Tuesday, September 10, 2013

Muhasabah Dan Muroqobah, Jalan Menuju Takwa



Muhasabah Dan Muroqobah, Jalan Menuju Takwa


Oleh
Syaikh Dr. Muhammad Bakhit al-Ujairi



Kami wasiatkan kepada diri kami sendiri dan jamaah sekalian, marilah kita bertakwa kepada Allah Ta'ala. Barang siapa bertakwa kepada Allah Ta'ala, ia akan terjaga dari siksa dan murka-Nya.

Allah memerintahkan manusia seluruhnya untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. [an-Nisâ`/4:1].

Allah memerintahkan kaum mukminin untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. ['Ali Imran/3:102].

Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk bertakwa dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [al-Ahzab/33:1].

Takwa merupakan wasiat Allah kepada hamba-hamba-Nya yang pertama hingga yang terakhir. Takwa merupakan faktor yang menjadikan manusia dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang bertakwa, maka Allah akan menjadikan bagi orang tersebut furqân. Sehingga ia akan mampu membedakan antara kebenaran dan kebathilan. Barang siapa yang bertakwa, Allah akan memberikan baginya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Orang yang bertakwa akan mendapatkan tempat yang aman di akhirat. Sungguh ia berada di tempat yang mulia di sisi Allah Ta'ala.

Hakikat takwa, ialah kita mencari perisai yang bisa melindungi diri dari adzab Allah. Yaitu dengan cara menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya. Apabila mampu berbuat demikian, maka kita akan menjadi orang yang bertakwa kepada Allah. Untuk itu, semestinya kita berhati-hati dalam bertindak, bersikap cermat dan berilmu tentang halal dan haram.

'Umar bin Khaththab pernah bertanya kepada Abu Musa tentang hakikat takwa. Abu Musa menjawab: ”Wahai Amirul-Mukminin, apa yang akan engkau lakukan apabila engkau sedang berjalan di tempat yang penuh duri?”

Maka 'Umar menjawab: ”Aku akan melihat kepada kakiku. Sehingga aku bisa mengetahui, apakah aku pijakkan di atas duri, ataukah di tempat yang aman”.

Inilah hakikat takwa, dengan selalu melihat setiap perbuatan kita, apakah termasuk perbuatan yang diridhai Allah Ta'ala, ataukah sebaliknya? Apabila termasuk perbuatan yang dibenci Allah, maka wajib bagi kita untuk meninggalkannya. Jangan sampai Allah melihat kita berada dalam keadaan yang tidak Dia sukai.

Oleh karena itu, marilah kita selalu berusaha agar berada dalam keadaan yang diridhai-Nya. Allah senang apabila kita termasuk orang-orang yang menjaga shalat, taat kepada aturan-Nya, berbakti kepada kedua orang tua, dan tekun menuntut ilmu. Marilah kita berusaha untuk melakukannya. Sekali-kali, janganlah kita meninggalkan kebaikan ini. Karena dengan inilah Allah ridha kepada kita.

Marilah kita selalu berusaha untuk meniggalkan perbuatan yang dibenci Allah Ta'ala. Jangan mendatangi kemaksiatan, tinggalkan perbuatan zina, mencuri, dusta, ghibah dan namimah. Dan yang paling besar dari itu semua, yaitu meninggalkan perbuatan syirik; suatu perbuatan dan pelaku kemaksiatan yang paling dibenci oleh Allah Ta'ala. Karena Allah tidak ridha disekutukan. Allah hanya ridha, apabila hamba-Nya beriman dan bertauhid kepada-Nya. Maka, marilah kita menjadi hamba-Nya yang beriman dan bertauhid kepada-Nya.

Allah sangat senang apabila kita menjadi orang-orang yang melaksanakan sunnah-sunnah Nabi-Nya. Oleh karena itu, marilah kita jauhkan diri dari perbuatan bid’ah, tinggalkan setiap larangan Allah. Adapun ketaatan terhadap perintah-perintah-Nya akan menjadi penyebab kebahagiaan kita di dunia dan akhirat. Allah berfirman:

إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ﴿١٣﴾وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ

Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. [al-Infithâr/82:13-14].

Al-abrâr (orang yang suka berbuat kebaikan), ia akan selalu dalam kenikmatan yang diberikan Allah di dunia maupun di akhirat. Adapun kaum fajir (orang yang suka berbuat kejahatan), maka mereka akan selalu berada dalam kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Ibnul-Qayyim berkata,”Barang siapa yang menyangka bahwa Allah akan menyamakan antara orang-orang yang berbuat taat dengan orang-orang yang suka berbuat maksiat, maka sesungguhnya ia telah berprasangka buruk terhadap Allah Ta'ala.”

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ

Patutkah Kami menganggap orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shâlih sama dengan orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah (pula) Kami menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat? [Shâd/38:28].

Apakah Allah akan menyamakan kedudukan orang yang taat dengan ahlul maksiat? Tentu tidak! Barang siapa beriman dan bertakwa, maka ia akan mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan. Adapun orang-orang yang suka bermaksiat, maka ia akan mendapatkan kesusahan dan kesempitan. Allah berfirman.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ﴿١٢٤﴾قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا﴿١٢٥﴾قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." Berkatalah ia: "Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?" Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan." [Thâhâ/20:124-126].

Barang siapa yang berpaling dari dzikir dan ketaatan kepada Allah Ta'ala, berpaling dari ilmu yang bermanfaat, maka ia seperti orang yang buta. Dan ia akan dikumpulkan pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Waiyyadzu billah.

Adapun orang yang beriman kepada Allah, maka keadaannya sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. [an-Nahl/16:97].

Orang-orang yang taat akan dekat dengan Allah Ta'ala. Mereka akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagian salaf berkata: "Sesungguhnya ada taman penuh kebahagiaan di dunia ini. Barang siapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan dapat memasuki surga yang ada di akhirat”. Taman dimaksud, ialah kebahagiaan yang diperoleh dengan ketaatan dan kedekatan dengan Allah Ta'ala.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاوَةَ الإيمانِ : أنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سَوَاهُمَا، وَأنْ يُحِبّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إلاَّ للهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أنْ يَعُودَ في الكُفْرِ بَعْدَ أنْ أنْقَذَهُ الله مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أنْ يُقْذَفَ في النَّارِ

”Ada tiga keadaan; barang siapa memilikinya, maka ia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu) apabila ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada siapapun selain keduanya, apabila ia mencintai manusia tidak lain hanya karena Allah, apabila ia merasa benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana bencinya untuk dicampakkan ke dalam api.” [Muttafaqun ‘alaihi]

Demikianlah wasiat yang dapat kami sampaikan untuk diri kami pribadi dan untuk saudara-saudara sekalian; takwa kepada Allah dan beramal shâlih. Dengan keduanya, kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kita memohon kepada Allah, semoga menjadikan kita semua termasuk dalam golongan orang-orang yang bertakwa, dan menutup akhir hayat kita dengan khusnul-khatimah.

Allah Ta'ala telah menyeru kita semua dengan firman-Nya:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. [al-Hasyr/59:18].

Allah menunjukkan kepada kita dua perkara agung. Barang siapa melaksanakan dua perkara ini, maka maka ia termasuk orang yang bertakwa.

Pertama, yaitu Muhasabah. Yakni, hendaklah setiap jiwa melihat apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok. Muhasabah sangat membantu seseorang untuk bertakwa kepada Allah. Barang siapa melakukan muhasabah, maka ia akan mengetahui ketaatan maupun kemaksiatan yang telah ia kerjakan. Sehingga, apabila ia melakukan ketaatan, hendaklah diteruskan. Dan apabila melakukan kemaksiatan, maka ia wajib untuk berhenti dan meninggalkannya.

Muhasabah juga sangat membantu seseorang untuk istiqamah di jalan Allah Ta'ala. Sehingga para salaf berkata: ”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah Taala”. Barang siapa yang dihisab oleh Allah Taala, sungguh ia akan mendapatkan siksa. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma : ”Barang siapa yang dihisab oleh Allah, maka sesungguhnya Allah akan mengadzabnya”.

Oleh karena itu, hendaklah kita selalu mengoreksi diri. Apabila kita terjerumus ke dalam kesalahan, segeralah bertaubat kepada-Nya. Allah sangat senang menerima taubat hamba-Nya. Allah selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat manusia yang telah berbuat kesalahan di waktu siang. Begitu pula Allah selalu membuka tangan-Nya di waktu siang untuk menerima taubat seseorang yang telah berbuat kesalahan di waktu malam.

Demikianlah, muhasabah merupakan perkara sangat penting. Oleh kerena itu, para salaf selalu bermuhasabah terhadap diri mereka sebagaimana orang yang terjun dalam perdagangan. Apakah ia mendapatkan keuntungan, atau justru mengalami kerugian. Begitu pula kita, wahai hamba-hamba Allah. Marilah koreksi diri masing-masing, bekal apa yang telah kita persiapkan untuk menghadap Allah Ta'ala?

Suatu ketika, Sulaiman ibnu 'Abdil-Mâlik pernah bertanya kepada Abu Hasyim: ”Mengapa kita merasa benci terhadap kematian dan cinta terhadap dunia?”

Maka pertanyaan ini dijawab: ”Wahai Amirul-Mukminîn, hal ini karena kita telah merusak akhirat kita dan memperbagus dunia kita. Tentulah seseorang tidak akan senang untuk pindah dari rumah yang bagus ke rumah yang telah rusak”.

Sungguh benar! Banyak di kalangan kita yang sibuk dengan dunia dan lalai berbuat taat kepada Allah. Sehingga ia pun mengetahui, tidak ada bagian sedikit pun untuk kehidupan akhirat. Dengan demikian, ia benci dan takut terhadap kematian yang pasti akan mengantarkannya ke akhirat.

Adapun orang-orang yang cinta, taat dan selalu mengerjakan perintah-perintah Allah, maka dia tidak takut terhadap kematian. Sehingga tidak mengherankan, tatkala diseru untuk berperang, para salaf yang mengatakan: ”Esok hari akan datang kematian yang kita cintai...,” hal ini karena mereka selalu beramal shalih. Dengan amal shalih itu, mereka tidak takut akan kematian dan hisab. Maka, jelaslah bagi kita, muhasabah merupakan perkara penting yang sangat membantu seseorang untuk bertakwa kepada Allah Ta'ala.

Perkara penting kedua, yang Allah tunjukkan kepada kita, yaitu muroqobah. Yakni, sifat seseorang yang merasa selalu dilihat dan diawasi oleh Allah Ta'ala. Sebagaimana firman Allah di akhir ayat .... innallaha khabirum bimâ ta’malûn.

Tatkala seseorang merasa enggan berbuat taat, maka iapun sadar bahwa Allah melihatnya. Sehingga, ia pun akan kembali untuk segera berbuat taat kepada Allah. Tatkala seseorang berhasrat melakukan kemaksiatan, maka ia sadar bahwa Allah melihatnya. Sehingga ia pun akan berhenti dari keinginannya itu dan segera kembali kepada jalan-Nya.

Demikianlah, muroqobah merupakan hal penting yang sangat membantu seseorang untuk takwa kepada Allah Ta'ala. Oleh karena itu, Rasulullah n pernah berwasiat kepada Mu'adz bin Jabbal dengan sabdanya: ”Bertakwalah kepada Allah dimana saja engkau berada ...”.

Marilah kita bertakwa kepada Allah setiap waktu dan di setiap tempat. Ketahuilah, bahwasanya Allah selalu mengawasi setiap gerakan kita. Barang siapa telah memiliki sifat ini, sungguh sangat membantu dirinya dalam bertakwa kepada Allah Ta'ala. Kita memohon kepada Allah Ta'ala, supaya menjadikan kita orang-orang yang bertakwa kepada-Nya saat di keramaian maupun tatkala sendiri. Allahu a’lam.

(Diringkas oleh Ustadz Abu Maryam, dari khutbah Jum’at Syaikh Dr. Muhammad Bakhit al-Ujairi di Masjid Ma'had Imam Bukhâri, Solo, Jum’at, 8 Februari 2008)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


BANTAHAN TERHADAP PENOLAKAN HARI KEBANGKITAN

Oleh
Ustadz Arman Amri Lc


Beriman kepada hari kebangkitan telah ditunjukkan dengan jelas oleh al Qur`an, al Hadits, akal sehat, dan fitrah manusia. Seluruh nabi sepakat mengenai keimanan terhadap akhirat. Hampir seluruh manusia mengakui keberadaan Rabb, karena memang sesuai dengan fitrah mereka, kecuali sebagian kecil dari mereka yang melakukan penentangan, seperti Fir’aun. Begitu pula keimanan kepada hari akhirat, banyak di antara manusia yang mengingkarinya, padahal Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi telah menjelaskannya secara rinci, yang tidak terdapat di dalam kitab-kitab para nabi lainnya.

Kalangan filosof dan semisalnya menyatakan, tidak ada yang menjelaskan secara rinci tentang hari kebangkitan kecuali Muhammad. Oleh sebab itu, mereka pun berkeyakinan, bahwa keterangan-keterangan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari kebangkitan hanyalah khayalan.

BANTAHAN TERHADAP PARA FILOSOF
Untuk membantah orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan tersebut, Allah Ta’ala telah mengabarkan bantahanNya dalam kitabNya yang mulia. Meskipun al Qur`an telah jelas menerangkan tentang kebangkitan jiwa (ruh) pada saat kematian dan kebangkitan fisik pada hari kiamat besar, namun orang-orang filosof tetap mengingkarinya. Di antara mereka berkata: “Tidak ada yang mengabarkan hal tersebut kecuali hanya Muhammad, (dan) itupun dengan jalan khayalan”.

Pernyataan seperti ini merupakan kedustaan, karena sesungguhnya kiamat besar telah diketahui oleh para nabi, sejak dari Nabi Adam sampai Nabi Nuh, kemudian Ibrahim, Musa, Isa, dan selain mereka dari para nabi. Allah Azza wa Jalla telah mengabarkan keberadaan hari kebangkitan sejak menurunkan Nabi Adam ke bumi dengan firmanNya:

قَالَ فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ

Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. [al A’raf/7: 25]

Juga dalam firman Allah ketika menceritakan dan menjawab perkataan Iblis :

قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ﴿٧٩﴾قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ﴿٨٠﴾إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

Ya Tuhanku, berilah tangguh aku sampai hari mereka dibangkitkan. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari Kiamat). [Shaad/38:79-81].

Nabi Nuh Alaihissallam, diabadikan perkataannya oleh Allah Azza wa Jalla dalam firmanNya:

وَاللَّهُ أَنْبَتَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ نَبَاتًا﴿١٧﴾ثُمَّ يُعِيدُكُمْ فِيهَا وَيُخْرِجُكُمْ إِخْرَاجًا

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. [Nuh/71:17-18].

Begitu juga perkataan Nabi Ibrahim Alaihissallam, dalam firman Allah Azza wa Jalla:

وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

...dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari Kiamat. (asy Syu’ara/26:82). Lihat juga firman Allah dalam Ibrahim/14 ayat 41 dan al Baqarah/2 : 260.

Juga Nabi Musa Alaihissallam, Allah Azza wa Jalla berfirman ketika telah menyelamatkannya:

إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَىٰ﴿١٥﴾فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَىٰ

Sesungguhnya hari Kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa. [Thaha/20 : 15-16]

Bahkan salah seorang dari keluarga kerajaan Fir’aun yang beriman kepada Nabi Musa Alaihissallam mengetahui hari kebangkitan, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan dalam firmanNya (Ghafir/40:32-39), sampai pada ayat 46,

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga melukiskan tentang terjadinya kebangkitan, sebagaimana kisah sapi betina : Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti. [al Baqarah/2:73].

Tentang terjadinya hari kebangkitan ini, dibebankan kepada para rasul untuk menjelaskan kepada kaumnya, sebagaimana nampak dari pertanyaan para malaikat penjaga neraka terhadap penghuni neraka. Yaitu dalam firman Allah Azza wa Jalla :

وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ زُمَرًا ۖ حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَٰذَا ۚ قَالُوا بَلَىٰ وَلَٰكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ

Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?" Mereka menjawab,"Benar (telah datang)," tetapi telah pasti berlaku ketetapan adzab terhadap orang-orang yang kafir ". [az Zumar/39:71].

Demikian pengakuan sekelompok orang kafir yang dicampakkan ke dalam neraka Jahannam. Mereka mengakui bahwa para rasul telah memperingatkan mereka ketika di dunia tentang hari kebangkitan yang akan mereka jumpai serta hukuman bagi orang-orang yang telah berbuat dosa di dunia. Begitu pula rasul terakhir, yaitu Muhammad Rasululah n telah menjelaskannya. Banyak ayat-ayat al Qur`an yang menyebutkan janji dan ancaman itu.

Dengan demikian, terbantahlah pernyataan dusta para ahli filsafat yang menolak keberadaan hari kebangkitan dengan mengatakan hanya khayalan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam semata, sebab para rasul sebelum beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah mengingatkan umat mereka tentang hal ini.

BAGAIMANA DIBANGKITKAN SETELAH MENJADI TULANG-BELULANG?
Ada lontaran-lontaran klasik yang dimunculkan untuk membuat rancu atau melemahkan keyakinan orang yang memang sudah lemah. Lontaran ini ini berbentuk pertanyaan, namun bukan untuk mencari tahu, namun sebagai penolakan. Di antara pertanyaan itu, mungkinkah manusia akan dibangkitkan dan hidup kembali setelah menjadi tulang belulang yang berserakan? Siapakah yang akan mampu melakukannya? Dan kapankah akan terjadi ?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu telah dijawab oleh Allah Azza wa Jalla dengan jawaban singkat tapi sangat jelas. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَقَالُوا أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا

Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk baru?" [al Isra`/17: 98].

وَقَالُوا أَإِذَا كُنَّا عِظَامًا وَرُفَاتًا أَإِنَّا لَمَبْعُوثُونَ خَلْقًا جَدِيدًا﴿٤٩﴾قُلْ كُونُوا حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا﴿٥٠﴾ أَوْ خَلْقًا مِمَّا يَكْبُرُ فِي صُدُورِكُمْ ۚ فَسَيَقُولُونَ مَنْ يُعِيدُنَا ۖ قُلِ الَّذِي فَطَرَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ فَسَيُنْغِضُونَ إِلَيْكَ رُءُوسَهُمْ وَيَقُولُونَ مَتَىٰ هُوَ ۖ قُلْ عَسَىٰ أَنْ يَكُونَ قَرِيبًا﴿٥١﴾يَوْمَ يَدْعُوكُمْ فَتَسْتَجِيبُونَ بِحَمْدِهِ وَتَظُنُّونَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?" Katakanlah: "Jadilah kamu sekalian batu atau besi, atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin (hidup) menurut pikiranmu". Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?" Katakanlah: "Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama". Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat",yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhiNya sambil memujiNya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja.[al Isra`/17:49-52].

Perhatikanlah jawaban yang ditujukan kepada kaum musyrikin tentang hari kebangkitan. Mereka berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang-belulang dan benda-benda yang hancur, apa kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?"

Pertanyaan ini dapat diberi jawaban: "Jika kalian berkeyakinan bahwa tidak ada pencipta bagi kalian, maka hendaklah kalian menjadi makhluk yang tidak akan mungkin mengalami kematian, seperti batu atau besi, atau apa saja yang terbetik di hati kalian".

Jika mereka mengatakan : "Kami adalah makhluk yang telah memiliki karakteristik seperti ini yang tidak mungkin hidup selamanya di dunia," Jika, demikian keadaannya, maka apakah yang menghalangi antara diri kalian dengan pencipta? Dan apa pula yang menghalangi kalian untuk dicipta kembali menjadi makhluk yang baru?

Dari ayat di atas terdapat cara penetapan lain bagi keberadaan hari kebangkitan yaitu : jika mereka, para pengingkar tersebut diubah bentuknya menjadi batu atau besi atau yang lebih besar dari keduanya, maka sesungguhnya Allah mampu untuk menghilangkan atau membinasakan semuanya, dan merubahnya dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Allah mampu melakukan apa saja terhadap besi, batu, dan lainnya, yang benda-benda tersebut telah diketahui keras, tetapi semua dapat dihancurkan oleh Allah dan seterusnya. Lalu, jika Allah Maha Mampu melakukan itu terhadap benda-benda yang terkenal keras dan a lot, bagaimana mungkin Allah tidak dapat melakukan sesuatu terhadap makhluk yang lebih kecil dari benda-benda tersebut ?

ALLAH AZZA WA JALLA MAMPU MELAKUKANNYA
Allah mengabarkan, bahwa orang-orang musyrik mengajukan satu pertanyaan lain: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali setelah tubuh-tubuh kami hancur luluh?"

Allah Azza wa Jalla menjawab dengan firmanNya: Katakanlah : "Yaitu Dzat yang telah menciptakan kalian pada kali yang pertama". [al Isra`/17:51].

Ketika orang-orang musyrik tersebut dihadapkan pada dalil yang kuat dan tidak dapat dibantah, maka mereka mengajukan pertanyaan lainnya: "Kapan hal itu akan terjadi?" Maka Allah Azza wa Jalla memberikan jawaban dengan firmanNya : Katakanlah : "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat". [al Isra`/17 : 51].

Allah Azza wa Jalla juga berfirman:

وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ ۖ قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ

Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami, dan dia lupa kepada kejadiannya, ia berkata : "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh?" ( QS Yasin/36 : 78). Dan selanjutnya sampai akhir surat.

Apabila ada orang yang paling pandai, paling fasih serta paling lihai dalam menjelaskan sesuatu, berkeinginan mendatangkan argumentasi yang lebih baik dari ini atau yang sebanding dengannya, baik dari segi lafazhnya yang singkat maupun dari segi peletakkan dalil serta melemahkan argumentasi lawan, maka ia tidak akan mampu menandingi firman Allah ini.

Allah Azza wa Jalla memulai pemaparan argumentasi ini dengan membawakan sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh para pembangkang, dan pertanyaan tersebut membutuhkan jawaban. Maka firman Allah : (yang artinya) : “…dan dia lupa kepada kejadiannya," merupakan bantahan sangat telak, yang mengandung jawaban sempurna, menegakkan hujjah dan telah menghilangkan syubhat mereka. Meskipun itu sudah cukup menjadi jawaban, namun Allah Azza wa Jalla hendak memberikan jawaban penguat. Allah Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ

Katakanlah : "Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali pertama" -Yasin/36 ayat 79- dalam ayat ini, Allah menjadikan kemampuanNya untuk menciptakan manusia pertama kali sebagai hujjah dalam menjelaskan kemampuanNya mengembalikan manusia ke wujud aslinya setelah menjadi tulang-belulang yang berantakan. Karena setiap orang yang berakal pasti mengetahui, apabila Allah mampu menciptakan manusia untuk kali yang pertama, maka Dia tentu lebih mampu membangkitkan manusia setelah matinya.

Penciptaan suatu makhluk, harus memenuhi syarat-syarat berikut. Yang pertama, kemampuan pencipta atas makhluknya dan pengetahuan pencipta secara rinci tentang makhluknya. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla sebagai sang pencipta menyatakan :

وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ

Dan Dia Maka mengetahui tentang segala makhluk. [Yasin/36:79].

Apabila ilmu dan kemampuan Allah Maha Sempurna, bagaimana mungkin Allah Azza wa Jalla dinyatakan tidak mampu untuk menghidupkan kembali tulang-belulang yang telah hancur luluh?!

Kemudian Allah Azza wa Jalla memberikan dalil yang lebih kuat sebagai jawaban terhadap pertanyaan pembangkang lainnya: "Tulang-belulang yang telah hancur luluh, kembali kepada tabi’at aslinya, yaitu dingin lagi kering. Sedangkan kehidupan itu harus mencakup tabi’at yang panas serta basah, yang menunjukkan adanya tanda-tanda kebangkitan".

Menjawab pertanyaan tersebut, dapat dibawakan firman Allah Azza wa Jalla, yaitu :

الَّذِي جَعَلَ لَكُمْ مِنَ الشَّجَرِ الْأَخْضَرِ نَارًا فَإِذَا أَنْتُمْ مِنْهُ تُوقِدُونَ

Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan api dari kayu tersebut. [Yasin/36 : 80].

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang kemampuanNya mengeluar unsur panas yang sangat dari kayu hijau yang basah. Maka Dzat (yaitu Allah) yang dapat mengeluarkan sesuatu unsur yang kontra dengan asalnya, yang seluruh materi makhluk dan seluruh unsur-unsurnya tunduk kepadaNya, tidak pernah membangkang, Dzat inilah yang melakukan apa yang diingkari oleh para pembangkang tersebut berupa menghidupkan kembali tulang-belulang yang berserakan.

Kemudian Allah Ta’ala lebih menekankan lagi dengan dalil yang sangat kuat, bahwa Allah mampu menciptakan makhluk yang jauh lebih besar, apalagi makhluk yang di bawahnya. Setiap orang yang berakal akan mengetahui, apabila Allah mampu menciptakan makhluk yang sangat besar, maka dengan mudah Dia dapat menciptakan makhluk di bawahnya atau yang lebih kecil. Sebagaimana ditunjukkan oleh firmanNya :

أَوَلَيْسَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِقَادِرٍ عَلَىٰ أَنْ يَخْلُقَ مِثْلَهُمْ

Dan tidaklah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang sudah hancur itu? [Yasin/36:81].

Langit dan bumi merupakan makhluk yang sangat besar, sangat luas dan pada kedua makhluk ini terdapat berbagai keindahan mengagumkan. Kalau langit dan bumi seperti itu saja mampu diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla , maka untuk menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh, serta mengembalikannya kepada bentuk semula, tentu Allah lebih mampu. Karena itu lebih ringan. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam ayat yang lain (yang artinya) : Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Ghafir/40:57].

Dan firmanNya (yang artinya): Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Dia tidak merasa payah karena menciptakannya, kuasa menghidupkan orang-orang mati? Ya (bahkan) sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. [al Ahqaf/46:33].

Lalu Allah Azza wa Jalla lebih menekankan lagi, bahwa perbuatanNya tidak sama dengan perbuatan makhlukNya yang memerlukan alat-alat, biaya, tenaga dan tentu tidak mungkin sendirian. Ini semua tidak berlaku bagi Allah. Apabila Allah Azza wa Jalla menginginkan sesuatu, Dia cukup mengucapkan "Kun" (jadilah), maka tercipta dan terjadilah yang diinginkanNya.

Kemudian Allah Azza wa Jalla menutup argumentasi di atas dengan mengabarkan, bahwa seluruh alam semesta ada di tanganNya. Dia-lah yang mengatur seluruhnya, karena semuanya kembali kepadaNya -Yasin/36 ayat 83.

Untuk yang demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya) : Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)? Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan. Bukankah (Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati? [al Qiyamah/75:36-40].

Allah Azza wa Jalla tidak meninggalkan makhluk ciptaanNya begitu saja tanpa perintah dan larangan, tanpa pahala dan hukuman. Hikmah Allah sangat bertolak belakang dengan (penolakan) itu. Allah berfirman : Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? [al Mu’minun/23:115].

Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan manusia dari setetes mani, lalu menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, kemudian Allah memberinya panca indera, kekuatan, tulang, persendian dan menyempurnakannya, sehingga keluar dari rahim wanita dalam wujud makhluk yang sempurna bentuknya, lalu bagaimana mungkin Allah Azza wa Jalla dikatakan lemah atau tidak bisa mengembalikan manusia setelah matinya kepada bentuk semula? Atau bagaimana bisa dikatakan Allah Azza wa Jalla membiarkan makhluk begitu saja? Anggapan demikian tidak sesuai dengan hikmah penciptaan manusia, dan tidak sesuai dengan kemampuan dan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lihatlah argumentasi yang mengagumkan tersebut dengan menggunakan bahasa singkat, penjelasan yang gamblang, sehingga seseorang tidak akan ragu terhadapnya.

Betapa banyak dalil-dalil dalam al Qur`an yang menjelaskan hari kebangkitan seperti argumentasi di atas, sebagaimana Allah berfirman (yang artinya) : Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang haq dan sesungguhnya Dia-lah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur. [al Hajj/22:5-7].

Juga firmanNya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. [al Mu’minun/23:12-16].

Allah Azza wa Jalla juga menyebutkan tentang adanya kebangkitan ini dalam kisah Ashabul Kahfi (para penghuni gua) yang telah ditidurkan oleh Allah selama 309 tahun. Allah berfirman tentangnya: Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya". [al Kahfi/18:21].

Para ulama salaf dalam memberikan gambaran mengenai hari kebangkitan, mereka menyatakan bahwa tubuh manusia berubah dari suatu keadaan kepada keadaan lainnya, kemudian dikubur dan menjadi tanah, lalu Allah menghidupkannya kembali. Hal ini seperti perubahan pada awal penciptaan manusia, berasal dari setetes mani, kemudian segumpal darah, lalu segumpal daging, kemudian menjadi tulang yang dibungkus oleh daging, maka jadilah makhluk yang sempurna. Begitu pula dengan proses kebangkitan, Allah mengembalikan bentuk manusia setelah semua hancur luluh. Tidak ada yang tersisa kecuali tulang pangkal ekor, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Nabi , bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ يَبْلَى إِلَّا عَجْبَ الذَّنَبِ , مِنْهُ خُلِقَ وَفِيهِ يُرَكَّبُ

"Setiap manusia akan hancur jasadnya, kecuali pangkal ekor. Darinyalah manusia tercipta dan darinyalah tersusun rangkaian jasadnya".
Wallahu a'lam.

(Sumber : Syarah al Aqidah ath-Thahawiyah, Ibnu Abi al Izz ad-Dimasyqy, Daar ‘Alamil Kutub, Riyadh, Cetakan III, 1997, halaman 589-598)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

http://almanhaj.or.id/

Introspeksi Diri




Introspeksi Diri

Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). [An Nazi’at/79 : 37-39]

Oleh
Syaikh Ali Al Hudzaifi


Hendaklah kita senantiasa bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla dan hendaklah kita khawatir dengan suatu hari dimana tidak ada seorangpun yang bisa menolong orang lain selain amalannya. Kala itu amallah yang menjadi penentu kebahagian dan kesengsaran seseorang, jika dia beruntung maka kebahagiaan abadi akan menjadi miliknya sebaliknya jika merugi maka kesengsaraan tak terperikan akan menimpa.

Allah Azza wa Jalla telah mengutus rasulNya yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita, sebagai pembawa kabar gembira, pemberi peringatan, menyeru ke jalan Allah dan sebagai pelita penerang jalan. Allah Azza wa Jalla juga sudah menurunkan Al Qur’an kepadanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai cahaya penerang, tidak ada kebaikan dan keutamaan yang tersisa kecuali telah ditunjukkan serta tidak ada keburukan yang terlupakan melainkan semuanya telah diperingatkan. Allah berfirman :

مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ

Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab [Al An’am/6 : 38]

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ

Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri [An Nahl/16: 89]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

Sesungguhnya yang halal itu jelas, yang haram itu juga jelas. Dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara syubhat (belum jelas) yang tidak diketahui (hukumnya) oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang menghindari syubhat berarti dia telah membebaskan dirinya demi agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam masalah syubhat berarti dia (hampir) terjerumus dalam perkara haram. Ibarat seorang penggembala yang bergembala di sekitar daerah terlarang hampir saja dia bergembala pada daerah itu. Ingatlah masing-masing penguasa memiliki daerah terlarang dan daerah larangan Allah Azza wa Jalla adalah hal-hal yang diharamkan. Ingatlah sesungguhnya didalam jasad itu ada segumpal daging, jika dia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik; jika dia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad, ingatlah itulah hati. [Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Nu’man bin Basyir].

Dalam hadits lain : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan perkara-perkara fardhu, maka janganlah kalian sia-siakan ! dan telah membuat batas-batas, maka janganlah kalian langgar ! Allah telah mengharamkan beberapa hal, maka janganlah kalian langgar ! Dan Allah diam tentang hukum beberapa hal sebagai bentuk kasih sayang, maka janganlah kalian bertanya tentangnya.”

Jika kita sudah mengetahui hak-hak Allah Azza wa Jalla yang wajib kita tunaikan begitu juga hak-hak lainnya, maka wajiblah bagi kita untuk ekstra dalam menginterospeksi diri kita terus-menerus. Dengan harapan hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan. Orang yang senantiasa merasa dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla dan merasa takut pada adzabNya dalam semua perbuatan yang dia lakukan ataupun yang ditinggalkan, maka dia jarang sekali berbuat salah saat menunaikan kewajiban dan dia akan menahan diri dari hal-hal yang diharamkan serta berusaha menunaikan kewajibannya kepada orang lain. Allah berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ ﴿٥٧﴾ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ ﴿٥٨﴾ وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ ﴿٥٩﴾ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُون ﴿٦٠﴾ أُولَٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Rabb mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. [Al Mukminun 57-61]

Orang yang senantiasa menghadirkan Allah Azza wa Jalla dalam dirinya, mengintrospeksi diri dan menekan nafsu agar melaksanakan amalan-amalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla dan meghindari dosa, maka hatinya akan baik serta baik pula hasil akhirnya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ﴿٤٠﴾فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya) [An Nazi’at/79 : 40-41]

Dia juga akan senantiasa bersabar dalam beribadah kepada Allah, sebagai wujud ketaatan kepada firman Allah Azza wa Jalla :

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ

Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah (bersabarlah) dalam beribadat kepada-Nya. [Maryam/19 : 65]

Dan firman Allah Azza wa Jalla :

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa [Thaha/20 : 132]

Dan juga dalam rangka meniru para salafusshalih yang senantiasa menjaga ibadahnya kepada Allah Azza wa Jalla .

Orang yang senantiasa memuhasabah dirinya, dia akan memiliki banyak kebaikan dan sedikit keburukan. Dia akan datang menemui Rabbnya dalam keadaan ridha dan diridhai, dia akan dimasukkan ke surga bersama para nabi, shiddiqien, para syuhada’, orang-orang shalih dan mereka itulah sebaik-baik teman. Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku, hendaklah kita memuhasabah (mengintrospeksi) diri dalam segala ucapan yang kita ucapkan. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. [Qaaf/50 :18]

Hendaklah kita selalu memuhasabah diri kita dalam segala tindakan kita. Karena Allah Azza wa Jalla berfirman :

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [Az –Zalzalah/99 : 7-8]

Dan hendaklah kita memuhasabah diri kita pada setiap niatan dan hal-hal yang berkecamuk dalam dada kita. Karena Allah berfirman :

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ

Dan ketahuilah bahwasannya Allah mengetahi apa yang ada dalam hatimu, maka waspadalah [Al Baqarah : 235]

Jika kita belum mengetahui hukum sesuatu, maka janganlah kita lancang, hendaklah kita bertanya kepada para ulama tentang hukumnya baru kemudian kita tindak lanjuti. Allah Azza wa Jalla mengingatkan:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui [An Nahl /16 : 43]

Jika setiap muslim saat mendapatkan sesuatu yang belum jelas hukumnya, lalu dia menanyakan kepada diri dan ternayata dia tetap tidak tahu, maka hendaklah dia meninggalkannya. Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

الْبِرُّ مَااطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَ اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ

Kebaikan itu yaitu sesuatu disenangi jiwa dan hati sedangkan dosa yaitu sesuatu yang bergolak dalam jiwa, ragu-ragu serta engkau tidak suka dilihat oleh orang (saat melakukannya).

Yang dimaksud dengan kata nafsu (jiwa) dalam hadits diatas adalah jiwa yang muthmainnah. Jiwa yang cinta kepada yang dicintai Allah serta benci kepada yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala. jiwa yang percaya penuh kepada Allah dan bertawakkal kepadaNya dalam segala urusan.

Sedangkan hati yang dimaksudkan disini adalah hati yang selamat dari hal-hal syubhat dan syahwat. Inilah hati yang dapat mengidentifikasi kebaikan dan keburukan saat terjadi kesamaran. Adapun jiwa yang sakit, yang terinfeksi penyakit syubhat dan syahwat, maka tidak ada lagi perkara syubhat baginya. Dia tidak mencintai apa yang dicintai Allah Azza wa Jalla serta tidak membenci yang dibenci Allah Azza wa Jalla dan tidak ada lagi yang bisa membendung dia dari perbuatan haram. Allah Azza wa Jalla berfirman :

فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا

Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:"Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami". [Ali Imran/3 : 7]

Memuhasabah diri serta berpegang teguh dengan sunnah merupakan jalan selamat. Adapun orang yang mengekor kepada hawa nafsunya dan melepaskannya tanpa kendali, maka sungguh buruk akibat yang akan menimpanya. Allah Azza wa Jalla berfirman :

فَأَمَّا مَنْ طَغَىٰ﴿٣٧﴾وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا﴿٣٨﴾فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَىٰ

Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). [An Nazi’at/79 : 37-39]

Semoga Allah memberikan kita kekuatan untuk senantiasa memuhasab diri kita.

Kondisi kaum muslimin saat ini menuntut kita untuk berpikir dan terus berpikir. Saat musuh-musuh Allah memporak-porandakan barisan kaum muslimin, pada saat yang sama mereka dalam susah dan sengsara. Kitapun sudah tahu faktor utamanya yaitu karena meninggalkan syari’at Allah. Maka, langkah pertama untuk memperbaiki kondisi kaum muslimin secara umum adalah dengan memperbaiki individu. Dengan cara senantiasa memuhasabah diri sebelum tiba saat dihisab oleh Allah Azza wa Jalla Yang Maha Adil. Hendaklah kita memuhasabah diri kita, kita bertanya kepada diri masing-masing; Amalan shalih apa yang telah kita perbuat untuk Islam ? sudahkah kita ini termasuk orang-orang yang senantiasa menghormati dan mengagungkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala? Apakah kita ini termasuk orang-orang yang senantiasa menjauhi larangan-larangan serta hal yang mendatangkan murka Allah Azza wa Jalla ? mengenai mengagungkan syari’at Allah, Allah berfirman :

وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ

Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya. [Al Hajj/22: 30]

Kemudian juga, sudahkah kita termasuk orang-orang yang senantiasa mengagung sunnah dengan cara mengajarkannya serta mengikutinya ? Apakah hak-hak kedua orang tua kita sudah kita tunaikan atau bagaimana ? Adakah kita ini masuk kedalam golongan orang-orang yang senantiasa bertaubat ? sudah kita senantiasa berusaha menambah ilmu kita dengan terus belajar dan belajar ?

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan kita untuk menjumpainya di akhirat dengan amal perbuatan, bukan hanya sekedar pengakuan yang hampa dari bukti. Allah Azza wa Jalla mewajibkan kita untuk bertaqarrub kepadaNya dengan ikhlas serta penuh ketundukan. Dan sesungguhnya akan memuliakan orang-orag yang memuliakanNya dan menghinakan orang yang menghinakanNya.

Sungguh introspeksi (muhasabah) diri yang dilakukan oleh seseorang, baik dalam perbuatan yang kecil ataupun yag besar sambil terus berpegang dengan sunnah merupakan jalan selamat yang akan menghantarkan kepada keridhaan Allah Azza wa Jalla . Allah Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan [Al Hasyr/59 : 18]

Dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَتُهُ فَهُوَ مُؤْمِنٌ

Barangsiapa yang merasa senang dengan kebaikannya serta merasa susah dengan keburukannya maka dia seorang mukmin.

Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang beriman yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.

(Diangkat dari Khutbah jum’at yang disampaikan oleh Syaikh Ali Al Hudzaifi di Madinah pada tanggal 17 Dzulqa’dah tahun 1424H)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

KEHORMATAN DARAH DAN HARTA SEORANG MUSLIM

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

عَنِ ابْنِ عُمَرَ ضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا ، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى.

Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Aku diperintahkan memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Jika mereka melakukan hal tersebut, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku, kecuali dengan hak Islam dan hisab (pehitungan) mereka pada Allah Ta’ala.

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh, diriwayatkan dari jalan Waqid bin Muhammad bin Zaid bin ‘Umar, dari ayahnya, dari kakeknya, ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma.
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Imam al-Bukhari (no. 25).
2. Imam Muslim (no. 22).
3. Imam Ibnu Mandah dalam Kitâbul-Îmân (no. 25).
4. Imam Ibnu Hibban (no. 175, 219 dalam at-Ta’lîqâtul-Hisân).
5. Imam ad-Daraquthni (I/512, no. 886).
6. Imam al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra (III/92, 367, VIII/177).
7. Imam al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 33).

Hadits ini diriwayatkan juga dari sahabat yang lainnya, di antaranya:
1. Dari Sahabat Abu Hurairah. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1399, 1456, 6924, 7284, 7285), ‘Abdur-Razzaq dalam al-Mushannaf (no. 18718), Ahmad (I/19, 35, 37-38, II/423, 528), Muslim (no. 20, 21), Abu Dawud (no. 1556), at-Tirmidzi (no. 2607), an-Nasâ`i (V/14, VII/77), Ibnu Majah (no. 71, 3927), Ibnu Mandah dalam al-Îmân (no. 215, 216), Ibnu Hibban (no. 216, 217, 218, 220 dalam at-Ta’lîqâtul Hisân), al-Baihaqi (III/92, IV/104, VIII/177), al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 32), al-Hakim (I/387), dan selainnya.

2. Dari Sahabat Jabir. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 21 (35), at-Tirmidzi (no. 3341), Ibnu Majah (no. 72, 3928), al-Hakim (II/522), dan selainnya.

3. Dari Sahabat Anas bin Malik. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 391, 392, 393), Ahmad (III/199, 225), Ibnu Nashr al-Marwazi dalam Ta’zhîm Qadrish-Shalâh (no. 9), Abu Dawud (no. 2641), at-Tirmidzi (no. 2608), an-Nasaa`i (VII/75-77, VIII/109), Ibnu Hibban (no. 5865 dalam at-Ta’lîqâtul- Hisân), al-Baihaqi (III/92, VIII/177), al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (no. 34), dan selainnya.

4. Dan dari Sahabat yang lainnya. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah menilai hadits ini shahih mutawatir dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 407, 408, 409, dan 410).

BIOGRAFI PERAWI HADITS
Beliau adalah ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khaththab bin Nufail al-Qurasyi al-Adawi Radhiyallahu anhuma. Kunyahnya adalah Abu ‘Abdir-Rahman dan sering pula dipanggil Ibnu ‘Umar. Beliau Radhiyallahu anhuma lahir pada tahun ketiga Kenabian. Dia masuk Islam bersama ayahnya (‘Umar bin al-Khaththab) dan dia ikut hijrah juga bersama ayahnya. Pada Perang Badar dan Perang Uhud dia ingin ikut tetapi ditolak, karena masih kecil. Kemudian dalam Perang Khandaq dia ikut, waktu itu umurnya sudah mencapai 15 tahun. Dia termasuk orang yang ikut serta dalam Bai’atur-Ridwan.

Ia pernah bermimpi seolah-olah ada dua Malaikat membawanya, lalu ia ceritakan kepada saudara perempuannya, Hafshah (isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dan Hafshah menceritakannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللهِ لَوْ كَانَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ.

Sebaik-baik orang adalah ‘Abdullah, seandainya ia shalat malam.[1]

Sesudah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian, ia tidak banyak tidur di waktu malam, sebagian besar waktu malamnya digunakan untuk shalat, istighfar kepada Allah, dan terkadang ia melakukannya hingga menjelang sahur. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Hafshah, “Sesungguhnya saudaramu (Ibnu ‘Umar) seorang yang shalih.”[1]

Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Sesungguhnya pemuda Quraisy yang paling zuhud terhadap dunia adalah Ibnu ‘Umar.”[3]

Apabila membaca ayat 16 dari surat al-Hadid, ia selalu menangis.[4]

Keistimewaan-keistimewaan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma ialah, ilmunya banyak tetapi tidak kibr (sombong), apabila ditanyakan tentang sesuatu yang tidak dia ketahui, ia berkata: “Aku tidak tahu.” Ia rendah hati, rajin shalat malam, tekun dalam beribadah, teguh pendirian dan dermawan. Ia tidak ikut campur dalam perselisihan yang terjadi antara ‘Ali dan Mu’awiyah (keduanya adalah Sahabat yang dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Ibnu ‘Umar termasuk di antara tujuh sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits, dan dia menempati urutan kedua setelah Abu Hurairah. Ia meriwayatkan 2630 hadits.[5]

Haditsnya yang disepakati oleh Imam al-Bukhari dan Muslim sebanyak 168 hadits. Yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari 81 hadits, dan yang diriwayatkan oleh Imam Muslim 31 hadits. Ada beberapa sahabat yang meriwayatkan hadits darinya.

Beliau wafat di Makkah tahun 73 H pada usia 83 tahun dan dimakamkan di sana. Ada pendapat dari Imam Malik bahwa beliau wafat pada usia 87 tahun.[6]

KEDUDUKAN HADITS
Hadits ini sangat agung karena menjelaskan kaidah-kaidah agama dan pokoknya berupa mentauhidkan Allah Ta’ala, mendirikan shalat, membayar zakat, melaksanakan jihad fî sabîlillâh, dan pelaksanaan berbagai kewajiban lainnya dalam syariat Islam. Hadits ini pun menerangkan bahwasanya darah dan harta seorang muslim adalah haram (tidak boleh ditumpahkan dan dirampas).

PENJELASAN HADITS
1. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ...

Aku diperintah untuk memerangi manusia.

Yang menyuruh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memerangi manusia adalah Allah Ta’ala. Sebab, tidak ada yang memerintah beliau selain Allah Ta’ala. Apabila seorang sahabat berkata, “Kami diperintah dengan ini, atau kami dilarang dari ini,” maka orang yang memerintah dan melarang mereka adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[7]

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah menjelaskan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam "Aku diperintah untuk memerangi manusia". Manusia yang dimaksud di sini adalah kaum musyrikin penyembah berhala, bukan Ahlul-Kitab. Hal ini berdasarkan hadits riwayat an-Nasâ`i, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ الْمُشْرِكِيْنَ...

Aku diperintahkan untuk memerangi kaum musyrikin.[8]

Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

...إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ...

(kecuali dengan hak Islam), ini hanya diriwayatkan al-Bukhari, sedangkan Muslim tidak meriwayatkannya.

Ada hadits semakna yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari berbagai jalur. Di dalam Shahîh al-Bukhari disebutkan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله، فَإِذَا شَهِدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله، وَصَلَّوْا صَلاَتَنَا، وَاسْتَقْبَلُوْا قِبْلَتَنَا، وَأَكَلُوْا ذَبِيْحَتَنَا؛ فَقَدْ حَرُمَتْ عَلَيْنَا دِمَاؤُهُمْ وَ أَمْوَالُهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا. لَهُمْ مَا لِلْمُسْلِمِيْنَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُسْلِمِيْنَ.

Aku diperintahkan memerangi manusia (yakni kaum musyrikin) hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Jika mereka telah bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kemudian shalat seperti shalat kami, menghadap kiblat kami, dan memakan hewan sembelihan kami, sungguh darah dan harta mereka diharamkan terhadap kami, kecuali dengan haknya. Mereka memiliki hak yang sama seperti kaum Muslimin, dan mereka memiliki kewajiban yang sama seperti kaum Muslimin.[9]

Hadits yang sama diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Namun hadits Abu Hurairah yang terkenal tidak ada penyebutan tentang mendirikan shalat dan membayar zakat. Di dalam Shahîh al-Bukhari dan Shahîh Muslim disebutkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhubahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَمَنْ قَالَهَا عَصَمَ مِنِّيْ مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلاَّ بِحَقِّهِ. وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ.

Aku diperintahkan memerangi manusia hingga mereka mengatakan Lâ ilâha illallâh. Barangsiapa yang mengucapkannya, maka darah dan jiwanya terlindungi dariku, kecuali dengan haknya dan hisab dirinya ada pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.[10]

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

...حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَيُؤْمِنُوْا بِيْ وَبِمَا جِئْتُ بِهِ...

Hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan beriman kepadaku dan kepada yang aku bawa.[11]

Hadits di atas juga diriwayatkan Muslim dari Jabir Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan redaksi,

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَإِذَا قَالُوْا: لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا. وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ. ثُمَّ قَرَأَ ((فَذَكِّرْ إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ﴿٢١﴾لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍ))

“Aku diperintahkan memerangi manusia hingga mereka mengatakan lâ ilâha illallâh. Apabila mereka mengatakan lâ ilâha illallâh, maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan haknya, dan hisab mereka ada pada Allah,” kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala "Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau hanyalah orang yang memberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. [al-Ghâsyiyah/88:21-22]".[12]

Muslim juga meriwayatkan hadits di atas dari Abu Malik al-Asyja’i Radhiyallahu anhu dari ayahnya, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ، حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ، وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ.

Barangsiapa berkata "Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah" dan kafir dengan apa saja yang disembah selain Allah, maka harta dan darahnya diharamkan, sedangkan hisabnya ada pada Allah Azza wa Jalla.[13]

2. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ.

Mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku.

Menunjukkan bahwa ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti itu, beliau telah diperintahkan berperang dan membunuh siapa saja yang menolak masuk Islam. Itu semua terjadi pasca hijrahnya beliau ke Madinah. Sebagaimana diketahui dengan pasti bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima siapa saja yang datang kepada beliau untuk masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saja, kemudian beliau melindungi darahnya dan menamakannya sebagai orang muslim. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengecam keras pembunuhan yang dilakukan Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhuma terhadap orang yang berkata lâ ilâha ilallâh, yaitu ketika Usamah bin Zaid Radhiyallahu anhuma mengangkat pedang kepadanya. Orang itu mengucapkan kalimat lâ ilâha ilallâh, namun Usamah tetap membunuhnya.[14]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memberi syarat kepada orang yang datang kepada beliau guna masuk Islam agar orang tersebut mengerjakan shalat dan membayar zakat. Bahkan diriwayatkan bahwa beliau menerima keislaman salah satu kaum dan mereka mensyaratkan tidak membayar zakat. Di dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Jabir Radhiyallahu anhu ia berkata, “Orang-orang Tsaqif membuat syarat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mereka tidak dikenakan kewajiban sedekah (zakat) dan jihad, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mereka akan bersedekah dan berjihad’”[15]

• Hal-hal Yang Dapat Melindungi Darah Dan Harta
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hal-hal yang dapat melindungi darah dan harta dari kesia-siaan, di antaranya ialah:

1. Mengucapkan dua kalimat syahadat. Hal ini berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ.

Hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

2. Mendirikan shalat. Hal ini berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَيُقِيْمُوْا الصَّلاَةَ.

Dan mendirikan shalat.

3. Membayar zakat. Hal ini berdasarkan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ.

Dan membayar zakat.

4. Berpegang teguh dengan hak-hak Islam yang lainnya.

Barangsiapa yang mengucapkan dua kalimat syahadat, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam agama yang lainnya, maka harta dan darahnya haram. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:

فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ.

Jika mereka melakukan hal tersebut, maka darah dan harta mereka terlindungi dariku.

Dengan keterangan di atas, maka menjadi jelaslah penyatuan hadits-hadits bab ini, dan bahwa semuanya benar. Sesungguhnya dengan dua kalimat syahadat saja sudah bisa melindungi orang yang mengucapkannya dan ia menjadi muslim dengannya. Jika setelah masuk Islam, ia mendirikan shalat, membayar zakat, dan mengerjakan syariat-syariat Islam, ia berhak atas hak dan kewajiban kaum Muslimin. Jika ia tidak mengerjakan salah satu dari rukun Islam tersebut dan mereka dalam satu kelompok yang mempunyai kekuatan, maka mereka diperangi.[16]

Sebagian orang menduga bahwa makna hadits di atas, ialah bahwa orang kafir diperangi hingga mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, dan membayar zakat. Kemudian mereka menjadikan hadits tersebut sebagai alasan untuk menjadikan orang-orang kafir mengerjakan cabang-cabang ajaran Islam. Pemahaman seperti itu tidak benar, karena sirah (perjalanan hidup) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memerangi orang-orang kafir menunjukkan hal yang menyalahi perkara tersebut.

Dalam Shahîh Muslim disebutkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhubahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu pada Perang Khaibar lalu memberinya bendera perang dan bersabda: “Berjalanlah dan jangan menoleh hingga Allah memberi kemenangan kepadamu.”

‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu pun berjalan beberapa langkah kemudian berhenti dan berteriak: “Wahai Rasulullah, untuk apa aku memerangi manusia?”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perangilah mereka hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka melakukan hal tersebut, mereka telah menjaga darah dan harta mereka darimu, kecuali dengan haknya, dan hisab mereka ada pada Allah Azza wa Jalla ”.[17]

Pada hadits di atas, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan sekedar mengucapkan dua kalimat syahadat itu dapat melindungi jiwa dan harta, kecuali dengan haknya. Di antara haknya, ialah menolak shalat dan zakat setelah masuk Islam seperti dipahami para sahabat.[18]

Di antara dalil dari Al-Qur`ân yang menunjukkan kewajiban memerangi kelompok yang menolak mendirikan shalat dan membayar zakat, ialah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ

Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan… [at-Taubah/9:5].

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ

Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat maka (mereka itu) saudara-saudara kalian seagama. [at-Taubah/9:11].

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama dengan lurus supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. [al-Bayyinah/98:5].

Disebutkan dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bahwa jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menyerang salah satu kaum, beliau tidak menyerang mereka hingga pagi hari. Jika beliau mendengar adzan, beliau tidak menyerang mereka. Jika beliau tidak mendengarnya, beliau menyerang mereka.[19]

Ini semua menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakui keadaan orang-orang yang masuk Islam. Jika mereka mengerjakan shalat dan membayar zakat, maka mereka tidak diperangi. Jika mereka tidak mengerjakannya, maka tidak ada yang menghalangi untuk tidak memerangi mereka.

Ada perdebatan dalam masalah ini antara Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu dengan ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu , seperti yang terdapat dalam Shahîh al-Bukhari dan Shahîh Muslim. Yaitu hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia mengatakan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar ash-Shiddiq menjadi khalifah sepeninggal beliau, dan di antara orang-orang Arab menjadi kafir.

‘Umar berkata kepada Abu Bakar: “Bagaimana engkau memerangi manusia, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 'Aku diperintahkan memerangi manusia hingga mereka berkata bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah. Barangsiapa berkata bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, maka ia telah melindungi darah dan hartanya dariku, kecuali dengan haknya, dan hisabnya ada pada Allah Azza wa Jalla ’.”

Abu Bakar menjawab: "Demi Allah, aku pasti memerangi orang-orang yang memisahkan antara shalat dan zakat, karena zakat adalah hak harta. Demi Allah, seandainya mereka menolak membayar zakat unta dan kambing yang dulu mereka bayarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku pasti memerangi mereka karena penolakan mereka tersebut".

‘Umar berkata: "Demi Allah, ucapan itu saya pandang bahwa Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk memerangi (mereka), kemudian aku tahu bahwa ia pihak yang benar”.[20]

Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu memerangi mereka dengan berhujjah kepada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “kecuali dengan haknya.” Itu menunjukkan bahwa memerangi orang-orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat dengan haknya itu diperbolehkan.

Di antara haknya, ialah membayar hak harta yang wajib. Sedangkan ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu menduga bahwa sekedar mengucapkan dua kalimat syahadat itu sudah melindungi darah di dunia, karena berpatokan kepada keumuman hadits pertama, sebagaimana anggapan sejumlah orang, bahwa orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat itu terlindungi dari masuk neraka karena berpatokan kepada keumuman redaksi hadits yang ada. Padahal yang semestinya tidak seperti itu. Setelah itu, ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu rujuk kepada pendapat Abu Bakar Radhiyallahu anhu.

An-Nasâ`i[21] meriwayatkan perdebatan Abu Bakar dengan ‘Umar bin al-Khaththab dengan adanya tambahan, bahwa Abu Bakar berkata kepada ‘Umar bin al-Khaththab: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah, mendirikan shalat, dan membayar zakat’.”

Perkataan Abu Bakar Radhiyallahu anhu , “Demi Allah, aku pasti memerangi orang-orang yang memisahkan antara shalat dengan zakat karena zakat adalah hak harta.” Menunjukkan bahwa barangsiapa meninggalkan shalat, ia diperangi karena shalat adalah hak badan. Begitu juga orang yang meninggalkan zakat, karena zakat adalah hak harta.

Di sini terdapat dalil bahwa memerangi orang yang meninggalkan shalat itu menjadi konsensus bersama, karena Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjadikannya sebagai prinsip dari sebuah analogi, dan itu tidak disebutkan secara tersurat dalam hadits yang dijadikan dasar oleh ‘Umar Radhiyallahu anhu , namun Abu Bakar Radhiyallahu anhu mengambilnya dari sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “kecuali dengan hak Islam”. Begitu juga zakat, karena zakat termasuk hak harta. Itu semua termasuk hak-hak Islam.

Dalil lain tentang dibolehkannya memerangi orang-orang yang meninggalkan shalat ialah hadits yang terdapat dalam Shahîh Muslim dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda:

إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ، فَتَعْرِفُوْنَ وَتُنْكِرُوْنَ، فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ. وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ. وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ ؟ قَالَ: لاَ، مَا صَلَّوْا.

“Sesungguhnya akan diangkat para pemimpin atas kalian. Tindakan mereka ada yang kalian anggap benar dan ada pula yang kalian pandang mungkar. Siapa saja membenci tindakan mungkar mereka, niscaya ia bebas dari dosa. Siapa saja yang mengingkarinya, niscaya ia akan selamat. Namun siapa saja yang ridha dan mengikuti (maka ia telah berdosa),” para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak memerangi mereka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak (tidak boleh memerangi mereka), selama mereka mengerjakan shalat.” [22]

Perawi hadits mengatakan bahwa maksud dari membenci dan mengingkari kemungkaran para pemimpin tersebut dalam hadits ini, yaitu membenci dan mengingkari kemungkaran mereka dengan hati.[23]

Hukum orang-orang yang meninggalkan seluruh rukun-rukun Islam ialah diperangi sebagaimana diperangi karena meninggalkan shalat dan zakat.[24]

Itulah pembahasan tentang memerangi kelompok yang menolak mengerjakan salah satu kewajiban-kewajiban Islam.

Adapun memerangi satu orang yang menolak mengerjakan salah satu rukun Islam, sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang menolak melakukan shalat dibunuh. Ini adalah pendapat Imam Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, Abu Ubaid, dan selain mereka.

Pendapat tersebut didukung oleh hadits yang terdapat dalam Shahîh al-Bukhari dan Shahîh Muslim, dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu , bahwa Khalid bin al-Walid meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membunuh seseorang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan, barangkali ia masih mengerjakan shalat,” Khalid bin al-Walid Radhiyallahu anhu berkata, “Betapa banyak orang yang shalat mengatakan sesuatu yang tidak ada di hatinya.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

إِنِّيْ لَمْ أُوْمَرْ أَنْ أَنْقُبَ قُلُوْبَ النَّاسِ وَلاَ أَشُقَّ بُطُوْنَهُمْ.

"Sungguh aku tidak diperintah untuk mengorek isi hati manusia dan membelah perut mereka".[25]

Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari ‘Ubaidillah bin Afi bin al-Khiyar, bahwa salah seorang dari kaum Anshar mengatakan kepadanya, bahwa ia pernah datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam guna meminta izin kepada beliau untuk membunuh salah seorang dari orang-orang munafik.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Bukankah ia bersaksi bahwa tidak ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah?”
Orang Anshar tersebut menjawab: “Ya betul, dan tidak ada syahadat baginya.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Bukankah ia mengerjakan shalat?”
Orang Anshar tersebut menjawab: “Betul, dan tidak ada shalat baginya.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka itulah orang-orang yang Allah melarangku untuk membunuh mereka”.[26]

Adapun membunuh seseorang yang menolak membayar zakat, di dalamnya terdapat dua pendapat bagi ulama yang berpendapat dibunuhnya orang yang menolak melakukan shalat.

Pendapat Pertama, orang tersebut dibunuh. Ini adalah pendapat terkenal dari Imam Ahmad, dan ia berhujjah dengan hadits Ibnu ‘Umar di bab ini.
Pendapat Kedua, ia tidak dibunuh. Ini pendapat Imam Malik, asy-Syafi’i, dan Ahmad pada riwayat yang lain.

Adapun puasa, Imam Malik dan Ahmad pada riwayat lain berkata: “Orang yang meninggalkannya dibunuh.”

Imam asy-Syafi’i dan Ahmad dalam riwayat lain berkata: “Ia tidak dibunuh”.
Imam asy-Syafi’i berhujjah dengan hadits Ibnu ‘Umar dan hadits-hadits lain yang semakna, karena hadits-hadits tersebut sedikit pun tidak menyinggung tentang puasa. Oleh karena itu, Imam Ahmad berkata pada riwayat Abu Thalib, “Tidak ada hadits tentang orang yang meninggalkan puasa”.

3. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ.

Kecuali dengan hak Islam.

Itstistna (pengecualian) dalam hadits ini terputus. Maksudnya, sesudah terjaga darah dan harta mereka, maka mereka wajib melaksanakan hak Islam. Yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan segala apa yang dilarang.[27]

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Abu Bakar memasukkan pelaksanaan shalat dan zakat ke dalam hak Islam ini. Dan sebagian ulama memasukkan pelaksanaan puasa dan haji ke dalam hak Islam ini pula.

Dan termasuk haknya pula, ialah apabila dikerjakan perkara-perkara haram yang menjadikan halal darah seorang Muslim bagi yang melakukannya, seperti zina yang dilakukan orang yang sudah menikah, membunuh seorang muslim dengan sengaja, murtad dari agama, serta memisahkan diri dari jama’ah kaum Muslimin.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِيْ، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ.

Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan bahwasanya aku adalah utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari tiga hal: (1) orang yang sudah menikah yang berzina, (2) jiwa dengan jiwa (qishas), (3) orang yang meninggalkan agamanya sekaligus meninggalkan jama’ah (kaum Muslimin).[28]

4. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى.

Dan hisab mereka ada pada Allah Ta’ala.

Maksudnya, bahwa dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, dan membayar zakat itu melindungi darah dan harta pelakunya di dunia, kecuali jika ia mengerjakan perbuatan yang membuat darahnya halal. Sedang di akhirat, hisabnya ada pada Allah Azza wa Jalla . Jika ia benar, Allah memasukkannya ke surga. Jika ia bohong, ia bersama orang-orang munafik di dasar neraka.

Telah disebutkan sebelum ini bahwa sebagian riwayat dalam Shahîh Muslim disebutkan, bahwa setelah bersabda seperti itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau hanyalah orang yang memberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. Tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Allah akan menyiksanya dengan siksa yang besar. Sesungguhnya kepada Kamilah mereka kembali. Kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” [al-Ghâsyiyah:21-26].

Maksud ayat tersebut, bahwa sesungguhnya kewajiban kamu (Muhammad) hanyalah mengingatkan mereka kepada Allah dan mengajak mereka kepada-Nya. Engkau tidak berkuasa memasukkan iman ke hati mereka secara paksa, dan tidak dibebani hal seperti itu. Setelah itu, Allah menjelaskan bahwa tempat kembali seluruh manusia ialah kepada-Nya, dan hisab mereka ada pada-Nya.

FAWÂ`ID HADITS
1. Hendaknya ulil-amri memerangi orang-orang kafir kaum Musyrikin, hingga mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat.
2. Orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat wajib meyakini, bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah Ta’ala.[29]
3. Orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat wajib melaksanakan amal-amal dalam Islam.
4. Dimutlakkannya kalimat perbuatan atas perkataan. Maksudnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ (apabila mereka melakukan yang demikian itu), padahal di dalamnya terdapat “perkataan” syahadat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ .
5. Hadits ini sebagai bantahan terhadap Murji`ah, yang berpendapat bahwa iman tidak membutuhkan amal. Oleh karena itu, Imam al-Bukhari memuat hadits ini dalam Kitâbul Imân dalam Shahîh-nya sebagai bantahan terhadap Murji`ah.[30]
6. Orang yang menampakkan Islam, maka pengakuan keislamannya itu diterima darinya. Adapun apa yang ada dalam batinnya diserahkan kepada Allah Ta’ala.
7. Orang yang menolak membayar zakat, maka ulil-amri berhak untuk memerangi mereka.
8. Hadits ini menunjukkan tidak bolehnya mengkafirkan ahlu bid’ah, selama mereka mengikrarkan tauhid kepada Allah dan melaksanakan syariat Islam.[31]
9. Hadits ini menetapkan benarnya keberadaan hisab atas amal pada hari Kiamat.
10. Besarnya urusan shalat dan zakat. Shalat adalah hak badan, sedangkan zakat adalah hak harta.
11. Dalam hadits ini terdapat dalil, bahwa taubatnya orang zindiq (munafik) diterima. Adapun yang tersimpan di dalam hatinya diserahkan kepada Allah Ta’ala. Ini adalah perdapat jumhur ulama.[32]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

WASPADAI TIPU DAYA MUSUH

Oleh
Syaikh DR. Syaikh Shâlih bin Fauzân Alu Fauzân



Bertakwalah kepada Allah. Ketahuilah, sejak dahulu hingga sekarang, sesungguhnya musuh-musuh Islam selalu berniat melenyapkan Islam dan kaum muslimin. Mereka melakukannya dengan berbagai cara. Allah Subhanahu wa Ta’ala meminta kita agar waspada terhadap makar-makar mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً

Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka)…. [an-Nisâ`/4:89].

Namun atas izin Allah, upaya mereka selalu gagal. Allah Azza wa Jalla telah memupus rencana jahat mereka, sehingga Islam tetap eksis.

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. [at-Taubat/9:32].

Ketika mereka merasa lemah menghadapi kaum Muslimin dengan peperangan, maka musuh-musuh itu mencoba mencari cara lain. Yaitu dengan menyebarkan propaganda-propaganda pemikiran-pemikiran yang merusak dan menyesatkan ke berbagai penjuru. Mereka melakukannya dengan tipu daya.

Di antaranya, mereka menyebarkan pemikiran bathil, seperti anggapn bahwa semua agama adalah sama. Musuh-musuh Islam berpropaganda bahwa agama Yahudi, Nashrani dan Islam adalah agama wahyu. Sehingga di antara pemeluknya harus saling bersaudara, dan saling kasih-mengasihi.

Secara sepintas, pemikiran ini nampak bisa dibenarkan. Akan tetapi, jika dicermati, di balik pemikiran itu ada tujuan yang sangat menyesatkan. Yakni melenyapkan hakikat agama Islam, tidak mengakui Islam sebagai agama penutup dan penghapus agama-agama sebelumnya. Padahal tidak ada agama yang sah untuk diikuti di akhir zaman ini kecuali Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barang siapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [Ali 'Imrân/3:85].

Demikianlah, Islam yang dibawa Muhammad Rasulullah ini sebagai penutup sekaligus penghapus agama-agama sebelumnya. Jika kenyataan pada saat ini, agama-agama selain Islam itu masih ada sampai sekarang, misalnya Yahudi dan Nashrani, maka sebenarnya agama itu sudah tidak murni lagi sebagaimana saat diturunkannya pertama kali. Agama Yahudi dan Nashrani sudah terjadi perubahan dan penyelewengan. Seandainya pun jika agama-agama tersebut masih murni, maka agama itu sudah tidak terpakai lagi dan sudah digantikan oleh Islam. Sehingga, hukum orang yang tidak mengikuti ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , berarti ia kufur. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَسْمَعُ بِي يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ لاَ يُؤْمِنُ بِالَّذِي جِئْتُ بِهِ إِلاَّ دَخَلَ النَّارَ

Tidak ada seorangpun dari Yahudi maupun Nashrani yang telah mendengar kabar tentang aku, kemudian ia tidak beriman terhadap yang aku dakwahkan, kecuali ia akan masuk neraka.

Sebaliknya, bagi mereka yang ikhlas mau mengikuti Nabi Muhammad, maka Allah menjanjikan untuk mereka kebahagiaan dan keselamatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

(Yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar, dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur`ân), mereka itulah orang-orang yang beruntung. [al-A'râf/7 : 157].

Termasuk di antara makar dan tipu daya mereka, yaitu tentang HAM (Hak Asasi Manusia). Padahal, Islam sendiri, sebenarnya lebih dahulu melindungi hak asasi manusia dan bukan agama yang lain. Allah yang menciptakan manusia, maka Allah jugalah yang akan melindungi hak asasi itu, dengan syarat, seseorang itu mau beriman kepada Allah dan kepada rasul-rasul-Nya.

Allah mensyariatkan hukuman mati bagi seseorang yang keluar dari Islam. Hukuman ini, ialah upaya kongkrit dalam melindungi hak asasi manusia; hak yang paling esensi, yaitu keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki seorang muslim. Adakah hak asasi yang lebih berharga dari sebuah keyakinan dan kepercayaan?

Allah mensyariatkan hukuman mati untuk seorang pembunuh karena perbuatan zhalimnya, maka hukuman ini bertujuan untuk menjaga nyawa manusia yang lain.

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. [al-Baqarah/2:179].

Allah juga mensyariatkan rajam maupun cambuk bagi pezina, hukum mati bagi pelaku homo; semua itu untuk melindungi kehormatan dan harga diri manusia. Hukum potong tangan bagi pencuri untuk melindungi harta. Hukuman bagi pecandu narkoba, untuk melindungi akal, dan demikianlah seterusnya.

Tapi musuh-musuh Islam membalikkan fakta, mereka menuduh orang-orang yang berpegang teguh dengan syariat Islam sebagai teroris yang membahayakan dan harus dimusuhi, dilenyapkan, bahkan tidak punya lagi hak asasi yang harus dilindungi.

Propaganda musuh-musuh Islam yang lainnya, yaitu emansipasi atau kebebasan bagi kaum wanita. Kebebasan keluar rumah dengan membuka aurat, bekerja diluar rumah tanpa ada kebutuhan yang diperbolehkan syariat, sehingga anak-anaknya ditelantarkan, tanggung jawab sebagai istri dan ibu rumah tangga diabaikan.

Menurut mereka, kebebasan inilah sebagai hak-hak wanita yang harus dilindungi. Di balik itu semua, tujuan mereka yang sebenarnya ialah ingin merendahkan wanita, merusak akhlak, agama dan jasad mereka. Wanita dijadikan sebagai komoditi perdagangan yang tidak ada harganya, tempat pelampiasan hawa nafsu belaka.

Propaganda menyesatkan ini, sangat berbeda dengan pandangan Islam. Agama Islam sangat menjaga kehormatan dan harga diri seorang wanita. Dia tidak dibolehkan keluar rumah tanpa ada tujuan yang jelas secara syar'i. Wanita dalam Islam hidup penuh dengan kemuliaan, terjaga; hidup sebagai seorang ibu, hidup sebagai seorang istri, hidup sebagai saudari, dan sebagai kerabat; ia sangat dimuliakan. Dia bertanggung jawab terhadap rumah, menjaga amanah terhadap harta dan rahasia maupun kehormatan suami.

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ

… Maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…. [an-Nisâ`/4:34].

Dengan gencarnya, musuh-musuh Islam melancarkan propaganda. Mereka memanfaatkan berbagai media informasi, baik cetak maupun elektronik. Dengan sarana ini, mereka menyebarkan bermacam bentuk kekufuran, dan kemaksiatan, mempertotonkan aurat dan pergaulan bebas. Ini semua sudah menjadi sajian yang setiap saat disaksikan semua orang dari berbagai kalangan umur, hingga seakan-akan rumah itu menjadi pasar tempat menjajakan perbuatan syirik, kriminalitas, kekejaman, kekejian, perbuatan cabul, dan semua bentuk kemaksiatan.

Dengan gigihnya, musuh-musuh Islam juga berusaha menyebarkan ke tengah-tengah kaum muslimin, khususnya kaum mudanya berupa obat-obat terlarang. Mereka rela mengalami kerugian jutaan dolar, bahkan milyaran, asalkan narkoba itu sampai di tangan generasi muda muslim. Tujuan utamanya, ialah menghancurkan kekuatan dan keimanan kaum muda Islam. Maka, seharusnya kita menyadari semua itu. Dan bersabarlah dalam menjalankan agama Islam ini. Peganglah kuat-kuat syariat-syariatnya, dan tetaplah bertakwa kepada Allah.

وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ

…Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. [Ali 'Imrân/3:120].

Dalam menghadapi tipu daya musuh, justru yang dikhawatirkan ialah kaum muslimin itu sendiri. Mereka akan mendapatkan dampak negatif, disebabkan syubhat-syubhat yang dihunjamkan ke dada kaum muslimin, sehingga menjadi penyebab tercabutnya Islam dan keimanan dari rumah-rumah kita.

Oleh karena itu, waspadalah kita terhadap bahaya musuh-musuh Allah. Ketahuilah, hidup kita pada zaman ini tidak luput dari bahaya tersebut. Penampilan musuh-musuh Allah bisa saja menampakkan perbuatan shâlih dan jujur, bahkan mereka bisa saja bekerja sama dengan kita. Meski demikian, kita jangan sampai tertipu dan terperdaya dengan penampilan mereka yang kelihatan indah dan menarik, karena dibalik semua itu adalah kebathilan.

(Diringkas dari Al-Khuthab al-Mimbariyah cet.Dar Ashimah halaman 14-23 oleh Dr Shalih bin Fauzan al-Fauzan)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XII/1429/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


http://almanhaj.or.id/

Wednesday, September 4, 2013

Kapan hari kiamat (hari pembalasan itu ) tiba, berikut uraian dan pembahasannya.



Kapan hari kiamat (hari pembalasan itu ) tiba, berikut uraian dan pembahasannya.

Bilamana Hari Kebangkitan Tiba? (1)

Rabu, 4 September 2013 19:07:51 WIB
BILAMANA HARI KEBANGKITAN TIBA?

Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc



Tak terkecuali, semua manusia akan menemui hari kebangkitan (al ba'ts) setelah kematiannya. Sehingga mengenal dan mengetahui kejadian hari kebangkitan ini, menjadi sangat penting. Karena merupakan salah satu bagian dari iman kepada hari akhir. Juga termasuk iman kepada perkara ghaib, yang menjadi salah satu keistimewaan orang-orang bertakwa. Bagaimanakah hari kebangkitan itu terjadi?

PENIUPAN ASH-SHUR (الصُّوْرُ )
Hari kebangkitan dimulai setelah peniupan ash-Shur (الصُّوْرُ). Yaitu sangkakala, yang Allah tugaskan kepada Malaikat Israfil untuk meniupnya ketika diperintahkan untuk itu.[1] Dijelaskan dalam salah satu hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو بْنِ الْعَاصِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا الصُّوْرُ قاَلَ قَرْنٌ يُنْفَخُ فِيْهِ رواه أبو داود والترمذي وحسنه وابن حبان في صحيحه

Dari 'Abdullah bin 'Amru bin al 'Ash Radhiyallahu anhuma , ia berkata : "Seorang 'Arab datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , seraya bertanya : "Apa (yang dimaksud) ash-Shur?" Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, "Sangkakala yang ditiup." [HR Abu Dawud, at Tirmidzi dan beliau menghasankan, serta Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya. Hadits ini dishahihkan al Albani dalam Shahih at Targhib wat-Tarhib, no. 3568].

Berapa kali sangkakala itu ditiup? Dalam masalah ini, terjadi adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan al Hafizh al Hakami menyatakan tiga kali, yaitu tiupan al faz'u (keterkejutan), kemudian tiupan ash-sha'iq, kemudian tiupan kebangkitan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, bahwa al Qur`an mengabarkan tiga kali tiupan.
Pertama : Ialah tiupan al faz'u, sebagaimana disebutkan dalam surat an Naml/27 ayat 87 :

وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۚ وَكُلٌّ أَتَوْهُ دَاخِرِينَ

Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.Dan semua mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.

Kedua : Yaitu tiupan ash-sha'iq (kematian), dan ketiga tiupan qiyam (bangkit), sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah :

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannnya masing-masing). [az Zumar/39 : 68].[2]

Sebagian ulama berpendapat, tiga tiupan sangkakala tersebut menjadi dua. Yaitu, tiupan al faz'u sebagai awalnya dan diakhiri dengan tiupan ash-sha'iq, kemudian yang kedua adalah tiupan al qiyam.

Inilah yang dirajihkan Syaikh Ibnu 'Utsaimin. Beliau rahimahullah menyatakan : "Tiupan sangkakala (terjadi) dua kali. Pertama, tiupan al faz'u, ditiup lalu manusia terkejut dan mati kecuali yang Allah kehendaki. Dan kedua, adalah tiupan al qiyam (kebangkitan), yang ditiup lalu manusia bangkit dan bangun dari kubur mereka".[3]

Di antara dalil yang digunakan pendapat kedua ini, ialah hadits 'Abdullah bin 'Amru yang panjang. Di dalamnya terdapat sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

ثُمَّ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَلَا يَسْمَعُهُ أَحَدٌ إِلَّا أَصْغَى لِيتًا وَرَفَعَ لِيتًا قَالَ وَأَوَّلُ مَنْ يَسْمَعُهُ رَجُلٌ يَلُوطُ حَوْضَ إِبِلِهِ فَيَصْعَقُ وَيَصْعَقُ النَّاسُ ثُمَّ يُرْسِلُ اللَّهُ أَوْ قَالَ يُنْزِلُ اللَّهُ مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّلُّ أَوْ الظِّلُّ نُعْمَانُ [الشَّاكُّ] فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ رواه مسلم

"Kemudian ditiup sangkakala, maka tidaklah seorang pun mendengarnya, kecuali menegangkan sisi lehernya dan mengangkat sisi lehernya," beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : "Orang pertama yang mendengarnya adalah seorang yang sedang menembok (dengan tanah) kubangan air (untuk minum) ontanya. Lalu ia mati dan manusia pun mati. Kemudian Allah mengirim atau menurunkan hujan, sekan-akan seperti hujan rintik-rintik atau tetesan (perawi ragu), lalu tumbuhlah darinya tubuh manusia. Kemudian ditiupkan tiupan lainnya, maka tiba-tiba mereka bangkit menunggu". [HR Muslim].

JARAK ANTARA TIUPAN ASH-SHA'IQ DENGAN AL QIYAM
Masa tenggang antara tiupan ash-sha'iq dengan al qiyam, telah dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah Radhyallahu anhu yang berbunyi :

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا بَيْنَ النَّفْخَتَيْنِ أَرْبَعُوْنَ قِيْلَ أَرْبَعُوْنَ يَوْمًا قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ :أَبَيْتُ قَالُوْا: أَرْبَعُوْنَ شَهْرًا قَالَ أَبَيْتُ قَالُوْا : أَرْبَعُوْنَ سَنَةً قَالَ أَبَيْتُ ثُمَّ يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيَنْبُتُوْنَ كَمَا يَنْبُتُ الْبَقْلُ وَلَيْسَ مِنَ الإِنْسَانِ شَيْءٌ لاَ يُبْلَى إِلاَّ عَظْمٌ وَاحِدٌ وَهُوَ عَجْبُ الذَّنَبِ مِنْهُ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رواه البخاري ومسلم

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: "Jarak antara dua tiupan sangkakala itu empat puluh." Ada yang bertanya: "Empat puluh hari?" Abu Hurairah menjawab: "Aku tidak peduli," lalu mereka bertanya: "Empat puluh bulan?" Beliau menjawab: "Aku tidak peduli," mereka bertanya lagi: "Empat puluh tahun?" Dia menjawab,"Aku tidak peduli." Kemudian turunlah hujan dari langit, lalu mereka tumbuh seperti tumbuhnya sayuran. Semua bagian manusia akan hancur, kecuali satu tulang, yaitu tulang ekor. Darinya (tulang ekor, Red.) manusia diciptakan pada hari Kiamat. [HR al Bukhari dan Muslim].

Demikianlah jarak antara tiupan ash-sha'iq dengan al qiyam adalah empat puluh, tanpa ada penunjukan hari, bulan ataukah tahun. Adapun riwayat yang menyebutkan ada penentuan hari adalah riwayat yang lemah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Syaikh Alwi Abdulqadir as-Saqaf. [4]

BAGIAN TUBUH MANUSIA YANG TIDAK DIMAKAN TANAH[5]
Seluruh bagian tubuh manusia akan hancur dimakan tanah, kecuali yang Allah kehendaki lain. Di antaranya, sebagaimana yang dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama adalah :

1. Jasad (tubuh) para nabi, seperti dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan tanah memakan jasad para nabi. [HR Abu Dawud no. 1047 dan Ibnu Majah, dan ini lafazh Ibnu Majah no. 1075, dan dishahihkan al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud].

2. Tubuh para syuhada (orang yang meninggal dalam jihad fi sabilillah), sebagaimana disebutkan dalam hadits Jabir Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan Imam al Bukhari dalam Shahih-nya :

عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا حَضَرَ أُحُدٌ دَعَانِي أَبِي مِنْ اللَّيْلِ فَقَالَ مَا أُرَانِي إِلَّا مَقْتُولًا فِي أَوَّلِ مَنْ يُقْتَلُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنِّي لَا أَتْرُكُ بَعْدِي أَعَزَّ عَلَيَّ مِنْكَ غَيْرَ نَفْسِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ عَلَيَّ دَيْنًا فَاقْضِ وَاسْتَوْصِ بِأَخَوَاتِكَ خَيْرًا فَأَصْبَحْنَا فَكَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ وَدُفِنَ مَعَهُ آخَرُ فِي قَبْرٍ ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نَفْسِي أَنْ أَتْرُكَهُ مَعَ الْآخَرِ فَاسْتَخْرَجْتُهُ َعْدَ سِتَّةِ أَشْهُرٍ فَإِذَا هُوَ كَيَوْمِ وَضَعْتُهُ هُنَيَّةً غَيْرَ أُذُنِهِ

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu , ia berkata: Ketika terjadi perang Uhud, bapakku memanggilku pada malam hari dan (dia) berkata: "Aku merasa akan terbunuh sebagai orang pertama yang terbunuh dari para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan sungguh, aku tidak meninggalkan setelahku yang aku cintai lebih darimu, kecuali diri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sungguh aku masih memiliki hutang, maka tunaikanlah dan jagalah baik-baik saudari-saudarimu," lalu pada pagi harinya beliau menjadi orang pertama yang terbunuh. Dan bersamanya dimakamkan seseorang dalam satu kuburan. Kemudian diriku (merasa) kurang senang membiarkan beliau bersama yang lain dalam satu kuburan, maka aku gali ulang (kuburannya) setelah enam bulan. Ternyata, keadaan beliau masih seperti saat aku kuburkan, kecuali telinganya. [HR al Bukhari].

3. Tulang ekor manusia, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah di atas, dan riwayat lain dalam Shahih Muslim disebutkan :

إِنَّ فِي الإِنْسَانِ عَظْمًا لاَ تَأْكُلُهُ الأَرْضُ أَبَدًا فِيْهِِ يُرَكَّبُ الْخَلْقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالُوْا أَيُّ عَظْمٍ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ عَجْبُ الذَّنَبِ

"Sesungguhnya pada diri manusia ada satu tulang yang tidak dimakan tanah selamanya. Padanya manusia disusun (kembali) pada hari Kiamat". Mereka bertanya,"Tulang apakah itu, wahai Rasulullah?" Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,"Tulang ekor."

4. Ruh. Berkata Imam As-Safarini. Dan sungguh ruh-ruh manusia tidak punah, walaupun ia makhluk Allah, maka fahamilah. [Syarah Al-Aqidah Al-Safariniyah, Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz Mani, hal. 212]

PROSESI KEBANGKITAN
Keluar Dari Kubur
Setelah ditiup sangkakala pada tiupan ash-sha'iq, maka manusia pun mati, lalu Allah membangkitkan mereka dari tulang-tulang ekor yang tumbuh disirami hujan, seperti tumbuhnya sayuran, sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits di atas. Setelah sempurna susunan dan tubuh mereka, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Malaikat Israfil untuk meniup sangkakala lagi, sehingga ruh-ruh kembali kepada jasadnya, dan manusia pun bangkit berdiri menunggu keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Demikianlah hari keluarnya mereka dari kuburnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَاسْتَمِعْ يَوْمَ يُنَادِ الْمُنَادِ مِنْ مَكَانٍ قَرِيبٍ ﴿٤١﴾ يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ ﴿٤٢﴾ إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي وَنُمِيتُ وَإِلَيْنَا الْمَصِيرُ ﴿٤٣﴾ يَوْمَ تَشَقَّقُ الْأَرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا ۚ ذَٰلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ

Dan dengarkanlah (seruan) pada hari penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.(Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya itulah hari keluar (dari kubur). Sesungguhnya Kami menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada Kami-lah tempat kembali (semua makhluk). (Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami. [Qaaf/50:41-44].

Disinilah orang kafir berkata:"Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?" Sedangkan mukmin menyatakan : "Inilah yang dijanjikan (Rabb) Yang Maha Pemurah dan benarlah rasul-rasul(Nya)".[6]

Digiring Ke Padang Mahsyar
Kemudian manusia digiring ke Padang Mahsyar dalam keadaan tidak mengenakan penutup kaki maupun pakaian, dan dalam keadaan belum dikhitan, sebagaimana mereka dahulu diciptakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ

Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya. [al Anbiya`/21:104].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّكُمْ مَحْشُورُونَ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا ثُمَّ قَرَأَ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَا ۚ إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ

"Sungguh kalian akan dibangkitkan dalam keadaan tidak mengenakan sandal (pelindung kaki), telanjang dan masih berkulup (belum dikhitan)," kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah : [Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kami-lah yang akan melaksanakannya. [al Anbiya`/21 ayat 104)]. [HR al Bukhari].

Di dalam shahihain, terdapat hadits 'Aisyah yang menggambarkan peristiwa ini. Yaitu sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يُحْشَرُ النَّاسُ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ الرِّجَالُ وَالنِّسَاءُ جَمِيْعًا يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ فَقَالَ الْأَمْرُ أَشَدُّ مِنْ أَنْ يُهِمَّهُمْ ذَاكِ

"Manusia digiring (di Padang Mahsyar) dalam keadaan tidak mengenakan sandal (pelindung kaki), telanjang dan masih berkulup (belum dikhitan)". Lalu 'Aisyah berkata: Aku bertanya,"Laki-laki dan perempuan semuanya? Sebagian mereka melihat sebagian lainnya?" Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : "Keadaannya lebih mengerikan dari membuat mereka berpikir demikian". [Muttafaqun 'alaih].

Demikianlah, setiap orang sibuk dengan dirinya masing-masing, sebagaimana dijelaskan Allah di dalam firmanNya :

فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ ﴿٣٣﴾ يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ ﴿٣٤﴾ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ ﴿٣٥﴾ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيهِ ﴿٣٦﴾ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ يُغْنِيهِ

Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkalala yang kedua), pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka, pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya. ['Abasa/80 : 33-37].

Namun kemudian, mereka diberi pakaian juga. Dan seseorang yang pertama kali diberi pakaian adalah Nabi Ibrahim, sebagaimana disebutkan dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

وَأَوَّلُ مَنْ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ.

Orang pertama yang diberi pakaian pada hari Kiamat adalah Nabi Ibrahim. [HR al Bukhari].

Sedangkan pakaian yang dikenakan manusia adalah pakaian yang dikenakan saat ia meninggal. Demikianlah yang difahami dari sahabat yang mulia, Abu Sa'id al Khudri, dalam hadits yang berbunyi:

أَنَّهُ لَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ دَعَا بِثِيَابٍ جُدُدٍ فَلَبِسَهَا ثُمَّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ الْمَيِّتُ يُبْعَثُ فِيْ ثِيَابِهِ الَّتِيْ يَمُوْتُ فِيْهَا رواه أبو داود وابن حبان في صحيحه

Ketika menjelang kematiannya, beliau meminta diambilkan pakaian baru, lalu dikenakannya, kemudian beliau berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: "Mayit akan dibangkitkan mengenakan pakaian yang dikenakan ketika mati". [HR Abu Dawud dan Ibnu Hiban dalam Shahih-nya, dan dishahihkan al Albani. Lihat Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no. 3575]

Demikian juga yang difahami oleh sahabat yang mulia, Mu'adz bin Jabal Radhiyallahu anhu. Disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fat-hul Bari, bahwa Ibnu Abi ad Dunya meriwayatkan dengan sanad yang hasan dari Abu 'Amru bin al Aswad, ia berkata :

دَفَنَّا أُمَّ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ, فَأَمَرَ بِهَا فَكُفِنَتْ بِثِيَابٍ جُدُدٍ وَ قَالَ: أَحْسِنُوْا أَكْفَانَ مَوْتَاكُمْ فَإِنَّهُمْ ُحْشَرُوْنَ فِيْهَا

Kami menguburkan jenazah ibu Mu'adz bin Jabal, lalu Mu'adz memintanya dan dikafani dengan pakaiannya yang baru, dan ia berkata: "Perbaguskanlah kafan jenazah kalian, karena sesungguhnya mereka dibangkitkan pada pakaian tersebut"[8].

Cara Menggiringnya
Manusia digiring ke Padang Mahsyar dengan berjalan kaki, sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّكُمْ مُلَاقُو اللَّهِ حُفَاةً عُرَاةً مُشَاةً غُرْلًا رواه البخاري

Kalian akan menjumpai Allah dalam keadaan tidak mengenakan sandal (pelindung kaki), telanjang, berjalan kaki dan masih berkulup (belum dikhitan). [HR al Bukhari].

Namun juga terdapat riwayat yang menjelaskan adanya sebagian manusia yang berkendaraan, sebagaimana dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

إِنَّكُمْ تُحْشَرُوْنَ رِجَالًا وَرُكْبَانًا وَتُجَرُّونَ عَلَى وُجُوهِكُمْ رواه الترمذي وقال حديث حسن

Sesungguhnya kalian akan digiring (di Padang Mahsyar) dalam keadaan berjalan dan berkendaraan, serta diseret di atas wajah-wajah kalian. [HR at Tirmidzi, dan beliau berkata: "Hadits hasan". Hadits ini dihasankan al Albani dalam Shahih at Targhib wat-Tarhib no. 3582].

Orang-orang yang diseret dan berjalan dengan wajahnya adalah orang-orang kafir. dalam penjelasan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap firman Allah dalam surat Al Furqn ayat 34, dalam satu hadits dari Anas bin Malik beliau berkata:

أَنَّ رَجُلًا قَالَ يا رسول الله قال الله :( الَّذِينَ يُحْشَرُونَ عَلَى وُجُوهِهِمْ إِلَى جَهَنَّمَ) أَ يُحْشَرُ الْكَافِرُ عَلَى وَجْهِهِ؟ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:أَلَيْسَ الَّذِي مَشَّاهُ عَلَى الرِّجْلَيْنِ فِي الدُّنْيَا قَادِرًا عَلَى أَنْ يُمَشِّيَهُ عَلَى وَجْهِهِ ؟ قَالَ قَتَادَةُ حِيْنَ بَلَغَهُ: بَلَى وَعِزَّةِ رَبِّنَا رواه البخاري ومسلم

Bahwasanya seseorang berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : "Wahai, Rasulullah! Allah berfirman, 'Orang-orang yang dihimpunkan ke neraka Jahannam dengan diseret atas muka-muka mereka' –al Furqan/25 ayat 34- apakah orang kafir digiring di atas wajahnya?" Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,"Bukankah Dzat yang membuat seseorang berjalan di atas kedua kakinya di dunia mampu untuk membuatnya berjalan di atas wajahnya?" Qatadah berkata ketika hadits ini sampai kepadanya : "Benar, demi kemuliaan Allah". [HR al Bukhari dan Muslim].

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Bilamana Hari Kebangkitan Tiba? (2)

Rabu, 4 September 2013 13:00:52 WIB
BILAMANA HARI KEBANGKITAN TIBA?

Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc


DIKUMPULKAN DI PADANG MAHSYAR
Setelah dibangkitkan dari kubur, kemudian Allah menggiring dan mengumpulkan manusia di Padang Mahsyar untuk menunggu keputusan Allah. Tentang hal ini, terdapat beberapa riwayat yang menjelaskannya.

Keadaan Padang Mahsyar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan tanah di Padang Mahsyar adalah tanah yang rata, belum ditempati seorangpun. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى أَرْضٍ بَيْضَاءَ عَفْرَاءَ كَقُرْصَةِ النَقِيِّ لَيْسَ فِيْهَا عَلَمٌ لأَحَدٍ رواه مسلم وفي رواية البخاري: قَالَ سَهْلٌ أَوْ غَيْرُهُ: لَيْسَ فِيهَا مَعْلَمٌ لِأَحَدٍ

Pada hari Kiamat, manusia dikumpulkan di atas tanah yang rata seperti roti putih yang bundar dan pipih; tidak ada tanda untuk seorangpun. [HR Muslim. Dan dalam riwayat al Bukhari: Sahl atau yang lainnya berkata : "Tidak ada tanda bekas bagi seorangpun"].

Matahari Mendekat
Ketika manusia menghadap Rabb sekalian alam semesta, matahari mendekat sejauh satu mil dari mereka, sehingga manusia berkeringat, hingga keringat tersebut menenggelamkan manusia sesuai dengan amalan masing-masing ketika di dunia. Berikut adalah beberapa hadits yang menjelaskan keadaan tersebut.

Hadits al Miqdad bin al Aswad yang diriwayatkan Imam Muslim :

عَنِ الْمِقْدَادِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: تَدْنُو الشَّمْسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ الْخَلْقِ حَتَّى تَكُونَ مِنْهُمْ كَمِقْدَارِ مِيلٍ, قَالَ سُلَيْمُ بْنُ عَامِرٍ : وَاللَّهِ ! مَا أَدْرِي مَا يَعْنِي بِالْمِيلِ أَمَسَافَةَ الْأَرْضِ أَمْ الْمِيلَ الَّذِي تُكْتَحَلُ بِهِ الْعَيْنُ؟ قَالَ: فَيَكُونُ النَّاسُ عَلَى قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ فِي الْعَرَقِ فَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى كَعْبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَكُونُ إِلَى حَقْوَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يُلْجِمُهُ الْعَرَقُ إِلْجَامًا وَأَشَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ إِلَى فِيهِ رواه مسلم

Dari al Miqdad Radhiyallahu anhu , ia berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Pada hari Kiamat, matahari akan mendekat (kepada) makhluk (manusia) hingga jaraknya dari mereka seperti ukuran satu mil". Sulaim bin 'Amir berkata,"Demi Allah! Aku tidak mengerti yang dimaksud dengan satu mil tersebut, apakah ukuran dunia ataukah mil yang digunakan sebagai alat celak mata?" Beliau berkata: "Sehingga manusia berada sesuai dengan ukuran amalannya dalam keringatnya. Ada di antara mereka yang keringatnya sampai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang keringatnya menenggelamkannya. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan tangannya ke mulut beliau. [HR Muslim].

Syaikh Ibnu 'Utsaimin berkata : "Jarak satu mil ini, baik satu mil yang biasa atau mil alat celak, semuanya dekat. Apabila sedemikian rupa panasnya matahari di dunia, padahal jarak antara kita dengannya sangat jauh, bagaimana jika matahari tersebut berada satu mil di atas kepala kita?" [9]

Hingga manusia bercucuran keringat dan keringatnya menenggelamkan mereka. Ada yang hanya mencapai kedua mata kakinya. Ada yang sampai kedua lututnya, dan ada yang sampai pinggangnya, serta ada yang keringatnya menenggelamkan mulutnya. Bahkan sampai ada yang keringatnya melampaui kepalanya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Uqbah bin 'Amir yang berbunyi:

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول تَدْنُو الشَّمْسُ مِنَ الأَرْضِ فَيَعْرَقُ النَّاسُ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَبْلُغُ عَرَقُهُ عَقِبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ [إِلَى ] نِصْفَ السَّاقِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ إٍلَى رُكْبَتَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ إِلَى الْعَجْزِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ الْخَاصِرَةَ وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ مَنْكِبَيْهِ وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ عُنُقَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْلُغُ إِلَى وَسَطِ فِيْهِ -وَأَشَارَ بِيَدِهِ أَلْجَمَهَا فَاهُ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُشِيْرُ هَكَذَا- وَمِنْهُمْ مَنْ يُغَطِّيْهِ عَرَقُهُ وَضَرَبَ بِيَدِهِ إِشَارَةً وَأَمَرَ يَدَهُ فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُصِيْبَ الرَّأْسَ , دَوَّرَ رَاحَتَهِ يَمِيْنًا وَشِمَالاً رواه أحمد والطبراني وابن حبان في صحيحه والحاكم وقال صحيح الإسناد

Dari 'Uqbah bin 'Amir Radhiyallahu anhu , ia berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Matahari mendekat dari bumi, lalu manusia berkeringat. Di antara manusia ada yang keringatnya mencapai tumitnya, ada yang mencapai setengah betisnya, ada yang mencapai kedua lututnya, ada yang mencapai pantatnya, ada yang mencapai lambungnya, ada juga yang mencapai kedua bahunya, ada yang mencapai lehernya, dan ada yang mencapai tengah mulutnya –beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan dengan tangannya memenuhi mulutnya, (dan) aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan demikian- serta ada di antara mereka yang keringatnya menenggelamkannya". Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul dengan tangannya sebagai isyarat dan meletakkan tangannya di atas kepalanya tanpa menyentuh kepala. Beliau memutar telapak tangannya ke kanan dan ke kiri. [HR Ahmad, ath Thabrani, dan Ibnu Hiban dalam Shahih-nya, serta al Hakim dan beliau berkata : "Shahih sanadnya". Hadits ini dishahihkan al Albani, dan beliau berkata : "Adz Dzahabi menyepakatinya dalam kitab at Talkhish, dan ini lafazh al Hakim". [Lihat Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no 3588].

Di Padang Mahsyar juga ada orang-orang yang mendapat naungan dari, di antaranya, sebagaimana yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau :

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ رواه البخاري ومسلم

Tujuh orang yang Allah naungi dalam naunganNya pada hari tidak ada naungan kecuali naunganNya, (yaitu) : Imam yang adil, pemuda yang berkembang dalam ibadah kepada Allah, seorang yang hatinya bergantung kepada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah di atasnya, dan seorang yang diajak seorang wanita pemilik kedudukan dan kecantikan (untuk berzina), lalu (ia) menyatakan "Aku takut kepada Allah". Juga seorang yang bershadaqah lalu menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya, dan seorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan bersendiri, lalu kedua matanya meneteskan air mata. [HR al Bukhari dan Muslim].

Lamanya Dikumpulkan
Seluruh manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam keadaan berdiri selama empat puluh tahun, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :

يَجْمَعُ اللهُ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ لِمِيْقَاتِ يَوْمٍ مَعْلُوْمٍ قِيَامًا أَرْبَعِيْنَ سَنَةً شَاخِصَةً أََبْصَارُهُمْ [إِلَى السَمَاءِ] يَنْتَظِرُوْنَ فَصْلَ الْقَضَاءِ رواه ابن أبي الدنيا والطبراني

Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama sampai yang terakhir pada waktu hari tertentu dalam keadaan berdiri empat puluh tahun. Pandangan-pandangan mereka menatap (ke langit), menanti pengadilan Allah. [HR Ibnu Abi ad Dunya dan ath Thabrani, dan dishahihkan al Albani. Lihat Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no.3591].

Meskipun rentang waktu tersebut lama, namun terasa sebentar bagi kaum Mukminin, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :

(يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِيْنَ) (المطففين 6 ) مِقْدَارَ نِصْفِ يَوْمٍ مِنْ خَمْسِيْنَ أَلْفِ سَنَةٍ فَيَهُوْنُ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِ كَتَدَلِّي الشَّمْسِ لِلْغُرُوْبِ إِلَى أَنْ تَغْرُبَ رواه أبو يعلى بإسناد صحيح وابن حبان في صحيحه

Tentang firman Allah "(Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rabb semesta alam" –al Muthaffifin/83 ayat 6- seukuran setengah hari dari lima puluh ribu tahun. Yang demikian itu (sangatlah) mudah (ringan) bagi orang mukmin, seperti matahari menjelang terbit sampai terbit. [HR Abu Ya'la dengan sanad shahih, dan Ibnu Hibaan dalam Shahih-nya. Dan dishahihkan al Albani. Lihat Shohih Shahih at Targhib wat-Tarhib, hadits no.3589].

Syafa'at Kubra
Peristiwa di Padang Mahsyar sangatlah dahsyat. Sehingga, setelah mencapai puncaknya, manusia mencari orang yang dapat menjadi pemberi syafa'at, agar Allah mempercepat keputusanNya. Setiap umat mengikuti nabinya. Dijelaskan dalam hadits Ibnu 'Umar yang berbunyi:

إِنَّ النَّاسَ يَصِيرُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ جُثًا كُلُّ أُمَّةٍ تَتْبَعُ نَبِيَّهَا

Sungguh pada hari Kiamat, manusia menjadi berkelompok-kelompok. Setiap umat mengikuti nabi mereka. [HR al Bukhari].

Menusia pun akhirnya berusaha menemui Adam, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa untuk dapat memintakan syafa'at kepada Allah, tetapi mereka semua menolak, hingga akhirnya manusia menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dan Muslim, dalam hadits yang berbunyi :

Pada hari Kiamat, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan seluruh makhluknya, yang pertama sampai terakhir di satu tanah luas yang datar, hingga orang yang memanggil dapat memperdengarkan kepada mereka, dan orang dapat melihat mereka seluruhnya, dan matahari mendekat sehingga manusia mengalami kesusahan dan mencapai kekritisan, yang mereka tidak mampu dan tidak bisa menanggungnya.

Maka sebagian manusia berkata kepada yang lainnya: "Tidakkah kalian melihat keadaan kalian sekarang? Tidakkah kalian melihat yang telah menimpa kalian? Tidakkah kalian mencari orang yang dapat memintakaan syafa'at untuk kalian kepada Allah?"

Sebagian lainnya berkata : "Mari (kita) datangi Adam!" Lalu mereka menemui beliau, dan berkata: "Wahai Adam! Engkau adalah bapak (seluruh) manusia. Allah menciptakanmu dengan tanganNya dan meniupkan kepadamu dari ruh-ruhNya, serta memerintah para malaikat untuk sujud, dan malaikat pun sujud kepadamu. Mintalah kepada Rabb-mu syafaat untuk kami! Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?"

Adam pun menjawab : "Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari ini, dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan tidak juga setelahnya. Dia telah melarangku dari sebuah pohon, lalu aku langgar. Pergilah kepada Nuh," maka mereka pun menemui Nuh dan berkata : "Wahai Nuh! Engkau adalah rasul pertama (yang Allah utus) di bumi dan Allah menamakanmu hamba yang bersyukur. Maka mintakanlah untuk kami syafa'at kepada Rabb-mu, Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?"

Nuh pun berkata kepada mereka: "Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari ini dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan tidak juga setelahnya. Sungguh dahulu aku memiliki sebuah doa, yang aku gunakan untuk mendoakan keburukan kepada kaumku. Pergilah kalian kepada Ibrahim!"

Kemudian, mereka pun mendatanginya dan berkata : "Engkau adalah nabi dan kekasih Allah dari penduduk bumi. Maka mintakanlah syafa'at kepada Rabb-mu untuk kami! Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?"

Ibrahim pun berkata kepada mereka : "Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari ini dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan tidak juga setelahnya," lalu beliau menyampaikan beberapa kedustaannya (dan berkata): "Pergilah menemui selain aku. Pergilah kepada Musa!"

Mereka kemudian mendatangi Musa dan berkata : "Wahai Musa! Engkau adalah rasulullah. Allah memuliakan engkau atas sekalian manusia dengan kerasulan dan pembicaraanNya. Maka mintakanlah syafa'at untuk kami kepada Rabb-mu. Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?"

Musa pun berkata kepada mereka: "Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari ini dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan tidak juga setelahnya. Sungguh aku pernah membunuh jiwa yang tidak diperintahkan membunuhnya. Pergilah kalian kepada selain aku. Pergilah kepada Isa!"

Mereka pun kemudian menemui Isa dan berkata : Wahai Isa! Engkau adalah rasulullah dan engkau berbicara kepada manusia ketika bayi, dan (engkau adalah) kalimat Allah yang diberikan kepada Maryam, serta ruh dariNya. Maka mintakanlah syafa'at untuk kami kepada Rabb-mu! Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?"

'Isa pun berkata kepada mereka : Sungguh, Rabb-ku telah murka pada hari ini dengan kemurkaan yang belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya, dan tidak juga setelahnya". Beliau tidak menyebut satupun dosanya. (Lalu berkata),"Pergilah kepada selain aku. Pergilah kepada Muhammad!"

Lalu mereka menemuiku dan berkata : "Wahai Muhammad! Engkau adalah rasulullah dan penutup para nabi, serta orang yang telah diampuni dosanya yang lalu dan akan dating. Maka mintakanlah syafa'at kepada Rabb-mu untuk kami. Tidakkah engkau melihat keadaan kami? Tidakkah engkau lihat sampai sedemikian beratnya (yang menimpa kami)?"

"Maka aku pun pergi dan datang di bawah Al 'Arsy, lalu bersujud kepada Rabb-ku, kemudian Allah membukakan dan mengilhamkan kepadaku sesuatu dari puja dan pujian indah yang tidak diberikan kepada selain diriku sebelumnya. Kemudian ada yang berkata : 'Wahai Muhammad! Bangunlah! Mintalah, niscaya diberi dan mohonlah syafa'at, niscaya dikabulkan,' maka akupun bangun dan berkata : "Wahai Rabb-ku! Umatku, umatku!'." [HR al Bukhari dan Muslim, dan ini lafazh Muslim].

Setelah itu manusia menghadapi peristiwa lainnya, yaitu berupa pemaparan lembaran amalan, timbangan (mizan) dan lainnya.

Demikianlah sebagian keterangan seputar yaumul ba'ts, hari kebangkitan yang pasti terjadi. Mudah-mudahan bermanfaat.

Maraji` :
1. Syarhu Lum'at at I'tiqad, Syaikh Ibnu 'Utsaimin, Tahqiq Asyraf Abdul Maqsud, Cetakan ke-3, Tahun 1415H, Maktabah Thabariyah, Riyadh, KSA.
2. Mukhtashar Ma'arijul Qabul, Hisyam Ali Uqdah, Cetakan ke-3, Tahun 1413H, Dar ash-Shafwah, Kairo.
3. Majmu' Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
4. Shahih at Targhib wat-Tarhib, Syaikh al Albani.
5. Syarah al 'Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Ibnu 'Utsaimin.
6. Syarah al 'Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Khalil Harras.
7. Syarah al 'Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Khalid bin Abdillah al Muslih.
8. Fat-hul Bari Syarah Shahih al Bukhari, al Hafizh Ibnu Hajar, Cetakan al Maktabah as-Salafiyah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

http://almanhaj.or.id/