dapat menciptakan sesuatu di dalam dirinya, maka hilangkanlah sesuatu yang tertulis di antara kedua matamu!” [10]


Dan Ibnul ‘Arabi rahimahullah[11] berkata, “Semua keluarbiasaan yang nampak di tangan Dajjal berupa kemampuan untuk menurunkan hujan, memberikan kesuburan bagi orang yang membenarkan (perkataan)nya, juga kekeringan bagi orang yang mendustakannya, simpanan bumi yang mengikutinya, Surga, Neraka, dan sungai-sungai yang ia miliki, semuanya adalah cobaan yang Allah berikan, juga ujian agar orang-orang yang ragu menjadi celaka, sementara orang-orang yang yakin akan selamat, semuanya adalah perkara yang ditakuti, karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


لاَ فِتْنَةَ أَعْظَمُ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ.


‘Tidak ada fitnah yang lebih besar daripada fitnah Dajjal.’”[12] 


[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______


Melindungi Diri Dari Fitnah Dajjal




Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil




12. Melindungi Diri dari Fitnah Dajjal
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan bimbingan kepada umatnya dengan sesuatu yang dapat bisa menjaga mereka dari segala fitnah Dajjal, beliau telah meninggalkan umatnya dengan jalan hidup yang sangat jelas, malamnya bagaikan siang, tidak akan ada orang yang menyimpang darinya kecuali dia akan celaka. Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam sama sekali tidak meninggalkan kebaikan kecuali menunjuki umat kepadanya, demikian pula tidak pernah meninggalkan kejelekan kecuali memberikan peringatan kepadanya umat agar meninggalkannya, dan di antara hal yang beliau peringatkan adalah fitnahnya karena ia adalah sebesar-besarnya fitnah yang dihadapi oleh umat ini sampai tegaknya Kiamat. Sebelumnya setiap Nabi telah memberikan peringatan kepada umatnya akan adanya Dajjal yang buta matanya, adapun Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam secara khusus diperintahkan untuk memberikan peringatan yang lebih, dan Allah Ta’ala telah banyak menjelaskan mengenai sifat-sifat Dajjal kepadanya agar umatnya selalu hati-hati. Sesung-guhnya dia akan keluar kepada umat ini, karena ia adalah umat yang terakhir dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah penutup para Nabi.


Berikut ini sebagian bimbingan Nabi yang diberikan kepada umatnya agar dia selamat dari fitnah yang besar ini, di mana kita pun selalu memohon kepada Allah agar memberikan keselamatan dan melindungi kita semua darinya.


a. Memegang teguh agama Islam dan mempersenjati diri dengan keimanan, mengenal Nama-Nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang mulia yang tidak ada sesuatu pun berserikat di dalamnya. Maka ia akan mengetahui bahwa Dajjal adalah manusia biasa yang makan dan minum, dan bahwa Allah Ta’ala disucikan dari semua itu. Sesungguhnya Dajjal buta sebelah matanya, sementara Allah tidak buta. Sungguh, tidak akan ada orang yang dapat melihat Rabb-nya hingga dia mati, sementara Dajjal akan dilihat oleh manusia ketika dia keluar, baik orang mukmin maupun orang kafir.


b. Memohon perlindungan dari fitnah Dajjal, terutama ketika shalat. Telah diriwayatkan beberapa hadits shahih tentangnya.


Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhani dan an-Nasa-i, dari ‘Aisyah, isteri Nabi Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo’a di dalam shalatnya dengan do’a:


اَللّهُمَّ إِنِّـي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ...


“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah al-Masih ad-Dajjal….[1]


Diriwayatkan oleh al-Bukhari rahimahullah, dari Mush’ab [2], dia berkata, “Sa’d pernah memerintahkan lima hal dan menyebutkannya dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau memerintahkannya… (di antaranya):


وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا. (يَعْنِى: مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ)


‘Dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia.’ (Yakni dari fitnah Dajjal).”[3]


Memaknai dunia dengan Dajjal merupakan satu isyarat bahwa fitnah Dajjal adalah sebesar-besarnya fitnah yang terjadi di dunia.” [4]


Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ؛ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ؛ يَقُوْلُ: اَللّهُمَّ إِنِّـى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.


‘Jika salah seorang di antara kalian bertasyahhud, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari empat hal, dengan mengucapkan, ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa Neraka, siksa kubur, fitnah kehidupan dan mati, dan dari kejahatan fitnah Dajjal.”[5]


Al-Imam Thawus rahimahullah [6] memerintahkan puteranya agar mengulangi shalat jika ia tidak membaca do’a ini di dalam shalatnya.[7]


Ini adalah dalil yang menunjukkan semangat kaum Salaf dalam mengajarkan anak-anaknya untuk melakukan do’a yang agung ini.


As-Safarini rahimahullah berkata, “Di antara sesuatu yang patut bagi setiap alim adalah hendaklah dia menyebarkan hadits-hadits tentang Dajjal pada anak-anak, kaum wanita dan kaum pria… dan telah diriwayatkan bahwasanya di antara tanda-tanda keluarnya (Dajjal) adalah melupakan penyebutannya di atas mimbar.”[8]


Hingga perkataan beliau, “Terutama di zaman kita sekarang ini, di mana telah banyak fitnah dan cobaan, sementara syi’ar-syi’ar Islam telah banyak yang lenyap, yang sunnah dianggap bid’ah sementara yang bid’ah menjadi syari’at yang diikuti. Laa haula walaa quwwata illa billaah.” [9]


c. Menghafal beberapa ayat dari surat al-Kahfi. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk membaca awal-awal dari surat al-Kahfi untuk menghadapi Dajjal, dan di dalam sebagian riwayat ayat-ayat terakhir dari surat tersebut, yakni dengan membaca sepuluh ayat dari awalnya atau dari akhirnya.


Di antara hadits-hadits yang menjelaskan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim rahimahullah dari hadits an-Nawwas bin Sam’an yang panjang… (di dalamnya terdapat sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam):


مَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ، فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُوْرَةِ الْكَهْفِ.


“Barangsiapa di antara kalian bertemu dengannya, maka bacakanlah kepadanya permulaan surat al-Kahfi.” [10]


Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan pula dari Abud Darda' Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْكَهْفِ؛ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ.


“Barangsiapa hafal sepuluh ayat dari awal surat al-Kahfi, maka dia akan dijaga dari Dajjal.”


Maksudnya dari fitnahnya.


Muslim rahimahullah berkata, “Syu’bah berkata, ‘Pada akhir-akhir surat al-Kahfi,’ al-Hammam berkata, ‘Dari awal surat al-Kahfi.’” [11]


An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sebab hal itu adalah keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada pada permulaan suratnya. Maka barang-siapa merenunginya, niscaya dia tidak akan terkena fitnah Dajjal, demikian pula di akhirnya, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا


“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) meng-ambil...” [Al-Kahfi: 102]” [12] 


Ini adalah di antara keistimewaan surat al-Kahfi. Telah diriwayatkan beberapa hadits yang mendorong untuk membacanya, terutama pada hari Jum’at.


Al-Hakim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


إِنَّ مَنْ قَرَأَ سُـوْرَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ؛ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّـوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ.


“Sesungguhnya orang yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya dia akan diterangi oleh cahaya di antara dua Jum’at.” [13]


Tidak diragukan bahwa surat al-Kahfi memiliki kedudukan yang agung, karena di dalamnya terdapat ayat-ayat yang sangat memukau, seperti kisah Ashhabul Kahfi, kisah Musa bersama Khidir, kisah Dzul Qarnain, dan aktivitasnya membangun dinding penghalang besar yang menutupi Ya'-juj dan Ma'-juj, menetapkan adanya hari Berbangkit, tiupan sangkakala, dan penjelasan mengenai orang-orang yang merugi amalnya, mereka adalah orang-orang yang mengira bahwa mereka berada dalam petunjuk padahal mereka adalah orang yang berada dalam kesesatan dan kebodohan.


Maka sudah seharusnya bagi setiap muslim untuk bersemangat dalam membaca surat ini, menghafalnya, dan mengulang-ulangnya, terutama pada sebaik-baiknya hari di mana matahari terbit, yaitu hari Jum’at.


d. Berlari dan menjauhi Dajjal, dan lebih utama ialah menetap di Makkah atau Madinah. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Dajjal tidak akan bisa masuk ke dalam dua tanah haram. Maka ketika Dajjal keluar hendaklah seorang muslim menjauh darinya, hal itu karena berbagai syubhat juga hal-hal di luar kebiasaan yang sangat besar yang telah Allah berikan kepadanya sebagai fitnah bagi manusia. Dajjal akan mendatangi seseorang yang meyakini ada keimanan di dalam hatinya, akan tetapi pada akhirnya dia akan mengikuti Dajjal. Hanya kepada Allah-lah kita memohon semoga Dia melindungi kita dan seluruh kaum musliminh dari fitnahnya.


Imam Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim rahimahullah meriwayatkan dari Abu 
Dahma' rahimahullah [14], dia berkata, “Aku mendengar ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu meriwayatkan sebuah hadits, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ؛ فَلْيَنْأَ عَنْهُ، فَوَ اللهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيْهِ وَهُوَ يَحْسَبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ، فَيَتَّبِعُهُ مِمَّا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ، أَوْ لِمَـا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ.


‘Barangsiapa mendengar kedatangan Dajjal, maka hendaklah ia menjauh darinya. Demi Allah, sesungguhnya seseorang mendatanginya padahal dia menganggap bahwa dirinya adalah seorang mukmin, lalu dia meng-ikutinya karena banyaknya syubhat yang menyertainya, atau tatkala syubhat menyertainya.’” [15]


[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]


Penyebutan Dajjal Dalam Al-Qur-an






Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil




13. Penyebutan Dajjal Dalam al-Qur-an
Para ulama bertanya-tanya tentang hikmah tidak disebutkannya Dajjal secara jelas di dalam al-Qur-an padahal fitnahnya sangat besar. Demikian pula peringatan para Nabi terhadapnya (dalam al-Qur-an), juga perintah agar me-mohon perlindungan dari fitnahnya di dalam shalat. Mereka menjawabnya dengan beberapa jawaban di antaranya:


a. Sesungguhnya Dajjal diungkapkan dalam kandungan lafazh اَلآيَاتُ (tanda-tanda) yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:


يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا


“... pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu...” [Al-An’aam: 158]


Tanda-tanda yang dimaksud adalah Dajjal, terbitnya matahari dari barat, dan binatang. Semuanya diungkapkan dalam penafsiran ayat ini.


Imam Muslim dan at-Tirmidzi رحمهما الله meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


ثَلاَثٌ إِذَا خَـرَجْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِـيْ إِيْمَانِهَا خَيْرًا: طُلُوْعُ الشَمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا، وَالدَّجَّالُ، وَدَابَّةُ اْلأَرْضِ.


‘Ada tiga hal yang jika keluar, maka tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebaikan dengan imannya itu: terbitnya matahari dari barat, Dajjal, dan binatang bumi.’” [1]


b. Sesungguhnya al-Qur-an menyebutkan turunnya Nabi ‘Isa Alihissallam, dan Nabi ‘Isalah yang akan membunuh Dajjal. Maka menyebutkan Masiihul Huda sudah cukup, sehingga tidak perlu menyebutkan Masihudh Dhalaa-lah. Dan kebiasaan orang Arab adalah merasa cukup dengan menyebut-kan salah satu yang berlawanan tanpa menyebutkan yang lainnya.


c. Sesungguhnya dia (Dajjal) di sebutkan dalam firman-Nya:


لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ


“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” [Al-Mu’min: 57]


Sesungguhnya yang dimaksud dengan manusia di sini adalah Dajjal, ayat ini termasuk pengungkapan semua komponen untuk sebagian darinya.


Abul ‘Aliyah rahimahullah[2] berkata, “Maknanya adalah lebih besar daripada penciptaan Dajjal ketika kaum Yahudi membesar-besarkannya.” [3]


Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Dan ini -jika memang telah tetap- merupakan sebaik-baiknya jawaban, maka termasuk tanggung jawab Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menjelaskannya, wallaahu a’lam.” [4]


d. Sesungguhnya al-Qur-an tidak menyebutkan Dajjal secara jelas sebagai pelecehen terhadapnya karena dia telah mengaku sebagai tuhan padahal dia adalah manusia, di mana keadaan sangat bertentangan dengan kemuliaan Rabb, keagungan, kesempurnaan, dan kesuciaan-Nya dari segala kekurangan, karena dia sangat hina di sisi Allah dan sangat kecil sehingga tidak pantas untuk disebutkan (di dalam al-Qur-an). Walaupun demikian, para Nabi memberikan peringatan akan kedatangannya, menjelaskan bahaya fitnahnya, sebagaimana yang telah dijelaskan. Sesungguhnya se-tiap Nabi telah memberikan peringatan akan (kemunculannya) dan mem-berikan peringatan terhadap fitnahnya.


Jika ada bantahan (terhadap ungkapan tersebut) dengan pernyataan bahwa al-Qur-an pun telah menyebutkan Fir’aun padahal dia telah mengaku sebagai tuhan yang disembah, maka jawabannya bahwa masalah Fir’aun telah berlalu dan selesai, hal ini disebutkan sebagai pelajaran bagi manusia. Adapun masalah Dajjal, maka sesungguhnya ia akan terjadi pada akhir zaman. Tidak disebutkannya hal ini dalam al-Qur-an sebagai cobaan bagi manusia, padahal pengakuannya sebagai tuhan lebih jelas, sehingga tidak perlu diberikan perhatian atas kebathilannya karena Dajjal sangat nampak kekurangannya, jelas keburukannya, dan kerendahannya lebih jelas daripada pengakuan yang di-serukannya. Maka Allah tidak mengungkapkannya (di dalam al-Qur-an), karena Allah Ta’ala mengetahui dari para hamba-Nya yang beriman bahwa hal seperti ini tidak samar bagi mereka, dan tidak menambah mereka kecuali keimanan dan rasa berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang dikata-kan oleh si pemuda yang dibunuh oleh Dajjal, “Demi Allah, sungguh aku lebih yakin kepadamu pada hari ini bahwa engkau adalah Dajjal.”[5]


Terkadang sesuatu tidak disebutkan karena telah jelas, sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika sakit menjelang kematiannya tidak menulis surat bahwa yang akan menggantikannya adalah Abu Bakar Radhiyallahu anhu karena hal itu memang sudah jelas. Hal itu disebabkan kedudukan Abu Bakar yang agung di sisi para Sahabat Radhiyallahu anhuma, karena itulah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


يَأْبَى اللهُ وَالْمُؤْمِنُوْنَ إِلاَّ أَبَا بَكْرٍ.


“Allah dan orang-orang yang beriman enggan, kecuali kepada Abu Bakar.” [6]


Ibnu Hajar rahimahullah mengungkapkan bahwa pertanyaan mengenai tidak adanya penyebutan secara jelas tentang Dajjal di dalam al-Qur-an senantiasa ada, karena sesungguhnya Allah Ta’ala menyebutkan Ya'-juj dan Ma'-juj di dalam al-Qur-an, sedangkan fitnah mereka dekat dengan fitnah Dajjal.”[7]


Demikianlah, kami kira jawaban pertama lebih dekat, wallaahu a’lam. Maka Dajjal telah diungkapkan di dalam kandungan beberapa ayat dalam al-Qur-an, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam-lah yang berkewajiban untuk menjelaskan keumuman ayat tersebut (dan beliau sudah menerangkannya).


14. Binasanya Dajjal
Dajjal akan mati di tangan al-Masih ‘Isa bin Maryam Alaihissallam, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa hadits shahih. Hal itu bahwa Dajjal akan berkelana di seluruh permukaan bumi, kecuali Makkah dan Madinah, pengikutnya sangat banyak, fitnahnya menyeluruh dan tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit saja dari kaum mukminin, di saat itu turunlah Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam di atas menara timur di Damaskus, sementara hamba-hamba Allah yang beriman berkumpul di sekelilingnya hingga beliau berjalan bersama mereka menuju Dajjal. Adapun Dajjal sedang menghadap ke Baitul Maqdis ketika Nabi ‘Isa turun, lalu Nabi ‘Isa mendapatinya di pintu Ludd. Ketika Dajjal melihatnya, maka dia akan mencair seperti garam yang larut. Kemudian ‘Isa Alaihissallam berkata, “Sesungguhnya aku memiliki satu pukulan untukmu, engkau tidak akan luput dariku, akhirnya ‘Isa mendapatkannya dan membunuhnya dengan tombak dan para pengikutnya kalah, sehingga orang-orang yang beriman mengejar dan membunuh mereka hingga pepohonan dan bebatuan berkata, “Wahai muslim! Wahai hamba Allah! Ini seorang Yahudi di belakangku, kemari, bunuh dia!” Kecuali gharqad karena ia adalah pohon orang Yahudi”. [8]


Pada kesempatan ini kami uraikan beberapa hadits yang menjelaskan kebinasaan Dajjal dan para pengikutnya


Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


يَخْرُجُ الدَّجَّالُ فِيْ أُمَّتِيْ... (فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ، وَفِيْهِ:) فَيَبْعَثُ اللهُ عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ كَأَنَّهُ عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُوْدٍ، فَيَطْلُبُهُ، فَيُهْلِكُهُ.


Dajjal akan muncul pada umatku… (lalu dia menuturkan hadits, dan di dalamnya:) lalu Allah mengutus ‘Isa bin Maryam seakan-akan ia adalah ‘Urwah bin Mas’ud, kemudian dia mencarinya dan membinasakannya.’” [9]


Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Majma’ bin Jariyah al-Anshari Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


يَقْتُلُ ابْنُ مَرْيَمَ الدَّجَّالَ بِبَابِ لُدٍّ.


‘Ibnu Maryam akan membunuh Dajjal di pintu Ludd.” [10]


Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari an-Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu anhu, sebuah hadits yang panjang tentang Dajjal… dan di dalamnya terdapat kisah turunnya Nabi ‘Isa dan terbunuhnya Dajjal, dan di dalamnya ada sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Orang kafir yang mencium aroma nafasnya akan mati, dan aroma nafas-nya dapat tercium sejauh pandangannya. Lalu dia mencarinya, sehingga men-dapatkannya di pintu Ludd, kemudian dia membunuhnya.” [11]


Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma, bahwasanya dia berkata, “Dajjal akan muncul pada saat agama sudah tidak diperhatikan dan ilmu (agama) sudah ditinggalkan…” (lalu beliau menuturkan hadits, dan di dalamnya ada ungkapan:) “Kemudian Nabi ‘Isa bin Maryam turun, lalu beliau berseru pada waktu sahur, dia berkata, ‘Wahai manusia, apa yang menghalangi kalian untuk keluar menghadapi si pendusta lagi buruk ini?’ Mereka berkata, ‘Ini seorang laki-laki dari bangsa jin.’ Akhirnya mereka semua pergi. Tiba-tiba mereka berjumpa dengan Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam, kemudian iqamah shalat dikumandangkan. Dikatakan kepadanya, ‘Majulah untuk meng-imami kami, wahai Ruuhullaah!’ Beliau berkata, ‘Hendaknya imam kalian yang maju, dan menjadi imam bagi kalian,’ kemudian seusai melakukan shalat Shubuh, mereka semua keluar menemuinya (Dajjal).’ Beliau (Rasul) bersabda, ‘Ketika si pendusta melihatnya (Nabi ‘Isa), maka dia akan mencair bagaikan garam yang mencair di dalam air. Selanjutnya dia berjalan menujunya, lalu membunuhnya hingga pepohonan dan bebatuan berkata, ‘Wahai Ruuhullaah, ini orang Yahudi,” maka dia tidak meninggalkan seorang pun yang mengikutinya (Dajjal) melainkan dia membunuhnya.”[12]


Dengan terbunuhnya Dajjal -semoga Allah melaknatnya- oleh Nabi ‘Isa, maka berakhirlah fitnah yang besar, dan Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman dari kejelekannya dan kejelekan para pengikutnya melalui tangan Ruuhullaah dan Kalimatullaah, ‘Isa bin Maryam q dan para pengikutnya yang beriman, hanya milik Allah-lah segala puji dan karunia.


[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______


Turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam




Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil




Sebelum berbicara tentang turunnya Nabi ‘Isa bin Maryam Alaihissallam alangkah baiknya bagi kita untuk mengenal terlebih dahulu sifat-sifatnya yang dijelaskan dalam nash-nash syara’.


1. Sifat Nabi ‘Isa Alaihissallam
Sifat beliau yang dijelaskan dalam berbagai riwayat bahwa beliau seorang laki-laki, perawakannya sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, berkulit merah dan berbulu, dadanya bidang, rambutnya lurus, seolah-olah dia baru keluar dari pemandian, beliau memiliki rambut yang melebihi cuping telinga, disisir rapi hingga memenuhi kedua pundaknya.


Beberapa hadits yang menjelaskan sifat-sifat tersebut:


Di antaranya apa yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhani dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallambersabda: 


لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِيْ لَقِيْتُ مُوْسَى... (فَنَعَتَهُ إِلَى أَنْ قَالَ:) وَلَقِيْتُ عِيْسَى... (فَنَعَتَهُ فَقَالَ:) رَبْعَةٌ، أَحْمَرُ، كَأَنَّمَا خَرَجَ مِنْ دِيْمَاسٍ (يَعْنِي: الْحَمَّامَ).


"Aku berjumpa dengan Musa ketika aku di-isra'-kan... (lalu beliau menyebutkan sifatnya hingga beliau berkata): dan aku berjumpa dengan ‘Isa... (lalu beliau mensifatinya dengan berkata,) bertubuh sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), merah, seakan-akan dia keluar dari kamar mandi.’” [1]


Al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


رَأَيْتُ عِيْسَـى وَمُوْسَى وَإِبْرَاهِيْمَ، فَأَمَّا عِيْسَى؛ فَأَحْمَرُ جَعْدٌ عَرِيْضُ الصَّدْرِ.


Aku melihat ‘Isa, Musa dan Ibrahim (pada malam Isra’), adapun ‘Isa adalah orang (yang berkulit) merah, berambut ikal, dan berdada bidang.’”[2]


Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


لَقَدْ رَأَيْتُنِيْ فِي الْحِجْرِ وَقُرَيْشٌ تَسْأَلُنِيْ... (فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ، وَفِيْهِ:) وَإِذَا عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ قَائِمٌ يُصَلِّي، أَقْرَبُ النَّاسِ بِهِ شَبَهًا عُرْوَةُ ابْنُ مَسْعُوْدٍ الثَّقَفِيْ.


'Aku melihat diriku berada di dekat Hajar Aswad sementara orang-orang Quraisy bertanya kepadaku… (lalu beliau menuturkan hadits, di dalamnya ada ungkapan): Ternyata ‘Isa bin Maryam sedang melakukan shalat, orang yang paling mirip dengannya adalah ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi.’” [3]


Sementara dalam ash-Shahiihain dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


أَرَانِـيْ لَيْلَةً عِنْدَ الْكَعْبَةِ، فَرَأَيْتُ رَجُلاً آدَمَ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاءٍ مِنْ أَدْمِ الرِّجَالِ، لَهُ لَمَّةٌ كَأَحْسَنِ مَا أَنْتَ رَاءٍ مِنَ اللَّمَمِ، قَدْ رَجَّلَهَا، فَهِيَ تَقْطُرُ مَاءً، مُتَّكِئًا عَلَى رَجُلَيْنِ أَوْ عَلَى عَوَاتِقِ رَجُلَيْنِ، يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ، فَسَأَلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقِيْلَ: هَذَا الْمَسِيْحُ بْنُ مَرْيَمَ.


“Pada suatu malam aku bermimpi berada di Ka’bah, lalu aku melihat seseorang berkulit coklat paling bagus, di antara semua laki-laki yang berkulit coklat, rambutnya sampai ke bawah telinganya dan sangat indah yang pernah kamu lihat, tersisir rapi dan meneteskan air, dia bersandar pada dua orang atau pada pundak dua orang, dia sedang melakukan thawaf, lalu aku bertanya, ‘Siapakah dia?’ Dijawab, ‘Dia adalah al-Masih bin Maryam.’” [4]


Dalam riwayat al-Bukhari dari Ibnu ‘Umar, dia berkata, “Tidak, demi Allah! Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sama sekali tidak mengatakan merah, akan tetapi dia berkata (lalu mengungkapkan hadits di atas secara lengkap).” [5]


Dalam riwayat Muslim dari beliau Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 


فَإِذَا رَجُلٌ آدَمُ... (إِلَى أَنْ قَالَ:) رَجِلُ الشَّعْرِ.


“Ternyata dia adalah seorang laki-laki berkulit coklat (sawo matang)… (sampai dia berkata) rambutnya tersisir rapi.”[6]


Sedangkan menggabungkan riwayat-riwayat ini, tegasnya pada sebagian riwayat bahwa beliau berkulit merah, sementara pada riwayat lain berkulit coklat, pada sebagian riwayat rambutnya lurus sementara pada riwayat yang lain rambutnya ikal:


Sesungguhnya tidak ada kontradiksi antara merah dengan warna coklat, karena mungkin saja warna coklat yang jernih (sehingga tampak kemerah-merahan,-penj.).[7]


Sedangkan riwayat yang menjelaskan pengingkaran Ibnu ‘Umar bagi riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi ‘Isa berkulit merah, maka hal itu bertentangan dengan yang dihafal oleh yang lainnya. Abu Hurairah dan Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma meriwayatkan bahwa beliau Alaihissallam berkulit merah.


Adapun mengenai sebagian riwayat yang menerangkan bahwa beliau berambut lurus, sedangkan di dalam riwayat lain berambut ikal padahal ikal adalah lawan dari lurus, maka mungkin saja menggabungkan keduanya bahwa beliau berambut lurus, adapun pensifatannya dengan al-Ja’du (di antara maknanya adalah keriting,-pent.) maksudnya adalah al-Ja’du pada badan bukan pada rambut, yang maknanya dagingnya padat.[8] 


2. Sifat Turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam
Setelah keluarnya Dajjal dan kerusakan yang dia lakukan di bumi, maka Allah mengutus ‘Isa Alaihissallam, lalu beliau turun ke bumi. Beliau turun di menara putih sebelah timur Damaskus di Syam. Beliau memakai dua helai pakaian yang dicelup dengan minyak ja’faran, meletakkan kedua tangannya di atas sayap dua Malaikat. Apabila dia menundukkan kepala, maka turunlah rambutnya, dan jika dia mengangkatnya, maka berjatuhanlah keringatnya bagaikan butir-butir mutiara, tidaklah seorang kafir pun yang mencium nafasnya melainkan dia akan mati, sementara nafasnya sejauh pandangannya.


Nabi ‘Isa Alaihissallam akan turun di kalangan ath-Thaaifah al-Manshuurah (Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah) yang berperang di atas kebenaran. Mereka semua bergabung untuk memerangi Dajjal, lalu beliau akan turun ketika iqamah shalat dikumandangkan dan beliau shalat di belakang seorang pemimpin dari kelompok tersebut.


Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Inilah yang paling masyhur tentang tempat turunnya beliau Alaihissallam, yaitu di atas menara putih bagian timur kota Damaskus, dan saya telah melihat pada sebagian kitab sesungguhnya dia akan turun di menara putih sebelah timur masjid jami Damaskus. Barangkali inilah pendapat yang lebih terpelihara... karena di Damaskus tidak dikenal ada sebuah menara di bagian timur selain menara yang ada di sisi masjid jami al-Umawi di Damas-kus di sebelah timurnya. Inilah yang lebih tepat lagi cocok, karena dia akan turun ketika shalat didirikan, lalu pemimpin kaum muslimin akan berkata kepadanya, “Wahai Ruuhullaah! Majulah,” lalu dia berkata, “Engkau yang maju, karena sesungguhnya iqamat dikumandangkan untukmu.” Sementara pada sebagian riwayat: “Sebagian dari kalian adalah pemimpin bagi yang lain-nya, sebagai kemuliaan yang Allah berikan kepada umat ini.”[9]


Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa pada zamannya, yaitu pada tahun 741 H, kaum muslimin memperbaharui menara dengan menggunakan batu putih. Ketika itu pembangunannya diambil dari harta kaum Nasrani yang telah membakar menara tersebut yang berada di tempat mereka, barangkali ini merupakan salah satu tanda kenabian yang tampak, di mana Allah men-takdirkan pembangunan menara ini dari harta orang-orang Nasrani agar Nabi ‘Isa bin Maryam turun pada menara tersebut, untuk membunuh babi, meng-hancurkan salib, tidak menerima jizyah dari mereka, akan tetapi pilihannya adalah masuk Islam atau dibunuh, demikian pula orang-orang kafir dari ka-langan yang lainnya.[10]


Dijelaskan dalam hadits an-Nawwas bin Sam’an yang panjang tentang keluarnya Dajjal kemudian turunnya ‘Isa Alaihissallam, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila Allah telah mengutus al-Masih bin Maryam, dia akan turun di Menara putih sebelah timur Damaskus, dengan mengenakan dua pakaian yang dicelupkan wars dan ja’faran, meletakkan kedua telapak tangannya di sayap dua Malaikat. Ketika dia menundukkan kepalanya, maka rambutnya akan turun, dan ketika dia mengangkatnya, maka akan berjatuhan darinya (keringat) bagaikan butiran mutiara, maka tidaklah seorang kafir mencium aroma nafasnya melainkan dia akan mati, dan aroma nafasnya sejauh mata memandang. Kemudian dia akan mencarinya -mencari Dajjal- hingga dia mendapatkannya di pintu Ludd, lalu membunuhnya. Selanjutnya satu kaum yang Allah lindungi akan datang kepada ‘Isa bin Maryam, lalu dia akan mengusap wajah mereka dan bercerita kepada mereka tentang derajat mereka di dalam Surga.”[11] 


[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab Ahaaditsul Anbiyaa’, bab Qaulullaah wadzkur fil Kitaabi Maryam (VI/476, al-Fat-h), Shahiih Muslim, bab al-Israa bi Rasuulillaah Shallallahu 'alaihi wa salalm wa Fardhush Shalaawaat (II/232, Syarh an-Nawawi).
[2]. Shahiih al-Bukhari, kitab Ahaadiitsul Anbiyaa’, bab Qaulullaah waddzkur fil Kitaabi Maryam (VI/ 477, al-Fat-h).
[3]. Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia Abu Mas’ud ‘Urwah bin Mas’ud bin Mu’tab bin Malik ats-Tsaqafi Radhiyallahu anhu. Masuk Islam setelah Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam pergi dari Tha-if, sebelumnya beliau memiliki peranan penting dalam perdamaian Hudaibiyyah, dia adalah orang yang dicintai dan ditaati oleh kaumnya, penduduk Tha-if. Maka ketika beliau mengajak mereka untuk masuk Islam, mereka semua membunuhnya dan ketika panah mereka mengenainya, dikatakan kepadanya, “Apakah yang engkau lihat tentang darahmu?” Dia menjawab, “Ini adalah kemuliaan yang Allah berikan kepadaku, syahadah yang dikaruniakan kepadaku, maka tidaklah di dalam diriku kecuali bagian yang didapatkan oleh para syuhada yang wafat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum dia meninggalkan kalian,” lalu Nabi berkata tentangnya, “Perumpamaan ‘Urwah bagaikan Sahabat Yasin, dia mengajak kaumnya kepada jalan Allah, lalu mereka membunuhnya.”
Dan ada yang berpendapat, “Dialah yang dimaksud dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


وَقَالُوا لَوْلَا نُزِّلَ هَٰذَا الْقُرْآنُ عَلَىٰ رَجُلٍ مِنَ الْقَرْيَتَيْنِ عَظِيمٍ


“Dan mereka berkata, ‘Mengapa al-Qur-an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Makkah dan Tha-if) ini.” [Az-Zukhruf: 31]


Lihat al-Istii’aab fii Ma’rifatil Ashhaab (III/1066-1067) tahqiq ‘Ali al-Bajawi, karya Ibnu ‘Abdil Barr, dan al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah (II/477-478), karya Ibnu Hajar dan Tajriidu Asmaa-ish Shahaabah (I/380), karya adz-Dzahabi.
Hadits ini tercantum dalam Shahiih Muslim, bab Dzikrul Masiih Ibni Maryam Alaihissallam (II/237-238, Syarh an-Nawawi). 


 Dalil-Dalil Turunnya ‘Isa Alaihissallam




Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil




3. Dalil-Dalil Turunnya ‘Isa Alaihissallam
Turunnya ‘Isa Alaihissallam di akhir zaman telah tetap dalam al-Kitab dan as-Sunnah yang shahih lagi mutawatir, hal itu merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda besar Kiamat.


a. Dalil-dalil turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam di dalam al-Qur-an al-Karim.
1). Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :


ضُرِبَ ابْنُ مَرْيَمَ مَثَلًا إِذَا قَوْمُكَ مِنْهُ يَصِدُّونَ إلى قوله تعالى وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ 


Dan tatkala putera Maryam (‘Isa) dijadikan perumpamaan tiba-tiba kaummu (Quraisy) bersorak karenanya. Sampai dengan firman-Nya: Dan sesungguhnya ‘Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari Kiamat...” [Az-Zukhruf: 57-61]


Ayat-ayat ini turun dalam konteks bercerita tentang ‘Isa Alaihissallam, di akhirnya dijelaskan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِّلسَّاعَةِ , maknanya adalah turunnya Isa pada hari Kiamat merupakan salah satu tanda dekatnya Kiamat, hal itu pula ditunjuki oleh bentuk qira-ah (tanda baca) yang lainnya وَإِنَّهُ لَعَلَمٌ لِّلسَّاعَةِ dengan huruf ‘ain dan lam yang difat-hahkan, maknanya adalah tanda akan tegaknya hari Kiamat. Qira-ah seperti ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan yang lainnya dari kalangan imam ulama tafsir. [1]


Al-Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dengan sanadnya kepada Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma di dalam tafsiran ayat وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِّلسَّاعَةِ , dia berkata, “Ia adalah turunnya ‘Isa bin Maryam Alaihissallam sebelum tegaknya Kiamat.” [2]


Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Yang shahih bahwa kata (إِنَّـهُ) -dhamirnya (kata ganti)- kembali kepada ‘Isa, karena redaksi ayat menyebutkan tentangnya.” [3]


Dan jauh sekali jika makna ayat adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi ‘Isa Alaihissallam berupa menghidupkan yang mati, menyembuhkan orang buta, yang berpenyakit kusta juga yang lainnya dari orang-orang yang berpenyakit.


Lebih jauh lagi apa yang diungkapkan dari sebagian ulama bahwa dhamir di dalam kata (وَإِنَّهُ) kembali kepada al-Qur-an al-Karim.[4]


2). Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ إلى قوله تعالى وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا


“Dan karena ucapan mereka, ‘Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, ‘Isa putera Maryam, Rasul Allah,’ padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sampai dengan firman-Nya Ta’ala: Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (‘Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti ‘Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” [An-Nisaa': 157-159]


Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi tidak membunuh ‘Isa Alaihissallam, tidak juga mensalibnya, akan tetapi dia diangkat oleh Allah ke langit, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya:


إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَىٰ إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ


“(Ingatlah), ketika Allah berfirman, ‘Hai ‘Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku...” [Ali ‘Imran: 55]


Maka sesungguhnya ayat-ayat itu pun menunjukkan bahwa di antara Ahlul Kitab ada yang beriman kepada ‘Isa Alaihissallam di akhir zaman. Hal itu terjadi ketika dia turun [5]sebelum wafat, sebagaimana dijelaskan oleh beberapa hadits mutawatir lagi shahih.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam jawabannya atas pertanyaan yang ditujukan kepadanya tentang wafat dan pengangkatan ‘Isa Alaihissallam, “Segala puji hanya milik Allah, ‘Isa Alaihissallam masih hidup, dan telah tetap di dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda: 


يَنْزِلُ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً وَإِمَامًا مُقْسِطًا، فَيَكْسِرُ الصَّلِيْبَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ، وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ.


‘Ibnu Maryam akan turun di tengah-tengah kalian sebagai hakim dan pemimpin yang adil, lalu dia akan mematahkan salib, membunuh babi dan menghapus jiz’yah (pajak).’ [6]


Telah tetap dalam hadits shahih dari beliau bahwa ‘Isa Alaihissallam akan turun pada menara putih sebelah timur Damaskus, sesungguhnya dia akan membunuh Dajjal. Barangsiapa ruhnya berpisah dengan jasadnya tidak mungkin tubuhnya akan turun dari langit, dan jika dihidupkan, maka sesungguhnya dia bangkit dari dalam kuburnya.


Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا


“... sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir....” [Ali ‘Imran: 55]


Ini merupakan dalil bahwa tidak dimaksudkan dengan pengangkatan ini adalah kematian, karena jika yang dimaksud dengan hal itu adalah kematian, niscaya ‘Isa q akan sama seperti layaknya orang-orang beriman lainnya, di mana Allah mengambil ruh mereka, lalu mengambilnya ke atas langit, sehingga tidak ada sesuatu yang khusus dalam pengangkatannya. Demikian pula firman-Nya وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا “Serta membersihkan kamu dari orang-orang kafir,” dan jika yang dimaksud bahwa ruhnya telah berpisah dengan jasadnya, niscaya badannya di bumi akan seperti jasad para Nabi yang lainnya.


Sementara Allah Ta’ala berfirman dalam ayat yang lain:


وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ ۚ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ ۚ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ ۚ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ

... Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih faham tentang (pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ‘Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat ‘Isa kepada-Nya... [An-Nisaa': 157-158]


Firman Allah Ta’ala, بَلْ رَفَعَهُ اللهُ إِلَيْهِ “Tetapi yang sebenarnya Allah telah mengangkat ‘Isa kepada-Nya,” menjelaskan bahwasanya beliau diangkat dengan badan juga ruhnya, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits shahih bahwa dia akan turun dengan badan juga ruhnya, karena jika yang dimaksud pengangkatannya adalah kematiannya, niscaya Allah berfirman, “Tidaklah mereka membunuhnya, tidak juga menyalibnya, akan tetapi dia telah mati.”


Karena itulah di antara para ulama ada yang berkata إِنِّي مُتَوَفِّيْكَ “Kami mewafatkannya,” maknanya adalah memegangmu, yaitu memegang ruh dan jasadmu. Dikatakan dalam bahasa Arab (تَوَفَّيْتُ الْحِسَابَ وَاسْتَوْفِيْقَهُ) maknanya ada-lah mengambilnya.


Dan lafazh (اَلتَّوَفِّي) secara menyendiri tidak mengandung makna kematian ruh tanpa badan, tidak juga kematian keduanya secara bersamaan kecuali dengan qarinah (petunjuk) lainnya yang terpisah.


Bahkan terkadang bermakna tidur, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya:


اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا


“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya...” [Az-Zumar: 42]


Firman-Nya:


وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ


“Dan Dia-lah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari...” [Al-An’aam: 60]


Dan firman-Nya:


حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا


“... Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh Malaikat-Malaikat Kami...” [Al-An’aam: 61]” [7]


Pembicaraan dalam pembahasan ini tidak bermaksud mengungkapkan diangkatnya ‘Isa Alaihissallam, tetapi hanya sekedar menjelaskan bahwa dia q diangkat dengan jasad dan ruhnya, dan sesungguhnya dia masih hidup sampai sekarang di atas langit, dan akan turun di akhir zaman, serta akan diimani oleh orang-orang Ahlul Kitab yang ada pada waktu itu, sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala:


وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ


“Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (‘Isa) sebelum kematiannya...” [An-Nisaa': 159]


Ibnu Jarir rahimahullah berkata, “Ibnu Basyar meriwayatkan kepada kami, dia berkata, ‘Sufyan meriwayatkan kepada kami, dari Abu Hushain, dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas:


وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ


‘Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (‘Isa) sebelum kematiannya...’ [An-Nisaa': 159]


Dia berkata, ‘Maksudnya adalah sebelum kematian ‘Isa bin Maryam.’” [8]


Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah sanad yang shahih.” [9]


Kemudian Ibnu Jarir rahimahullah berkata setelah mengungkapkan berbagai pendapat tentang makna ayat ini, “Dan pendapat yang paling benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa tafsiran ayat tesebut adalah “Dan tidak ada seorang pun di antara Ahlul Kitab yang tidak beriman kepada ‘Isa sebelum kematian ‘Isa.” [10]


Beliau meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah, bahwasanya dia berkata, “(Maknanya adalah) sebelum kematian ‘Isa. Demi Allah, sesungguhnya dia sekarang masih hidup di sisi Allah, akan tetapi jika dia turun, maka semua orang akan beriman kepadanya.” [11]


Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Tidak diragukan bahwa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir ini adalah pendapat yang benar, karena pendapat itulah yang dimaksud dari beberapa redaksi ayat dalam menetapkan kebathilan semua pengakuan Yahudi bahwa ‘Isa itu dibunuh dan disalib, kemudian diserahkannya kabar ini kepada orang-orang Nasrani yang bodoh. Maka Allah mengabarkan bahwa masalahnya tidak demikian, yang ada hanyalah seseorang yang diserupa-kan-Nya bagi mereka, sehingga mereka membunuh orang yang serupa dengan-nya (‘Isa) sementara mereka tidak mencari kebenaran akan hal itu, selanjutnya beliau diangkat kepada-Nya, dan sungguh, dia akan turun sebelum hari Kiamat, sebagaimana hadits-hadits mutawatir menunjukkan hal itu.” [12]


Beliau (Ibnu Katsir) menuturkan bahwa diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma juga yang lainnya bahwa Ibnu ‘Abbas menjadikan dhamir dalam firman-Nya قَبْلَ مَوْتِهِ kembali kepada Ahlul Kitab, dan beliau berkata, “Sesungguh-nya jika riwayat ini benar, niscaya akan bertentangan dengan penjelasan ini, akan tetapi yang benar di dalam makna dan sanad adalah yang telah kami jelaskan.” [13]


b. Dalil-Dalil Turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam Dalam as-Sunnah al-Mu-thahharah
Dalil-dalil dari as-Sunnah tentang turunnya ‘Isa Alaihissallam sangat banyak dan mutawatir, sebagian darinya telah kami uraikan, dan akan kami sebutkan di sini sebagian darinya karena khawatir akan terkesan terlalu panjang, di antaranya:


1). Diriwayatkan oleh asy-Syaikhani dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ؛ لَيُوْشِكُنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمْ ابنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً، فَيَكْسُرُ الصَّلِيْبَ، وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ، وَيَضَعُ الْحَرْبَ، وَيُفِيْضُ الْمَالَ حَتَّى لاَ يَقْبَلُهُ أَحَدٌ، حَتَّى تَكُوْنَ السَّجْدَةُ الْوَاحِدَةُ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا.


‘Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh telah dekat turunnya putera Maryam di tengah-tengah kalian sebagai hakim yang adil, dia akan mematahkan salib, membunuh babi, menghentikan pe-perangan, dan melimpahkan harta, sehingga tidak seorang pun menerima-nya, hingga satu kali sujud lebih baik daripada dunia dan seisinya.’”


Kemudian Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, “Dan bacalah jika kalian menghendaki.


وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا 


‘Tidak ada seorang pun dari Ahli Kitab, kecuali akan beriman kepadanya (‘Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari Kiamat nanti ‘Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.’ [An-Nisaa': 159]”[14]


Ini adalah penafsiran Abu Hurairah Radhiyallahu anhu untuk ayat tersebut bahwa yang dimaksud di dalam ayat ialah di antara Ahlul Kitab akan ada yang beriman kepada ‘Isa Alaihissallam sebelum beliau wafat. Hal itu terjadi tatkala beliau turun di akhir zaman, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.


2). Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


كَيْفَ أَنْتُمُ إِذَا أُنْزِلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيْكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ؟!


‘Bagaimanakah kalian ketika putera Maryam diturunkan sedangkan (pemimpin) imam kalian dari kalangan kalian sendiri?!’” [15]


3). Muslim meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 


لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ، ظَاهِرِيْنَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ؛ قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ ، فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ: صَلِّ لَنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ؛ إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضِ أُمَرَاءُ؛ تَكْرِمَةَ اللهِ هَذِهِ اْلأُمَّةَ.


“Senantiasa ada satu kelompok dari umatku yang berjuang membela ke-benaran, mereka selalu mendapatkan pertolongan sampai hari Kiamat.” Beliau berkata, “Lalu ‘Isa bin Maryam Alaihissallam turun, pemimpin mereka ber-kata, ‘Shalatlah mengimami kami.’ Beliau berkata, ‘Tidak, sesungguhnya sebagian dari kalian adalah pemimpin bagi yang lainnya, sebagai kemuliaan yang Allah berikan kepada umat ini.’” [16]


4). Telah dijelaskan sebelumnya hadits Hudzaifah bin Asid tentang tanda-tanda besar Kiamat, di dalamnya diungkapkan:


وَنُزُوْلُ عِيْسىَ بْنِ مَرْيَمَ.


“Dan turunnya ‘Isa bin Maryam Alaihissallam.” [17]


5). Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


اَلأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلاَّتٍ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِيْنُهُمْ وَاحِدٌ، وَإِنِّي أَوْلَى النَّاسِ بِعِيْسَـى بْنِ مَرْيَمَ؛ لأَنَّهُ لَمْ يَكُنْ بَيْنِـيْ وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ، وَإِنَّهُ نَازِلٌ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ؛ فَاعْرِفُوْهُ.


“Para Nabi adalah saudara seayah, ibu-ibu mereka berbeda-beda, akan tetapi agama mereka satu. Sesungguhnya aku adalah orang yang paling berhak (dekat) kepada ‘Isa bin Maryam, karena tidak ada Nabi di antaraku dan dia. Dan sesungguhnya dia akan turun, jika kalian melihatnya, maka kenalilah dia!” [18]


[Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]


sumber: http://almanhaj.or.id/

No comments:

Post a Comment